Asep Hidayat Wirayudha
Jln. Parangtritis km 6,5 Sewon, Bantul, Yogyakarta

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Peran Emosi dalam Interpretasi Musikal Musisi untuk Meningkatkan Kinerja Estetis: Studi Kasus Pada Pemain Cello dan Gitar Wirayudha, Asep Hidayat
Resital: Jurnal Seni Pertunjukan Vol 23, No 2 (2022): Agustus 2022
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/resital.v23i2.5075

Abstract

ABSTRACT The complex task in musical performance sometimes makes musicians get an unsatisfactory evaluation. On the other hand, the structural approach to music itself, which is believed to be a fundamental tool for musical interpretation, has not clear yet how its capacities could become the basis for translating written notes into musical sounds. Moreover, music is experienced not exclusively as a mere structure and sound event but also participated as a subjective event. This study, therefore, explores the role of musicians' personal experiences, particularly emotions, in shaping musical interpretation. It uses a qualitative method with a comparative approach. The approach is used to investigate how emotion can mediate the transformation of written notes into musical sounds. A comparison of two cases of interpretation on the cellist and the guitar player is held to explain if there are differences in the interpretation process of the two groups of musicians. The result of this study shows that, firstly, emotional experience gained in the socialization of everyday emotions plays an essential role in understanding music. Secondly, after musicians can apprehend the feeling in the musical structure, they can manifest them into an acoustic code that has an iconic relationship with the emotional content of the musical form. And thirdly, emotional experience posts as the basis for translating structural information into meaningful sound.ABSTRAK Rumitnya tugas atau peran pemain musik membuat musisi terkadang mendapat evaluasi yang kurang memuaskan dari pendengar. Di sisi lain, pendekatan teoritis yang diyakini dapat menjadi alat bantu untuk menginterpretasi musik belum diketahui dengan jelas bagaimana musisi dapat menjadi basis dalam menerjemahkan nada-nada tertulis menjadi bunyi musikal. Padahal, musik dialami tidak hanya ekslusif sebagai peristiwa struktural dan bunyi semata, namun juga dialami sebagai peristiwa subjektif. Oleh sebab itu, penelitian ini mengeksplorasi peran pengalaman emosi subjektif pemain dalam membentuk interpretasi musikal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan komparatif. Pendekatan ini digunakan untuk mempelajari bagaimana emosi dapat menjadi perantara musisi dalam mentransformasi not tertulis menjadi bunyi musikal. Komparasi dua kasus interpretasi pada pemain cello dan pemain gitar dilakukan dalam rangka melihat apakah ada kemiripan dan perbedaan dalam proses menginterpretasi pada dua kelompok musisi intrumen yang berbeda. Hasilnya ditemukan bahwa pertama, pengalaman emosi yang diperoleh dalam sosialisasi emosi sehari-hari, berperan penting dalam memahami musik yang muatannya juga sarat dengan emosi. Kedua, setelah musisi dapat menangkap emosi yang terkandung dalam struktur musikal, musisi dapat merealisasikannya menjadi kode akustik yang memiliki relasi ikonikal dengan muatan emosi struktur musikal. Ketiga, pengalaman emosi menjadi basis dalam menterjemahkan informasi struktual menjadi bunyi yang bermakna.
A Solution to the Fingering Problem of Brahms Cellos Sonata No. 1 Opus 38 and Shostakovich Cello Sonata Opus 40 Wirayudha, Asep Hidayat
Resital: Jurnal Seni Pertunjukan Vol 15, No 1 (2014): Juni 2014
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/resital.v15i1.803

