Ni Luh Putu Wiardani Astuti
Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten Jawa Tengah

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

FUNGSI DAN GERAKAN YOGA ASANAS TERHADAP REMAJA DI SANGGAR JEPUN BALI DUSUN KALONGAN MAGUWOHARJO DEPOK KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA Kadek Suwiti; Ni Luh Putu Wiardani Astuti
Jawa Dwipa Vol. 2 No. 1 (2021)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (244.292 KB) | DOI: 10.54714/jd.v2i1.34

Abstract

Penelitian ini mendiskripsikan gerakan yoga asanas, manfaat dan fungsi yoga terhadap remaja di Sanggar Jepun Bali, gerakan-gerakan yoga yang efesien, dan berguna untuk kesehatan remaja. Dalam Jurnal ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, pendekatan tersebut digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang pelaksanaan kegiatan yoga asanas bagi remaja, metode kualitatif dipakai sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau pelaku yang dapat diamati. Pendekatan kualitatif ini diarahkan pada individu secara menyeluruh dalam keutuhan kelas. Relevansi pemilihan pendekatan ini adalah bahwa penelitian kualitatif pada prinsipnya adalah mengamati perilaku orang dalam lingkungan kehidupannya, berinteraksi dengan mereka, dan berusaha memahami aktivitas yang ada di sanggar Jepun juga dengan dunia sekitarnya.Hasil penelitian menunjukan gerakan yoga asanas Jepun Bali berjalan dengan baik meliputi : (1).Cara memilih gerakan sesuai dengan kebutuhan remaja, yaitu dengan gerakan yoga, ada lima gerakan fokok yang diterapkan yaitu : Surya Namaskar ( Penghormatan terhadap Matahari), Vrksana (Postur Pohon), Hanurasana (Postur Busur), Dhava Mukha Dhanursana (Postur Roda), dan Matsyasana (Postur Ikan). Manfaat dan fungsi Yoga Asana, menyatukan atau mengubungkan diri untuk Tuhan. Yoga juga sebagai pengendali gerak- gerak pikiran. Yoga asanas. Bagi remaja yoga asanas sangat penting di lakukan untuk meningakatkan srada, bhakti, konsentrasi, daya ingat belajar dan menjaga kematangan atau keseimbangan bagi jasmani rohani, dengan tujuaan membuka pikiriran dan spritual ke arah yang positif. Fungsi dan manfaat yoga asanas dapat menjaga tubuh menjadi lebih sehat lentur membuang racun dari dalam tubuh, serta meningkatkan rasa percaya diri, kemampuan untuk berpikir positif.
IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA DALAM MENINGKATKAN KARAKTER MAHASISWA DI LINGKUNGAN SEKOLAH TINGGI HINDU DHARMA KLATEN Yogi Saputro; Ni Luh Putu Wiardani Astuti
Jawa Dwipa Vol. 2 No. 2 (2021)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (211.493 KB) | DOI: 10.54714/jd.v2i2.45

Abstract

Perkembangan zaman dan globalisasi mampu menunjukkan perubahan yang sangat signifikan di segala aspek kehidupan khususnya pada aspek kehidupan bermasyarakat dan beragama terutama di kalangan anak muda. Anak muda yang menjadi generasi penerus dalam perubahan dan pembangunan bangsa sangat memerlukan pedoman dasar dalam mengatasi pengaruh negatif di zaman era globalisasi ini. Oleh sebab itu diperlukan pembinaan ajaran agama yang baik sebagai pedoman prilaku dalam upaya membangun moralitas dan karakter melalui ajaran Tri Hita Karana. Tri Hita Karana berasal dari kata “Tri” yang berarti tiga, “Hita” yang berarti kebahagiaan dan “Karana” berarti penyebab. Tri Hita Karana menurut pandangan Agama Hindu adalah tiga penyebab terciptanya kebahagiaan. Adapun bagian-bagiannya ajaran Tri Hita Karana yaitu a. Parhyangan Hubungan Manusia dengan Tuhan, b. Pawongan Hubungan Manusia dangan Manusia, c. Palemahan Hubungan Manusia dengan Alam Semesta. Adapun tujuan dalam penulisan jurnal ini yaitu : Bertujuan untuk mengimplementasikan ajaran Tri Hita Karana dalam meningkatkan karakter mahasiswa di lingkungan Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten supaya dalam kehidupan yang semakin maju ini mahasiswa mampu memiliki karakter atau kepribadian yang baik. Implementasi konsep Tri Hita Karana dalam peningkatan karakter mahasiswa dapat kita lihat dari perilaku dan pergaulannya setiap hari di lingkungan kampus. Mengingat pergaulan di lingkungan kampus tersebut beragam, maka baik langsung maupun tidak langsung setiap aktivitas yang dilakukan antara mahasiswa satu dengan yang lain sangat dipengaruhi oleh karakter dari setiap mahasiswa itu sendiri. Dampak yang ditimbulkan tidak hanya kepada mahasiswa, namun orang-orang di lingkungan kampus juga terkena dampak positif dari konsep penerapan ajaran Tri Hita Karana.
KORELASI AGAMA HINDU DENGAN TRADISI NYEBAR UDIK-UDIK DALAM PERKAWINAN MASYARAKAT JAWA Toto Margiyono; Dewi Ayu Wisnu Wardani; Ni Luh Putu Wiardani Astuti
Jawa Dwipa Vol. 3 No. 1 (2022)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54714/jd.v3i1.52

