Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Radial Derivative and Radial Inversion for Interpreting 4D Gravity Anomaly Due to Fluids Injection Around Reservoir Muhammad Zuhdi; Sismanto Sismanto; Ari Setiawan; Jarot Setyowiyoto; Adi Susilo; Muhammad Sarkowi
TELKOMNIKA (Telecommunication Computing Electronics and Control) Vol 16, No 6: December 2018
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12928/telkomnika.v16i6.9468

Abstract

The 4D gravity or time lapse gravity has been used many reseracher to identify fluid injection in oil reservoir. The objective of this study is to find the better way in interpreting 4D gravity anomaly due to fluid injection around the reservoir. Radial Derivatives are derivative values of gravity anomalies against horizontal distances in the radial direction. Radial inversion is a two-dimensional inversion of lines with radial directions resulting in a 3-dimension model. Time lapse microgravity research have been performed in “X Oil Field” with amount of 604 data point covering area of 4000m x 5000m. This Radial derivative and Radial inversion have been aplied at an injection well of the X oil field. The yield show that 4D gravity anomaly value due to injection is 0.02 mGal to 0.36 mGal. Radial derivative value in the area is 0 micro Gal/cm to 0,012 mGal/meter. Radial inversion shows radius of fluid front movement is 304 meters to 1120 meters. Radial derivative and Radial inversion have been proven fairly good to identify injected fluid movement in the reservoir.
ANALISIS LOG TOC PASSEY DAN PENYEBARAN SERPIH PINIYA MENGGUNAKAN METODE SEISMIK INVERSI, CEKUNGAN AKIMEUGAH Winda Putri Anggraeni; Jarot Setyowiyoto; Ferian Anggara
Jurnal Fisika Indonesia Vol 23, No 2 (2019)
Publisher : Department of Physics Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2471.311 KB) | DOI: 10.22146/jfi.47294

Abstract

Cekungan Akimeugah memiliki potensi hidrokarbon dengan adanya beberapa rembesan minyak dan gas bumi disekitar daerah penelitian. Hal ini mengindikasikan adanya sistem minyak dan gas bumi yang bekerja pada daerah tersebut. Serpih Piniya merupakan salah satu formasi yang berpotensi menjadi batuan induk sekaligus batuan reservoar yang baik. Batuan induk yang mengandung hidrokarbon ditentukan oleh kuantitas material organik (Total Organic Carbon). Untuk itu, perlu diketahui kuantitas material organik (TOC) serta penyebaran dari Serpih Piniya.Serpih Piniya disusun oleh litologi dominan serpih dengan sisipan batulanau dan batupasir. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal (shallow marine) dengan asosiasi fasies offshore transition hingga offshore. Jumlah kuantitas material organik (TOC) dari data sampel sebesar 0.552 wt% termasuk ke dalam kategori batuan induk yang bersifat cukup (fair). Tipe kerogen Serpih Piniya adalah tipe II – III yang dapat menghasilkan hidrokarbon minyak dan gas. Litofasies serpih yang dapat menghasilkan hidrokarbon adalah organic shale. Interval organic shale terdapat pada sumur AK-6 sebanyak 46 zona dan sumur AK-9 sebanyak 34 zona. Perhitungan TOC Passey menghasilkan nilai TOC rata-rata sebesar 0.527 wt% menandakan Serpih Piniya berada pada kategori batuan induk yang bersifat cukup.Penyebaran nilai TOC menggunakan seismik inversi untuk mengetahui model geologi bawah permukaan. Penyebaran nilai TOC tinggi ditandai dengan nilai impedansi akustik yang rendah, area tersebut terletak pada bagian rendahan daerah penelitian. Area sweet spot secara umum berada disekitar sumur AK-2, area tersebut memiliki nilai TOC berkisar 0.552 wt% dengan ketebalan Serpih Piniya kurang lebih sebesar 1200 m.
PETROFISIKA UNTUK ORGANIC SHALE, CEKUNGAN KUTAI BAGIAN ATAS, FORMASI BATU AYAU Andre Nouval; Jarot Setyowiyoto; Ferian Anggara; Yusup Iskandar
Jurnal Fisika Indonesia Vol 23, No 2 (2019)
Publisher : Department of Physics Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1804.053 KB) | DOI: 10.22146/jfi.47360

Abstract

Jumlah cadangan minyak dan gas bumi konvensional menjadi landasan atas studi sumberdaya migas non-konvensional, salah satunya adalah organic shale sebagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi fosil yang masih sangat tinggi di Indonesia. Cekungan Kutai Bagian Atas merupakan salah satu cekungan yang cukup tua dan satu dekade terakhir dilirik sebagai target organic shale. Formasi Batu Ayau yang berada di Cekungan Kutai Bagian Atas merupakan target utama sebagai potensi sumber daya organic shale dibuktikan dengan hasil analisa geokimia serta perannya sebagai batuan induk dalam sistem petroleum konvensional di Cekungan Kutai Bagian Atas. Interval organic shale dari Formasi Batu Ayau berada pada asosiasi fasies delta plain dan delta front dengan terdapat dua interval prospek didalamnya (BA3 & BA2). Analisa dilakukan menggunakan data dua sumur MAAU-1 dan TENGKAWANG-1 di Blok B Cekungan Kutai Bagian Atas. Analisa petrofisika secara umum untuk memperoleh nilai shale volume sebesar 50-60 %, porositas 8-30 %, dan water saturation 60-70 %, hal ini kemudian diterapkan untuk identifikasi organic shale dengan mengoptimalkan penggunaan dari standard triple combo log. Pada organic shale petrofisika dilakukan untuk memperoleh hasil akhir besaran nilai TOC dan Brittleness Index (BI). Nilai TOC diperoleh dengan menggunakan metode Passey dengan diperoleh nilai 0.7-3.2 wt% dan nilai BI menggunakan metode Anderson yang diperoleh nilai 51-58 %. Dengan analisa tersebut diharapkan agar diperoleh hasil representatif dari kualitas organic shale berdasarkan metode petrofisika di Formasi Batu Ayau.
Persebaran TOC dan Porositas Total Menggunakan Seismik Inversi pada Shale Piniya, Cekungan Akimeugah, Papua Janna Azizah Wijayanti; Jarot Setyowiyoto; Ferian Anggara
Jurnal Fisika Indonesia Vol 23, No 2 (2019)
Publisher : Department of Physics Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1604.349 KB) | DOI: 10.22146/jfi.47460

Abstract

Migas non-konvensional saat ini mulai menjadi sumber energi yang penting mengingat menurunnya sumber migas konvensional secara global. Salah satu jenis migas non konvensional adalah hidrokarbon shale. Eksplorasi hidrokarbon shale akan menjadi sukses apabila analisis data awal dilakukan dengan baik. Data well log dan data seismik biasanya merupakan data utama dalam fase eksplorasi. Analisis yang dilakukan adalah analisis porositas total dan Total Organic Carbon (TOC). Analisis estimasi TOC akan menggunakan pendekatan petrofisika yaitu dengan metode Passey (1990). Dalam tulisan ini, fokus pembahasan adalah pada shale formasi Piniya sebagai reservoir non-konvensional yang merupakan anggota dari Kelompok Kembelangan, