Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

MAKNA SABAR DALAM AL-QUR’AN (STUDY KOMPARASI ATAS KISAH NABI YUSUF DAN NABI AYYUB DALAM TAFSIR AL-MISBAH) Bahrul Ulum; Ihwan Amalih
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 5, No 1 (2021)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v5i1.272

Abstract

Allah telah memberkati manusia dengan berbagai potensi yang sangat luar biasa sebagai modal untuk mencapai tujuan hidupnya yang diridhoi Allah Swt. Berbagai macam potensi diri yang dimiliki oleh manusia adalah alat yang sangat esensial bagi kehidupan manusia. Diantaranya yaitu tentang potensi kesabaran. Dalam dinamika kehidupan sehari-hari, manusia akan menemukan banyak masalah yang beranekaragam, dengan demikian kekuatan kesabaran akan menjadi alat pengontrol seluruh masalah yang dihadapi. Potensi sabar merupakan sub-potensi manusia yakni turunan dari potensi kalbu. Dalam penyampaikan pentingnya nilai-nilai tentang kesabaran, al-Qur’an sering menggunakan kisah-kisah Nabi dalam medianya. Seperti ayat-ayat yang menjelaskan tentang kisah Nabi Yusuf, Nabi Ayyub, Nabi Nuh, Nabi Muhammad. Artikel ini akan menganalisa secara mendalam makna sabar dalam al-Qur’an yang terdapat dalam kisah Nabi Yusuf dan Nabi Ayyub pada tafsir al-Misbah karya M. Quraisy Shihab melalui riset kepustakaan (library research) dan disajikan secara deskriptif-analitis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini adalah konsepsi sabar yang terdapat dalam kisah Nabi Yusuf dan Nabi Ayyub  adalah ikhlas dari segala cobaan yang diberikan oleh Tuhan dan menahan diri dari suatu keinginan demi mencapai sebuah kemuliaan. Adapun letak perbedaan dan persamaan karakteristik sabar dalam dua kisah tersebut adalah kesabaran yang ada dalam kisah Nabi Yusuf posisinya adalah sebagai tangga atau syarat bagi beliau, hingga beliau diangkat menjadi seorang Nabi. Sedangkan dalam kisah Nabi Ayyub, kesabaran yang beliau miliki adalah sebagai ujian terhadap keautentikan beliau sebagai seorang Nabi. Dan cobaan yang diberikan kepada Nabi Yusuf berupa cobaan yang bersifat mental dan juga fisik, sedangkan cobaan yang diberikan kepada Nabi Ayyub, lebih condong pada bentuk cobaan fisik saja.
KARAKTERISTIK WANITA ṢÃLIHAH DALAM AL-QUR’AN (Studi Komparatif Tafsîr Al-Sha’râwî Karya Syaikh Mutawallî Al-Sha’râwî Dan Tafsîr Firdaus Al-Na’îm Karya Kyai Thaifur Alî Wafâ) Elliyatul Masruroh; Ihwan Amalih
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 6, No 2 (2022)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v6i2.704