Abstract

The flexibility of fingers is one main factor of responsibility on their spread ability. Considering thecello playing, the spread ability of cellists’ fingers is very important since it has a direct correlation to theirability to play the octave interval. The short- fingers cellists would find difficulties to play the octave intervalsat the first, second, third, and fourth position. Nevertheless, short-fingers are not dead-end for cellist. Thespread ability of finger, up to some extent, might be increasing through practices and exercises. It is with thisspirit that the author proposes some stratagems, which may be used to increase the spread ability of a cellist’sfingers in this section - using the octave interval problems as a case of pint. The discussion on the types andstyles of problem show that even though the octave intervals in Brahms cellos sonata No. 1 opus 38 andShostakovich cello sonata opus 40 are different in details, but fundamentally they are similar: the problemscome from the difficulty of the first and the fourth fingers to reach the proper note when the size and lengthof the fingers are limited.Solusi dari Permasalahan Fingering dalam Brahms Cellos Sonata No.1 Opus 38 danShostakovich Cello Sonata Opus 40. Kemampuan penyebaran jari pemain cello sangat penting karenamemiliki korelasi langsung dengan kemampuan mereka untuk bermain interval oktaf. Jari-jari pendekpemain cello akan menemukan kesulitan untuk bermain interval-interval oktaf di posisi pertama,kedua, ketiga, dan keempat. Namun demikian, kemampuan penyebaran jari, bisa ditingkatkan melaluipraktik dan latihan. Hal tersebut menggugah penulis untuk mengusulkan beberapa siasat baru mengenaikemampuan teknis memainkan interval dan oktav dan persoalan jarak interval dalam konteks Sonatayang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan penyebaran jari seorang pemain cello. Meskipuninterval oktaf di Brahms cello sonata No 1 opus 38 dan Shostakovich cello sonata opus 40 berbeda,tetapi pada dasarnya keduanya sama: masalah datang ketika kesulitan terjadi pada jari pertama dankeempat untuk mencapai nada yang tepat ketika ukuran dan panjang jari-jari terbatas.
Eksperimentasi Penggunaan Kayu Mangga sebagai Inovasi Alternatif Pengganti Kayu Maple dalam Pembuatan Violin Alam, Ghoni Maulana; Wirayudha, Asep Hidayat; Latif, Bakhrudin
Ekspresi Vol 13, No 2 (2024)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/ekp.v13i2.13450

Abstract

Penelitian ini merupakan upaya eksplorasi yang mendalam terhadap proses pembuatan biola menggunakan kayu mangga dengan desain model Stradivarius tahun 1703, serta analisis terperinci terhadap karakteristik akustik yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimental untuk menguji kelayakan kayu mangga sebagai bahan dasar violin, menggantikan kayu maple, yang tidak tersedia secara luas di Indonesia. Model yang digunakan adalah Violin model Stradivarius tahun 1703. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu mangga dapat dianggap sebagai alternatif yang potensial untuk bahan pembuatan biola, meskipun terdapat perbedaan signifikan dibandingkan dengan biola yang menggunakan kayu maple. Uji frekuensi resonansi dan analisis kekerasan suara menunjukkan bahwa biola dari kayu mangga mampu menghasilkan suara yang mampu bersaing, namun masih memerlukan pengembangan lebih lanjut untuk meningkatkan stabilitas harmonik dan respons frekuensi tinggi. Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan saran bahwa dengan penyesuaian teknik konstruksi yang tepat, potensi kayu mangga sebagai bahan baku untuk pembuatan biola bisa dioptimalkan. Temuan ini tidak hanya memberikan wawasan baru dalam bidang pembuatan alat musik tradisional, tetapi juga mengilustrasikan pentingnya eksplorasi bahan baku alternatif dalam konteks modern yang mengutamakan keberlanjutan dan ketersediaan bahan.Kata kunci: Violin, kayu mangga, frekuensi, eksperimentasi AbstractExperimental Use of Mango Wood as an Alternative Innovation to Maple Wood in Violin Construction. This study presents an in-depth exploration of the process of constructing violins using mango wood, modeled on the 1703 Stradivarius design, along with a detailed analysis of the resulting acoustic characteristics. An experimental approach was adopted to assess the viability of mango wood as a primary material in violin production, substituting the traditionally used maple wood, which is not widely available in Indonesia. The model applied was a 1703 Stradivarius-style violin. Findings indicate that mango wood has potential as an alternative material for violin making, although notable differences were observed when compared to violins crafted with maple wood. Resonance frequency tests and sound hardness analyses revealed that mango wood violins can produce competitive sound quality, yet further refinements are necessary to enhance harmonic stability and high-frequency response. Overall, this study suggests that with appropriate construction technique adjustments, the potential of mango wood as a violin-making material could be maximized. These findings not only provide new insights into traditional musical instrument manufacturing but also underscore the importance of exploring alternative materials in a modern context that prioritizes sustainability and material availability.Keywords: violin, manggo wood, frequency, experimentation
Efek Reinstrumentasi Karya Organ Js. Bach Melalui Alih Timbre Terhadap Selera Musik Djohan, Djohan; Wirayudha, Asep Hidayat; Mawarni, Aghisna Indah
Resital: Jurnal Seni Pertunjukan Vol 24, No 2 (2023): Agustus 2023
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/resital.v24i2.9747