Abstract

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang Religius. Hal ini ditandai dengan adanya aktifitas perilaku masyarakat yang mencerminkan nilai-nilai religius. Seperti kita lihat bersama, masih kita temukan orang melaksanakan puasa,tapa,berpantang melakukan dan makan sesuatu. Demikian juga dengan adanya pelaksanaan upacara Hari Raya keagamaan, upacara bayi dalam kandungan, kelahiran sampai orang meninggal masih dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Kedekatan masyarakat Jawa terhadap keluarga maupun orang tua terlihat dengan adanya tradisi Sungkem. Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat dengan mengunjungi orang-orang yang dituakan. Penghormatan kepada mereka tidak hanya ketika masih hidup didunia. Setelah meninggal dunia penghormatan itu masih dilakukannya.Perkawinan merupakan sebuah momentum yang dianggap paling spesial bagi manusia ketika menjalani hidup bermasyarakat. Perkawinan merupakan upacara awal yang dilakukan ketika seseorang memasuki tahapan Grehasta dalam Catur Asrama. Dalam perkawinan adat Jawa terbagi dalam berbagai tahapan yang kesemuanya tidak lepas dari sebuah upacara. Tradisi yang masih dilaksanakan oleh masyarakat Jawa adalah Tradisi Nyebar Udik-udik. Tradisi ini merupakan sebuah upacara ketika seseorang melangsungkan perkawinan yang terkahir bagi putra-putrinya.
TARI REJANG DEWA DALAM PERSPEKTIF TRI HITA KARANA SEBAGAI MEDIA PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI Ni Luh Putu Wiardani Astuti; Agus Riyadi; Agung Tri Nugroho
Jawa Dwipa Vol. 3 No. 2 (2022)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54714/jd.v3i2.56

Abstract

Tari Rejang Dewa merupakan tari wanita yang berfungsi sebagai pembawa sesaji untuk para leluhur dan para Dewa. Menurut tradisi Bali, para penari Rejang Dewa harus gadis yang belum menikah, gerak-gerak tarinya sangat sederhana, lemah gemulai, yang dapat dilakukan secara berkelompok atau masal, dan penuh dengan rasa pengabdian kepada leluhur dan para Dewa. Tari Rejang Dewa merupakan salah satu tarian upacara yang dikenal oleh kalangan masyarakat Bali yang biasa digunakan pada upacara piodalan. Pendidikan bukan sekedar konsumsi ilmu tetapi juga merupakan investasi produktif dalam masyarakat. Proses pendidikan sejatinya merupakan proses pembudayaan, sehingga pendidikan adalah perjalanan menuju proses pembiasaan. Akan tetapi, sering sekali terdapat kesalahan yang menganalogikan bahwa pendidikan hanya sebatas proses transfer ilmu. Bahkan secara sempit, pendidikan hanya dimaknai secara sempit sebatas pendidikan formal yang terikat oleh institusi resmi. Proses pendidikan yang dirasa mampu menjawab kebutuhan pasar, yakni konsep ‘kolaborasi’ antara pendidikan formal dengan pendidikan non-formal yang merupakan ‘penggalian’ potensi melalui aktualisasi diri. Sinergisitas antara pendidikan formal dan non formal dapat menjadi media dalam pemetaan potensi diri. Dengan demikian sinergisitas keduanya mampu memunculkan keselarasan ‘balancing’ dalam diri pribadi. Pendidikan non formal yang menjadi dasar dalam pendidikan karakter yaitu pelatihan tari Rejang Dewa pada anak usia dini. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan makna, fungsi, dan media pendidikan yang menjadi acuan nilai-nilai pendidikan karakter dikarenakan di dalamnya terdapat berbagai pesan moral, gagasan yang terkonsep pada Tri Hita Karana.
ANALISIS BENTUK DAN MAKNA COK BAKAL DALAM SESAJI JAWA Toto Margiyono; Widhi Astuti; Ni Luh Putu Wiardani Astuti
Widya Aksara : Jurnal Agama Hindu Vol 28 No 1 (2023)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54714/widyaaksara.v28i1.206