Abstract

Di zaman sekarang banyak kaum hawa atau para wanita yang mengingkari hak-hak asasinya dengan mengatas namakan Islam, para wanita juga mengikuti gaya barat secara membabi buta tanpa memikirkan sebab dan akibatnya, dengan mengingkari serua-seruan Al-Qur’an. Juga didapati para wanita hari ini yang penuh kontradiksi, melampaui batas, dan berlebih-lebihan dalam sesuatu dan kehidupan sehari-harinya. Seharusnya sebagai wanita. Dalam permasalahan ini terdapat perbedaan wanita shalihah atau karakter wanita shalihah yang dapat dijadikan teladan para kaum wanita. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Penafsiran Syekh Mutawalli Al-Sha’rawi tentang ayat-ayat karakteristik wanita Ṣalihah dalam al-Qur’an, serta bagaimana Penafsiran Kyai Thoifur Alî  Wafâ tentang ayat-ayat karakteristik wanita  Ṣalihah dalam al-Qur’an. Dan bagaiamana perbedaan penafsiran Syekh Mutawalli Al-Sha’râwî dalam Tafsîr Al-Sha’râwî dengan Penafsiran Kyai Thoifur Alî  Wafâ dalam Tafsîr  Firdaus Al-Na’îm tentang karakteristik wanita Ṣalihah. Penelitian ini di tulis dengan pendekatan kualitatif denganjenis penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang menitik beratkan pada data-data kepustakaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Dalam penafsiran Syekh Al-Sha’râwî dan Kyai Thaifur, Salah satu wanita yang dapat dijadikan teladan para kaum wanita yang diabadikan dalam al-Qur’an ialah Asiyah bint Muzahim yang  mana keimanan dan ketaqwaaannya kepada Allah SWT sangat tinggi. Yang mana dalam ketaqwaannya terhalang oleh sikap suaminya. Yaitu dengan selalu menghasutnya, menghukumnya dengan sangat kejam agar Asiyah tidak lagi menetap dalam agamanya yakni Islam.
Literasi Dalam Al-Qur’an: Tinjauan Tematik Tafsir Al-Mishbah Maisyarah, Pupungawi; Amalih, Ihwan
Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir Vol. 6 No. 2 (2023): Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir
Publisher : Program Studi Ilmu Al Quran dan Tafsir Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah (IAI TABAH)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58518/alfurqon.v6i2.1853

Abstract

The Qur'an also contains a lot of wisdom and learning. Literacy is one of the ways in the Qur’an. Literacy is very important in society or at school because reading and writing are indirect ways of communicating, while speaking and listening are direct communication. Writing is a way of communicating by expressing thoughts, ideas, feelings, and wishes to others in writing. This study uses a qualitative approach with the type of library research, which is a critical and in-depth study of library materials that are relevant to the research theme. In this analysis the researcher found that M. Quraish Shihab in the book of Al-Mishbah commentary explained that surah Al-Alaq was the first revelation revealed to the Prophet Muhammad SAW, through the intermediary of the angel Gabriel as. In the first verse of Surah Al-Alaq, the revelation that came down contained an order to read. The term إقرأ which is found at the beginning of this verse has various meanings, including reading, studying, researching and other meanings, all of which boil down to the meaning of gathering.
Integrasi Agama dan Sains Perspektif Teori Quantum Nidhal Guessoum Rozikin, Ahmad Zainor; Amalih, Ihwan
Multiverse: Open Multidisciplinary Journal Vol. 2 No. 3 (2023)
Publisher : Medan Resource Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57251/multiverse.v2i3.1330

Abstract

The debate between religion and science remains a captivating subject of study. The conflict intensifies as scientists, viewing themselves as rational, aim to uncover fundamental laws governing behavior, matter, and style. Conversely, religionists adhere to unchangeable truths based on religious dogmas. Interestingly, Muslim scientist Nidhal Guessoum addresses modern science from a different perspective, integrating religion and science, thus enriching Islamic thought. This study examines the construction and relationship between religion and science in Guessoum's quantum theory. Using qualitative research methods, it analyzes books and research journals detailing Guessoum's thoughts. The findings reveal that Guessoum constructs an Islamic view on scientific theories, including Islam and Cosmology, Design Arguments, Anthropic Principles, and Evolution. Additionally, he offers a quantum theory based on three principles: non-contradiction, layered interpretation, and theistic falsification.
PENDAMPINGAN MELALUI DIKLAT PENGENALAN DAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BAHASA ASING BAGI SISWA DI DESA LEMBUNG KECAMATAN GALIS PAMEKASAN Amalih, Ihwan; Bidari, Bidari
ABDINA: Jurnal Sosial dan Pengabdian kepada Masyarakat Vol 2, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/abdina.v2i1.1830