Abstract

As today teenagers have less appreciation for instrumental works from Baroque era, the objective of this research is to identify the indicators their music preference through timbre shifting of the musical instrument. In the context of the creative economy, this will open opportunities for art music to compete in the music industry. Music has been studied and observed for centuries, and even today, the works of great composers are associated with timeless creations. One factor that has contributed to the continued existence of music is its strong reliance on conductors during performances, especially when presented in orchestral format involving dozens of supporting musicians. Generally, not only do audiences watch a stage filled with musicians, but they also listen to the works of composers in various timbres. Some musics are performed in the form of solo, duet, or as ensemble. However, the challenge for musicians is that the majority of society do not understand art music well due to lack of knowledge and the prevalence of easily accepted popular music. It occurs because music education still upholds the tradition of classifying music into high and low art according to European concepts. Art music carries musicological elements rooted in mathematical discipline, which implicitly requires audiences to have a background in music knowledge, even during performances. In Indonesia, which is currently developing and strengthening its creative economy, creative breakthroughs are needed to make art music more popular and have a positive impact on musicians. In this study, the author implemented a quantitative method with a one-posttest design approach. The sample consisted of teenagers studying art music. The total sample was N=100, consisting of students in music performance vocational program who were given treatment by listening to a recorded toccata in D minor by JS Bach played on the organ and re-instrumented using the electric guitar, electric bass, and synthesizer. The results reveal that the subjects' preference for rock music is significantly influenced by personal preference with p<0.05. Particularly, the predictor of preference has a coefficient of R 0.900 with an R2 of 0.809, indicating that preference contributes 80.9% to the variability of the preferences. Therefore, it can be concluded that the renewing instrumentaion of Baroque music by shifting timbre of electric instruments with rock sensation has an influence on the musical preference of today youth. It happens especially when the ornamentation, one of the characteristic of Baroque music, is played with forte dynamic and blended technique, resulting in piercing and swinging sounds as an effect of electric guitar distortion.Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi indikator selera musik remaja masa kini yang kurang menyukai karya instrumental era Barok (musik seni) melalui rekayasa warna suara (timbre) alat musiknya. Karena dalam konteks ekonomi kreatif akan membuka peluang musik seni untuk berkompetisi dalam dunia industri musik. Selama ini musik seni telah berabad lamanya dipelajari dan ditekuni hingga saat ini bahkan karya-karya para komponis besar diasosiasikan dengan karya abadi. Salah satu faktor yang menjadikan eksistensi musik seni hingga sekarang adalah karena dalam pertunjukkannya sangat dipengaruhi oleh konduktor. Terutama sekali jika karya tersebut dipertunjukkan dalam format orkestra yang melibatkan puluhan musisi pendukung. Di satu sisi secara visual selain menyaksikan panggung penuh dengan musisi juga mendengarkan karya para komponis dalam berbagai macam warna suara. Sementara di sisi lain, ada musik seni yang dimainkan secara solo, duet atau kelompok (musik kamar). Pada kenyataannya, tantangan musisi musik seni adalah karena sebagian besar masyarakat tidak paham musik seni baik karena kurangnya pengetahuan dan maraknya musik industri yang jauh lebih mudah dicerna. Hal ini terjadi karena dalam pendidikan musik seni pun masih mempertahankan tradisi seni tinggi sesuai dengan sumbernya di Eropah. Musik seni memiliki muatan musikologi yang berasal dari disiplin matematika sehingga dalam bentuk pertunjukanpun secara implisit mensyaratkan audiens memiliki latar belakang pengetahuan musik. Indonesia yang sedang mengembangkan serta memperkuat ekonomi kreatif maka diperlukan terobosan kreatif agar musik seni dapat semakin digemari sehingga membawa dampak positif bagi musisi musik seni. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan one posttest design only dan sampel dalam penelitian ini adalah remaja yang sedang belajar musik seni. Total sampel sebanyak N=100 terdiri dari mahasiswa program vokasi penyajian musik yang diberi intervensi dengan mendengarkan rekaman toccata in d-minor karya JS Bach untuk alat musik organ dan yang sudah direinstrumentasi menggunakan alat musik gitar, bas elektrik dan synthesizer. Hasilnya menunjukkan bahwa selera subjek terhadap musik rock secara signifikan lebih ditentukan oleh preferensi pribadi dengan p<0.05. Terutama dengan prediktor preferensi yang memiliki koefisien R 0.900 dengan R2 0.809 sehingga preferensi memberi sumbangsih sebanyak 80.9% terhadap variabilitas selera. Maka, dapat disimpulkan bahwa reinstrumentasi musik barok menggunakan warna suara instrumen elektrik dengan sensasi rock memiliki pengaruh terhadap selera musik subjek remaja. Terutama sekali ketika pada bagian ornamentasi sebagai ciri khas musik barok dibunyikan dalam dinamika forte dengan teknik blend sehingga terdengar melengking dan mengayun sebagai efek dari suara distorsi gitar elektrik.
Reinterpretasi Penjarian Cello pada Fantasia for Cello and Piano karya Joko Suprayitno & Sulistyo Utomo (Sebuah Studi Komparatif) Darmasakti, Raden Dwityatama; Wirayudha, Asep Hidayat; Nurcahyo, Prisca Nada
IDEA: Jurnal Ilmiah Seni Pertunjukan Vol 19, No 1 (2025)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/idea.v19i1.15950

