Articles
Pemolisian Masyarakat Dan Pengamanan Swakarsa Sebagai Kebijakan Kriminal
Kuswardani Kuswardani;
Andria Luhur Prakosa;
Marisa Kurniangsih;
Inayah Inayah
Jurnal Surya Kencana Satu : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol 12, No 1 (2021): SURYA KENCANA SATU
Publisher : Universitas Pamulang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32493/jdmhkdmhk.v12i1.10206
Pemolisian Masyarakat dan Pengamanan Swakarsa merupakan strategi pencegahan kejahatan tanpa hukum pidana. Keduanya dilakukan dengan membangun kemitraan antara polisi dan masyarakat yang dilandasi oleh nilai-nilai kearifan lokal yang tidak bertentangan dengan hukum dan hak asasi manusia. Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan perpolisian komunitas dan keamanan swakarsa dari perspektif kebijakan kriminal. Penelitian ini merupakan penelitian normative, yang dilakukan melalui studi pustaka terhadap data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan pertama, community policing dan inisiatif security adalah”setali tiga uang”, dalam kerangka kerja kebijakan kriminal. Keduanya sebagai strategi untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban umum, sehingga gangguan keamanan dan ketertiban dapat diminimalisir. Kedua, strategis itu penanggulangan kejahatan yang bersifat preventif , dengan menggunakan kekuatan masyarakat. Di sisi lain untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap fungsi polisi. Pam Swakarsa seyogyanya tidak menjadi alat untuk membatasi kebebasan berekspresi masyarakat yang sesuai koridor, sehingga bisa menepis kekhawatiran masyarakat.
PERLINDUNGAN PRODUK BATIK DALAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Inayah Inayah
Legal Standing : Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 2 (2020): September
Publisher : Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24269/ls.v4i2.3099
Batik merupakan salah satu produk andalan Kota Surakarta, baik untuk ekspor maupununtuk memenuhi konsumsi dalam negeri, meskipun demikian dari sisi perlindunganhukum kurang diperhatikan oleh pengrajin. Tulisan ini mencoba menjelaskanbagaimana pengaturan produk batik dalam Hak Kekayaan Intelektual dan bagaimanapengaturan Hak Kekayaan Intelektual memberi perlindungan hukum pada produkbatik. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris yang menghasilkan bahwaproduk batik diatur dalam Hak Cipta dan Merek, meskipun demikian perlindunganhukumnya belum memadai disebabkan kurangnya kesadaran hukum dari parapengrajin, konsumen dan pemerintah.
WORK TERMINATION DURING THE COVID-19 PANDEMIC IN THE PERSPECTIVE OF POSITIVE LAW IN INDONESIA
Inayah Inayah;
Surisman Surisman
Legal Standing : Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 1 (2020): Maret
Publisher : Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (323.313 KB)
|
DOI: 10.24269/ls.v4i1.2682
The case of work termination which involves businessowners and labor happens widelyin various companies due to the Covid-19 pandemic in Indonesia. This research usesthe normative legal research method. During this Covid-19 pandemic, this worktermination is carried out to save the company and to prevent more victims. Problemswhich happen regarding work termination include the reasons for this termination andthe post-termination compensation. Work relations is a reciprocal relationship which isbased on a two-party agreement. The legal protection for work termination may becarried out during this Covid-19 pandemic. If the rights stated above are not obtainedby the workers, then they may initiate a deliberation. They may also go through conflictresolution procedures on industrial relations outside of court, based on the Republic ofIndonesia’s Constitution No. 2 of 2004.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENYANDANG DISABILITAS DALAM PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM
Inayah Inayah
Legal Standing : Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 2 (2019): September
Publisher : Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (296.608 KB)
|
DOI: 10.24269/ls.v3i2.2311
Pelaksanaan pemilihan umum sejauh ini belum berpihak pada kaum disabilitas, menyebabkan sebuah keadaan tidak seimbang, penyandang disabilitas dalam sistem demokrasi menjadi sebuah permasalahan yang harus diselesaikan oleh Pemerintah. Penyandang disabilitas mempunyai hak politik yang sama dengan warga negara yang lain baik untuk dipilih maupun memilih dalam pemilu. Hambatan-hambatan dari internal penyandang disabilitas sendiri dan eksternal dari pihak pemerintah serta masyarakat menyebabkan pemilu yang inlusif dan aksesibel bagi penyandang disabilitas masih belum bisa terwujud. Oleh karena itu, diperlukan gerakan yang nyata dan berkelanjutan dari Pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan dan menyelenggarakan pemilu yang ramah bagi penyandang disabilitas.