Abstract

The importance of foreign language education for students is a necessary teaching and should be done.  Foreign languages must be taught to students given the impact of globalisation. Foreign language learning is done gradually and is taught only to the basics, not in depth. Learning methods vary, usually using songs, games, and things that children like with the aim that it is easy to memorise and remember. It is also important that parents play a role in the learning process using foreign languages so that students can add insight into knowledge and soft skills in the form of language. Therefore, the selection of a further excellent programme, namely mentoring through foreign language introduction and improvement training, is a perfect thing initiated by the Community Service Executive.
قضية البيئة في الخطاب الإسلامي المعاصر (دراسة تحليلية في فكرة عبد المجيد النجار): The Issue of the Environment in Contemporary Islamic Discourse (an Analytical Study of the Idea of ​​Abdel Majeed Al-Najjar) Amalih, Ihwan; Masruri, Muhammad; Fattah, Mohammad
Jurnal Adabiyah Vol 24 No 2 (2024): December (Islamic Humanities)
Publisher : Faculty of Adab and Humanities - Alauddin State Islamic University of Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/jad.v24i2a1

Abstract

This article seeks to examine an important issue widely discussed among Muslim thinkers, namely environmental issues. The main cause of the emergence of the environmental crisis cannot be separated from the paradigm used by modern civilization towards the environment and this crisis cannot be overcome except by changing the paradigm used in viewing the environment. So this study will portray the phenomenon of environmental crisis and solutions in overcoming the problem from the perspective of contemporary Islamic discourse by analyzing the ideas offered by Abdul Majid Al-Najjar. The method used by the author in this study is a qualitative research method, by elaborating reference sources that are relevant to the topic of study. The theory used in this research is the theory of ecological philosophy of Arne Naess. The results of this study are: First, the concept of environment in Islamic discourse according to Abd al-Majid al-Najjar includes two important lines, namely: The spiritual reality of the environment, which views that the environment is a manifestation of divinity where God's attributes are revealed through environmental reality. The material reality of the environment is the substance of reality that exists in the real world. These two environmental realities cannot be separated from each other in viewing the environment. Second, in caring for the environment, Abdul Majid Al-Najjar uses the term “irtifaq” which is a combination of meanings between the utilization of natural resources and environmental preservation simultaneously. The ethics of natural resource utilization must be carried out proportionally according to needs, while the ethics of environmental preservation include maintaining the environment from damage, pollution, and pollution. الملخص تبحث هذه المقالة عن دراسة قضية مهمة وخطيرة التي تتم مناقشاتها حاليا في نطاق واسع عند العلماء والمفكرين المسلمين وهي قضية البيئة في الخطاب الإسلامي المعاصر. إن السبب الأصلي في ظهور الأزمة البيئية هو التصور الفكر الثقافي الذي حمله إنسان الحضارة الحديثة عن البيئة، وأن معالجة هذه الأزمة معالجة حقيقية لا تتحقق إلا بتغيير فكري ثقافي عميق لهذا التصور الثقافي. ولذلك تركز هذه الدراسة على الجهود المبذولة لتصوير ظواهر الأزمات البيئية المنتشرة في العالم وطريق معالجتها من منظور التصور الثقافي الإسلامي بتحليل عن فكرة عبد المجيد النجار. وأما النظرية المستخدمة في هذا البحث فهي نظرية الفلسفة الإيكولوجية لأرني ناييس. وأما نتائج هذا البحث فهي: الأولي، إن مفهوم البيئة في التصور الخطاب الإسلامي عند عبد المجيد النجار يشتمل على خطان، وهي: الحقيقة الروحية للبيئة التي تعتبر بأن البيئة من التجلى الإلهى وتتجلى فيه صفات الله. والحقيقة المادية للبيئة التي تعتبر أنها مادة واقعية حقيقية ليست مجرد وجود ذهني أو عقلي أو خيالي، إن هذان خطان لا ينفك أحدهما عن الأخر في تصور الحقيقة البيئية. الثانية، استخدم عبد المجيد النجار مصطلح "إرتفاق" عبارة على أن لفظ الإرتفاق يجمع في مادته معنى النفع ومعنى اللطف، وطريقة إرتفاق البيئة يشتمل على الإستنفاع البيئي بشكل متوازن مع الاحتياجات دون اسراف والرفق بالبيئة الذي يشتمل على الرفق الصياني والرفق الإستهلاكي من الفساد، والتلف، والتلوث. Abstrak Artikel ini berupaya untuk mengkaji isu penting yang marak diperbincangkan di kalangan pemikir muslim yaitu isu lingkungan. Penyebab utama munculnya krisis lingkungan hidup tidak bisa dilepaskan dari paradigma yang digunakan oleh masyarakat peradaban modern terhadap lingkungan hidup dan krisis ini tidak bisa diatasi kecuali dengan perubahan paradigma yang digunakan dalam melihat lingkungan. Maka kajian ini akan memotret fenomena krisis lingkungan serta solusi dalam mengatasi problem tersebut ditinjauan dari perspektif wacana keislaman kontemporer dengan menganalisis gagasan yang ditawarkan oleh Abdul Majid Al-Najjar. Adapun metode yang digunakan penulis dalam kajian ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan mengelaborasi sumber referensi yang relevan dengan topik kajian. Sedangkan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori filsafat ekologi Arne Naess. Adapun hasil dari penelitian ini adalah: Pertama, konsep lingkungan dalam wacana keislaman menurut Abd al-Majid al-Najjar mencakup dua garis penting, yaitu: realitas spiritual dari lingkungan, yang memandang bahwa lingkungan adalah dari manifestasi ketuhanan dimana sifat-sifat Tuhan ditampakkan melalui realitas lingkungan. Adapun realitas material dari lingkungan merupakan substansi realitas yang ada dalam dunia nyata. Kedua realitas lingkungan ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam melihat lingkungan. Kedua, Dalam merawat lingkungan, Abdul Majid Al-Najjar menggunakan istilah “irtifaq” merupakan gabungan makna antara pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan secara bersamaan. Etika pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan secara proporsional sesuai dengan kebutuhan, sedangkan etika pelestarian lingkungan meliputi pemeliharaan lingkungan dari kerusakan, pencemaran dan polusi.
SOLIDARITAS SOSIAL DALAM MASYARAKAT MULTI RELIGIUS DI DESA POLAGAN DUSUN CANDI LAOK GALIS PAMEKASAN Putra, Fendi Permana; Amalih, Ihwan
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 7, No 1 (2023)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v7i1.1116