Abstract

Artikel ini merupakan hasil penelitian tentang eksplorasi praktik instrumen cello. Penelitian ini akan berfokus pada reinterpretasi penjarian peneliti pada karya Fantasia for Cello and Piano dalam bentuk eksperimen dengan meninjau interpretasi para pemain sebelumnya yang diharapkan dapat memberi opsi penjarian yang lebih nyaman yang disesuaikan dengan anatomi jari peneliti. Fenomena pengaruh penyesuaian anatomi jari dalam keputusan opsi penjarian ini menjadikan dorongan bagi peneliti untuk bereksperimen dalam reinterpretasi penjarian dari karya tersebut. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan komparatif dan practice led research. Penelitian ini bertujuan untuk menciptakan hasil reinterpretasi penjarian berupa opsi penjarian pada beberapa bagian yang dirasa krusial dan memerlukan perhatian khusus.  Hasil penelitian menunjukan bahwa beberapa opsi dari keseluruhan pembahasan tidak relevan bagi para pemain sebelumnya mengenai opsi penjarian peneliti. Akan tetapi, hasil reinterpretasi penjarian ini dapat menjadi alternatif bagi para pemain lain yang ingin memainkan karya ini di masa mendatang. Dengan semakin banyak alternatif opsi penjarian, maka akan semakin mempermudah dalam menentukan opsi penjarian yang dirasa paling cocok pada seorang pemain. Artikel ini diharapkan menambah pemahaman bagi para pembaca mengenai karya Fantasia for Cello and Piano agar semakin dikenal dikalangan masyarakat dan mancanegara. Artikel ini juga diharapkan menjadi sebuah literasi baru bagi para pembaca yang ingin meneliti tentang reinterpretasi khususnya reinterpretasi karya musik.Kata kunci: reinterpretasi, eksperimen, penjarian cello, practice led research, studi komparatifCello Fingering Reinterpretation on Fantasia for Cello and Piano by Joko Suprayitno & Sulistyo Utomo (a Comparative Study)This article is the result of research on cello practice exploration. This research focused on author’s fingering reinterpretation based on Fantasia for Cello and Piano in the forms of experiment of previous player’s interpretation, which is expected to provide more comfortable fingering options that are adapted to author’s finger anatomy. Phenomenon of finger anatomical adjustments on fingering option decisions has prompted author to experimenting on fingering options of the work. This research method uses qualitative method with comparative and practice led research approach. This research aims to create the result from reinterpreting fingering option on several spot that are crucial and require extra attention. The result of this research has shown that some of author’s fingering option from the overall discussions are not relevant for the previous players. However, the result of this fingering reinterpretation could be an alternative for some other players who who want to play this piece in the future. With more alternatives fingering options, will make it more easier for the players to choose the best fingering options. This article is expected to increase readers' understanding of the work Fantasia for Cello and Piano so that can be increasingly known among the public and abroad. This article is also expected to be a new literacy for readers who want to research about reinterpretation, especially reinterpretation of musical works.Keywords: reinterpretation, experiment, cello fingering, practice led research, comparative study
Eksperimentasi Penerapan Sistem Nada Pelog Dan Slendro Pada Cadenza (Flute Concerto In G Major, Op. 29 Karya Carl Stamitz) Wicaksono, Satrio Bagus; Wirayudha, Asep Hidayat; Ceri, Danny
IDEA: Jurnal Ilmiah Seni Pertunjukan Vol 17, No 2 (2023): Vol 17, No 2 (2023)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/idea.v17i2.10367