Pemutusan Hubungan Kerja Masa Pandemi Covid-19 Di Indonesia Perspektif Force Majeure
Septarina Budiwati;
inayah inayah;
Nuswardani Nuswardani;
Wafda Vivid Izziyana
Jurnal Justiciabelen Vol 4 No 2 (2021): Justiciabelen
Publisher : Universitas Muhammadiyah Gresik
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30587/justiciabelen.v4i2.3561
Dunia menghadapi permasalahan yang sangat krusial termasuk di negara Indonesia masa Pandemi Covid-19 saat ini. kerugian yang berdampak pada kesehatan maupun perekonomian. Indonesia melakukan pencegahan penyebaran terhadap pandemi melalui berbagai kebijakan. Kebijakan tersebut, membuat perekonomian Indonesia mengalami banyak permasalahan, beberapa perusahaan mengambil langkah untuk mengurangi kerugian akibat Covid-19. Pekerja harus istirahat dan bekerja di rumah. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, menganalisis aturan-aturan, kebijakan, asas, serta prinsip hukum ketenagakerjaan. Hasil penelitian Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia masa pandemic covid 19 saat ini. PHK sejalan dengan Pasal 164 dan 165 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa suatu perusahaan berhak memutus hubungan kerja terhadap pekerja apabila suatu perusahaan mengalami kerugian. Perusahaan yang memutus hubungan kerja di masa pandemi Covid-19 seringkali menggunakan alasan force majeure, padahal perusahaan tersebut masih berproduksi seperti biasanya. syarat PHK perusahaan yaitu, perusahaan terbilang mengalami penurunan atau kerugian selama 2 tahun. pandemi saat penetapan PHK belum mencapai 2 tahun. Kejelasan force majeure menjadi pertanyaan memasuki klasifikasi dalam bencana alam atau tidak. alasan force majeure yang dipakai perusahaan untuk memutus hubungan kerja tidak dapat dibenarkan. force majeure dalam Kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja dimasa pandemi Covid-19 di Indonesia Merujuk Pasal 164 Ayat (1) Pasal 164 Ayat (3) UU 13/2003 Menteri Ketenagakerjaan, menghimbau bahwa perusahaan seharusnya membuat langkah yang bisa ditempuh seperti; mengurangi upah, fasilitas, shift kerja, atau merumahkan sementara waktu. beberapa perusahaan mengeluarkan kebijakan memutus hubungan kerja tetap berdalih tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar pesangon atau upah para pekerja. Hal tersebut menyalahi Peraturan ketenagakerjaan yang menyakan bahwa perusahaan boleh tutup jika sudah mencapai kerugian selama 2 tahun. Covid-19 ini belum mencapai dua tahun. Alasan force majeure yang dipakai oleh beberapa perusahaan tidak dapat diterima oleh beberapa kalangan. force majeure diartikan sebagai kejadian yang timbul diluar kemauan dan kemapuan. Keadaan memaksa tersebut meliputi: Keadaan memaksa bersifat mutlak (absolut) Keadaan memaksa bersifat mutlak (relatif). Wabah covid-19 merupakan peristiwa yang tidak terduga pada saat perjanjian atau kebijakan itu dibuat. Artinya jika ada perjanjian yang dibuat pada saat wabah sedang menjalar dan menjangkit pemutusan hubungan kerja tidak dapat dijadikan alasan sebagai force majeure.