Abstract

Indonesia adalah sebuah masyarakat majemuk (plural society) yaitu sebuah masyarakat negara yang terdiri atau lebih dari 500 suku bangsa, dengan berbagai macam agama dan keperacayaan yang dipersatukan oleh sistem nasional, sebagai bangsa dalam wadahsebuah negara kesatuan Republik Indonesia. Pada kenyataanya untuk memelihara atau merawat masayarakat Indonesia yang majemuk ini tidak mudah. Maraknya konflik sosial politik, juga dan bernuasa agama dalam kehidupan bangsa Indonesia belakangan ini salah satunya disebabkan oleh ketidaksiapan dan ketidakmampuan kita memelihara dan merawat kemajemukan yang ada. Maka dari itu agar tidak menjadi ladang konflik untuk masyarakat majemuk pentingnya bagi kita untuk menanamkan solidaritas sosial. Permasalahan yang diangkat oleh peneliti, Bagaimana bentuk solidaritas sosialmasyarakat multi religius di desa Polagan dusun Candi Laok, Galis Pamekasan? Bagaimana nilai-nilai bentuksolidaritas sosial masyarakat multi religius di desaPolagan dusun Candi Laok, Galis Pamekasan? Untukmegetahui fenomena solidaritas sosial masyarakat ini, maka peneliti menggunakan pendekatan penelitiankualitatif lapangan. Adapun metode yang digunakanadalah metode wawancara, observasi dan dokumetasi. Dari metode ini, kemudian peneliti olah dan analisisuntuk memperoleh data atau informasi. Adapun hasilpenelitian meunjukkan bahwa, bentuk solidaritassosial masyarakat desa Polagan dusun Candi GaliPamekasan, prinsip bentuk solidaritas sosial, prinsipgotong royong, saling menghargai keyakinan, persaudaraan, hukum dan warisan tradisi, dan prinsipnilai-nilai solidaritas sosial, Prinsip Persatuan, Kedamaian, Kesejahteraan Desa Polagan. Sehinggamampu membuat masyarakat desa Polagan menjadidesa yang sangat erat solidasritas sosialnya.Kata Kunci: Solidaritas, Sosial, Masyarakat Multi religius
KEISTIMEWAAN ZAITUN DALAM AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Saintifik Perspektif Fakhr Al-Dîn Al-Râzî Dalam Kitab Tafsîr Al-Kabîr Aw Mafâtîh Al-Ghaib) Kamalia, Nabiila; Amalih, Ihwan
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 7, No 1 (2023)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v7i1.1224