Abstract

Masyarakat Jawa pada umumnya masih mempertahankan tradisi, dalam hal ini adalah tradisi membuat Cok Bakal. Cok Bakal adalah suatu sesaji yang dibuat guna mendapatkan keselamatan dan keberkahan dari Tuhan. Wujud dari Cok Bakal yaitu daun pisang yang dibentuk menjadi sebuah wadah yang kemudian diisi berbagai macam bumbu dapur seperti tembakau, suruh, kelapa, injet, cabai, bawang putih, bawang merah, beras, daun dadap serep, gula, telur, jenang merah, jenang putih, bunga, miri, uang dan lain sebagainya. Tidak semua Cok Bakal berisi lengkap seluruhnya seperti yang disebutkan di atas. Hanya berisi beberapa saja sudah bisa disebut Cok Bakal. Dari penelitian ini menunjukkan Cok Bakal adalah suatu sesaji yang dibuat guna mendapatkan keselamatan dan keberkahan dari Tuhan serta terhindar dari malapetaka. Tujuan dari pembuatan Cok Bakal agar terhindar dari musibah dan marabahaya sehingga kehidupan menjadi aman dan tenteram. Bentuk Cok Bakal terdiri dari, suruh, kelapa, injet, cabai, bawang putih, bawang merah, beras, daun dadap serep, gula, telur, jenang merah, jenang putih, bunga, miri, uang dan lain sebagainya yang ditempatkan di dalam tampah. Makna Cok Bakal secara keseluruhan merupakan simbul alam semesta beserta segala yang ada didalamnya. Cok Bakal juga merupakan wujud yang diciptakan berfungsi sebagai simbol lingga, serta linggih Sang Hyang Widhi Wasa. Cok Bakal melambangkan pelinggih Sang Hyang Widhi Wasa yang melambangkan Asta Aiswarya yaitu delapan kemahakuasaan Sang Hyang Widhi yang menempati delapan penjuru arah mata angin denga Dewa Siwa sebagai pusatnya. Kehadiran Cok Bakal memiliki fungsi pendidikan, fungsi religius dan fungsi pelestarian budaya.
PENCIPTAAN KARYA TARI “BEDHAYAN SIVAGRAHA” BERDASARKAN PENGEMBANGAN MOTIF GERAK BEDHAYA DENGAN METODE KONSTRUKSI JACQUALINE SMITH Ni Luh Putu Wiardani Astuti
Jawa Dwipa Vol. 4 No. 1 (2023)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54714/jd.v4i1.62

Abstract

Karya tari Bedhayan Sivagraha, terilhami dari adat dan tradisi yang telah terpatri, dalam jiwa masyarakat Jawa yang selalu mengagungkan kebesaran Dewa Siva, sebagai pemralina segala sesuatu yang sudah usang tidak layak berada didunia ini, sehingga harus dikembalikan ke asalnya Hyang Widhi Wasa. Di nusantara ini Dewa Siva dipuja dengan banyak cara salah satunya dengan mengucapkan mantram “Om Nama Siwaya”. Dewa Siva dekenal dengan nama Mahadewa Hara, Candra, Shakara, Civan, Nataraja, Ugrareto, Bhava, Sarwa, Satyam, Shivam, Sundaram, Kala, Mahakala, Vama-Deva, Manikmaya, Dhrtavrata. Maka Ciwagraha-lah sebagai tempat yang disucikan umat manusia (Prambanan) sebagai istana atau rumah Siva. Metode konstruksi menurut Jacqueline Smith (1985), merupakan petunjuk dalam penyusunan karya tari. Jacqueline Smith menuturkan ada lima metode kontruksi yang dideskripsikan. Jacqueline Smith menuturkan ada lima metode kontruksi yang dideskripsikan Yaitu, Eksplorasi, Improvisasi, Evaluasi, Pembentukan, dan Evaluasi terakhir.