Aktualisasi Sistem Pemutusan Hubungan Kerja Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
Wafda Vivid Izziyana;
Inayah Inayah;
Nuswardani Nuswardani;
Septarina Budiwati
Borobudur Law and Society Journal Vol 1 No 4 (2022): Vol 1 No.4 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Magelang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (181.008 KB)
|
DOI: 10.31603/7729
Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.Keberlakukan ketentuan PHK tidak hanya berlaku untuk hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja, tetapi melingkupi juga hubungan hukum di lembaga-lembaga atau usaha sosial maupun meliputi badan usaha milik orang perseorangan, badan usaha milik persekutuan, badan usaha milik badan hukum baik milik swasta maupun milik negara, usaha-usaha sosial; dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Prosedur PHK tersebut tercantum dalam Pasal 151 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normative, adapun hasil penelitian ini membahas mengenai aktualisasi prosedur PHK berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja meliputi beberapa tahapan, yang terdiri dari tahap upaya , tahap pemberitahuan, dan tahap perundingan bipartite. Undang-undang menjamin kondisi tertentu pengusaha dilarang melakukan PHK kepada pekerja. Alasan-alasan PHK tercantum dalam Pasal 154A . Dalam, pemutusan hubungan kerja, pengusaha juga memiliki kewajiban membayar uang pesangon berdasar Pasal 156 Ayat (1) Uang penghargaan masa kerja berdasarkan Pasal 156 Ayat (3). Uang Penggantian Hak kepada pekerja karena PHK berdasarkan Pasal 156 Ayat (4). pada Usaha Mikro dan Usaha Kecil sebagai akibat atas PHK ditegaskan dalam Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021. Upah Selama Penyelesaian Perselisihan tetap ada selama belum ditetapkan putusnya hubungan kerja. jika pekerja tersebut menolak PHK hal ini menunjukkan bahwa antara pengusaha dengan pekerja masih dalam hubungan kerja, hanya saja di antara para pihak terjadi perselisihan. Sehingga, pengusaha dan pekerja semestinya harus tetap melaksanakan kewajibannya, pengusaha membayar upah dan pekerja masuk kerja, Atau Pengusaha dapat melakukan tindakan skorsing kepada pekerja. penyelesaian perselisihan hubungan industrial dikatakan selesai apabila telah tercapai kesepakatan dan dibuat perjanjian bersama ditandatangani para pihak dan disaksikan oleh pihak ke 3 serta didaftarkan ke pengadilan hubungan industrial.
Legal Protection of Industrial Designs: A Case Study on “Lurik” in Klaten, Indonesia
Anita Widya Putri;
Inayah Inayah
Urecol Journal. Part G: Multidisciplinary Research Vol. 1 No. 1 (2021): January - June
Publisher : Konsorsium LPPM Perguruan Tinggi Muhammadiyah 'Aisyiyah (PTMA) Koordinator Wilayah Jawa Tengah - DIY
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (127.377 KB)
|
DOI: 10.53017/ujmr.19
The protection of traditional culture plays a good role in providing support to the community in preserving traditions, including in the design work of the lurik product industry. The problems with lurik design in Indonesia include the absence of a business climate that fully provides legal protection. It does not rule out apathy towards perceptions of legal provisions, because what is happening now is that the community concerned has the view to meet their daily needs easily. The method used in this research is juridical empirical research method, research on the effectiveness of law is a study that discusses how the law operates in society. This research is descriptive in nature which provides a systematic and comprehensive description of the legal protection of the lurik product design industry in Klaten Regency and the level of legal awareness of the lurik designers in Klaten Regency. The results of the study show that the legal protection efforts for the design of the lurik product industry in Klaten are quite good, but regarding legal protection against lurik as a cultural heritage there is no law regulating it. The level of legal awareness of lurik designers in Klaten is still low, because designers are still reluctant to register industrial designs. The aspects of creation, legal protection, management and utilization of intellectual property in the field of industrial design can form an intellectual property ecosystem with the aim that intellectual property can speak in an economic and social context, and create a correlation between economic goals, development priorities, state resources based on welfare by utilizing intellectual property, especially in the field of striated product industrial design.
Analisis Yuridis Pelaksanaan Pemberian Asuransi dalam Kegiatan Ekspedisi Pengiriman Barang (Studi Kasus di PT JNE Kabupaten Boyolali)
Hananto Widagdo;
I Inayah
Prosiding University Research Colloquium Proceeding of The 12th University Research Colloquium 2020: Mahasiswa Student Paper
Publisher : Konsorsium Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Perguruan Tinggi Muhammadiyah 'Aisyiyah (PTMA) Koordinator Wilayah Jawa Tengah - DIY
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (363.004 KB)
Pengiriman barang sudah menjadi salah satu keperluan di masyarakat. Banyak jasa ekspedisi yang bergelut dalam bidang penggantaran barang, salah satunya yang cukup tekenal adalah PT JNE. Dalam melakukan tugasnya PT JNE Berusaha untuk memberikan pelayanan jasa yang maksimal kepada pelanggan yang menggunakan jasanya. Namun dalam Pelaksanaanya kadang kala Jasa ekspedisi yang terkenal sekalipun khususnya PT JNE menemui kendala dalam penggiriman barangnggnya seperti rusak,terlambat,dan hilang, sehingga membuat pengguna jasanya menjadi ragu akan tanggun jawab dari PT JNE selaku penyedia layanan. Unuk itu PT JNE memberikan asuransi untuk menanggug resiko dari kemungkinan terjadinya masalah pada barang selama proses pengiriman. PT JNE harus dan wajib untuk menanggung resiko yang ada dari pengiriman barang tersebut. Metode penelitian makalah ini menggunakan metode Yuridis empiris yaitu dengan pengumpulan data secara studi pustaka yaitu dengan bahan bahan dari perpustakaan seperti buku dan jurnal serta peraturan peraturan selain itu juga menggunakan penelitian di lapangan dengan melakukan wawancara.