Abstract

ABSTRAKZaitun merupakan buah yang sering disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits. Di dalam Al-Qur’an ia  disebutkan sebanyak  7 kali dalam ayat yang berbeda. Disebutkan sebanyak 5 kali dengan kata Zaitun, satu kali dengan kata Shajarah Mubârokah dan satu kali dengan kata Shajaratan Takhruju Min ṭurisaynai yang menunjukkan makna Zaitun. Zaitun adalah buah sangat istimewa bagi kaum muslimin, ia mengandung berbagai macam komponen yang berkhasiat bagi kesehatan, terutama minyaknya. Apa yang terkandung dalam minyak Zaitun tidak didapati dalam  jenis minyak lain. Dari uraian di atas, maka penulis ingin mengupas lebih jauh mengenai zaitun dan keistimewaan-keistimewaannya dalam Al-Qur’an prespektif  Fakhr Al-Dîn Al-Râzî. Peneliti memilih tokoh ini karena Fakhr Al-Dîn Al-Râzî adalah dikenal sebagai mufassir yang terkenal dengan penafsirannya di bidang tafsir saintifik, maka fokus penelitian ini adalah bagaimana Zaitun dalam Al-Qur’an prespektif Fakhr Al-Dîn Al-Râzî, dan bagaimana keistimewaan Zaitun menurut Al-Qur’an dan sains prespektif Fakhr Al-Dîn Al-Râzî. Penelitian yang peneliti lakukan ini merupakan penelitian kualitatif pustaka. Dalam analisis ini peneliti menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu teknik analisa data yang dilakukan dalam rangka mencapai pemahaman terhadap sebuah fokus kajian yang kompleks, dengan cara memisahkan tiap-tiap bagian dari keseluruhan fokus yang dikaji. Adapun hasil dari penelitian ini, bahwa Zaitun dalam Al-Qur’an menurut Al-Râzî adalah zaitun yang pohonnya tumbuh di Thursinai, dan dijuluki sebagai pohon yang diberkati karena pohonnya berumur Panjang dan tidak tumbuh di timur ataupuna barat. Pohon ini tidak memerlukan perawatan manusia sebagaimana tanaman lain. Buahnya juga mempunyai banyak manfaat. Bisa dimakan langsung ataupun di kupas, perasannya menghasilkan minyak yang baik untuk kesehatan. Minyaknya dapat dikonsumsi sebagai lauk dan dapat dijadikan obat, selain itu minyaknya dapat menjadi bahan bakar pelita. Sedangkan keistimewaan zaitun menurut Al-Râzî dan Sains adalah : 1.Allah bersumpah dengan Zaitun, 2. Allah memuji pohon Zaitun sebagai pohon yang diberkati, 3. Zaitun merupakan bagian dari nikmat yang Allah berikan,4.Zaitun merupakan makanan, lauk dan obat, 5.Pohon Zaitun adalah pohon yang berumur Panjang, 6. Minyaknya jernih, bening dan bercahaya, 7. Minyak Zaitun sangat bermanfaat untuk kesehatan dan kecantikan.
Discourse on Religious Moderation in Public Space (Study on Friday Sermon Material of Nur Muhammad Mosque) Ibah Turohmah; Ihwan Amalih
Values: Jurnal Kajian Islam Multidisiplin Vol. 2 No. 2 (2025)
Publisher : Penerbit Hellow Pustaka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61166/values.v2i2.69