Abstract

Penelitian tugas akhir ini dibelakangi oleh faktor tidak berkembangnya cadenza dalam musik klasik, karena sedikitnya orang yang menulis komposisi cadenza untuk lagu concerto. Pada konsepnya, cadenza merupakan improvisasi bebas yang ditulis maupun tidak yang dibawakan dengan berbagai macam sistem nada. Seiring perkembangan zaman, peneliti ingin menerapkan sesuatu yang baru melalui eksperimen. Teori dan konsep yang digunakan pada penelitian ini ialah teori metode eksperimen. Karena peneliti ingin mencari hasil penerapan yang baru. Didalam metode ini menggunakan desain penelitian One Shot Case Study, mencari sampel dari populasi yang telah ditentukan, penggunaan kuesioner lalu penggunaan uji validitas dan reabilitas, dan analisis data. Hasil penelitan yang didapatkan adalah dapat diterapkannya cadenza menggunakan sistem nada pelog dan slendro dengan dipadukan menggunakan teknik-teknik dalam instrumentasi flute. Responden dalam eskperimen ini juga mendukung adanya pembaharuan pada cadenza, tetapi sebagian responden juga tidak setuju terhadap penerapan cadenza menggunakan sistem nada pelog dan slendro.
Pola Latihan “Cramming” Terhadap Resiko Carpal Tunnel Syndrome Pada Mahasiswa Biola ISI Yogyakarta Bagaskara, Gary; Wirayudha, Asep Hidayat; Raharjo, Rahmat
IDEA: Jurnal Ilmiah Seni Pertunjukan Vol 17, No 2 (2023): Vol 17, No 2 (2023)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/idea.v17i2.10498

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui resiko terkena carpal tunnel syndrome terhadap pola latihan sistem cramming pada mahasiswa biola ISI Yogyakarta. Penelitian ini dilatar belakangi atas fenomena sistem latihan cramming yang kerap dilakukan oleh mahasiswa. Latihan yang berlebihan akan menggangu kesehatan tubuh, dalam hal ini pada jari-jari dan pergelangan tangan. Gejala-gejala tersebut hampir menyerupai dari gejala carpal tunnel syndrome. Teori yang digunakan adalah carpal tunnel syndrome, teori ini berhubungan dengan proses terjadinya carpal tunnel syndrome. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan teknik pengumpulan data yaitu wawancara, observasi serta pemilihan lokasi yang berhubungan dengan penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan banyak mahasiswa yang mengaku mengalami gejala-gejala yang mengacu pada carpal tunnel syndrome ketika melakukan pola latihan cramming, gejala yang dimaksud berupa kelelahan jari-jari, sakit pada bagian bahu kanan, sakit pada leher dan pergelangan tangan. Dari kesimpulan tersebut penulis dapat memahami struktur dari pola latihan cramming terhadap resiko carpal tunnel syndrome dengan kajian teori dan pengumpulan data yang dilakukan secara terstuktur. Penelitian ini dapat meningkatkan tingkat kesadaran mahasiswa agar memperhitungkan pola latihan yang baik, yang akan mempengaruhi kualitas saat bermain biola.