Asas Keseimbangan dalam Perjanjian Pengadaan Barang (Perspektif Yuridis)
Danang Suryo Kuncoro;
I Inayah
Prosiding University Research Colloquium Proceeding of The 12th University Research Colloquium 2020: Mahasiswa Student Paper
Publisher : Konsorsium Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Perguruan Tinggi Muhammadiyah 'Aisyiyah (PTMA) Koordinator Wilayah Jawa Tengah - DIY
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (298.652 KB)
Setiap kegiatan bisnis pasti memerlukan sebuah perjanjian. Adanya perjanjian ini akan mempelancar kegiatan bisnis. Perjanjian biasanya berisi mengenai hak, kewajiban, dan tanggung jawab, dan ketentuan lain yang telah disepakati. Kesepakatan ini yang akan melahirkan perjanjian itu sendiri. Ada banyak sekali jenis perjanjian pada kegiatan bisnis, salah satunya adalah perjanjian pengadaan barang. Pihak yang berada pada perjanjian pengadaan barang ini adalah pengguna dan penyedia. Perjanjian pengadaan barang terjadi ketika ada pihak yang memerlukan barang yang diperlukan dan diperoleh di waktu tertentunya, sedangkan pihak satunya harus memenuhi permintaan tersebut. Perjanjian pengadaan barang sering dijumpai pada proyek-proyek bangunan. Penelitan ini membahas mengenai pengaturan asas keseimbangan dan tanggung jawab para pihak dalam perjanjian pengadaan barang. Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah metode pendekatan yuridis normatif dan metode analisis data adalah kualitatif. Hasil penelitian yang dilakukan penulis pada paper ini dapat disimpulkan bahwa pengaturan asas keseimbangan pada perjanjian pengadaan barang harus dimulai dengan negoisasi. Negoisasi harus sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata dan pemenuhannya harus sesuai Pasal 1320 KUHPerdata serta tanggung jawab para pihak yang mencerminkan keseimbangan harus juga dimulai dari negoisasi. Dengan adanya negoisasi, para pihak dapat melakukan tanggung jawabnya sesuai dengan melaksanakan isi perjanjian dalam kedudukan yang sama, tidak ada pihak yang mempunyai posisi yang kuat diantara salah satunya. Jika ada pihak yang memiliki kedudukan yang lebih kuat, maka perjanjian tersebut menjadi tidak seimbang.
Kesadaran Hukum terhadap Perlindungan Merek Industri UMKM Kerajinan Kulit di Desa Masin Kabupaten Batang
Meila Dwi Jayanti;
I Inayah
Prosiding University Research Colloquium Proceeding of The 12th University Research Colloquium 2020: Mahasiswa Student Paper
Publisher : Konsorsium Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Perguruan Tinggi Muhammadiyah 'Aisyiyah (PTMA) Koordinator Wilayah Jawa Tengah - DIY
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (446.756 KB)
Penulisan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai perlindungan hukum dan kesadaran hukum pengrajin kulit terhadap merek dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Kerajinan Kulit di Desa Masin Kabupaten Batang. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris yang sumber data utamanya adalah data primer yakni berupa wawancara dan dokumen hukum. Selain itu juga menggunakan data sekunder yang kemudian dianalisis secara kualitatif dan menghasilkan data deskriptif. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa dengan melihat kesadaran hukum para pengrajin kulit di Desa Masin dengan dibandingkan dengan teori kesadaran hukum, maka para pengrajin kulit di Desa Masin belum memahami dan menyadari mengenai pentingnya perlindungan merek. Bentuk perlindungan hukum terhadap berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menunjukkan bahwa terdapat 2 jenis perlindungan yakni perlindungan preventif dan represif.