Abstract

Religious moderation initiated by the Ministry of Religion of the Republic of Indonesia must now be developed because it is a solution to the problem of increasing religious extremism. Lastly, the radicalization of religious names in Indonesia has created a national security crisis which has attracted special attention from the government in its efforts to resolve it. It is necessary to understand the teachings of religious moderation to avoid conflict. Apart from that, it requires a public space that is very close and closely related to humans so that it can be easily conveyed. Therefore, this research will focus on the discourse of religious moderation in public spaces in the Friday sermon material at the Nur Muhammad Mosque which is seen as affiliated with HTI and FPI which have been disbanded by the government. In examining the focus of the research, researchers used qualitative field methods. As for the techniques used in data collection, researchers used observation, interviews and documentation methods. Researchers conducted interviews with several congregants and administrators of the Nur Muhammad Mosque, then checked by triangulating sources. The results of this research found that the values of religious moderation contained in the Friday sermon material at the Nur Muhammad Mosque are in the I'tida>l aspect such as exercising rights and fulfilling obligations, increasing devotion, being fair in leading. Furthermore, in the aspect of Tawa>zun, such as being balanced in all aspects of the world and the hereafter, entering Islam with kaffah, and understanding religion in depth. And in the aspect of Tasa>muh (Tolerance) such as caring for others, especially Muslims. The congregation's response to the values of religious moderation in the Friday sermon material at the Nur Muhammad Mosque, as in I'tida>l, is always to increase their devotion to deepening their religion and carrying out their obligations as Muslims, and not being biased in one way. Then in Tawa>zun, the congregation implements a balanced life by carrying out their obligations as servants of Allah and caliphs on earth. And in terms of Tasa>muh, the congregation always cares about those around them, does not easily blame, respects other people, and understands or does not intimidate those who are different from us.
AYAT-AYAT TAJSIM DALAM WACANA PENAFSIRAN AL-QUR'AN -, Mutmainnah -; Amalih, Ihwan
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 9, No 1 (2025)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v9i1.1994

Abstract

This article will reveal the various methods of the interpreters in understanding the tajs?m verses, because in fact, as one of the topics in the Qur'an whose discussion area is related to the Islamic faith, the tajs?m verses continue to be discussed among the interpreters from classical times to contemporary times. Of course, from these discussions, various differences of opinion continue to be born regarding the views of the interpreters in understanding the tajs?m verses. The method used in the study is descriptive analysis with a library research approach which resulted in the conclusion that in understanding the tajs?m verses, the interpreters are divided into three schools of thought. First, the Salaf group or the al-Mufawwidzah school, namely the group that submits the entire meaning of the tajs?m verses to Allah SWT. Second, the Khalaf group or the al-Mu'awwilah school, namely the group that uses the takwil method in understanding the tajs?m verses. Third, the Moderate group or the al-Mutawassitin school, namely the group that chooses the middle way in understanding the tajs?m verses, in the sense that they accept the interpretation of the tajs?m verses if the result is not too contradictory to the scope of the meaning of the word, but if the interpretation of the word is too contradictory to the scope of the meaning of the word in question, they will choose to submit its meaning to Allah SWT as the belief of the Salaf group.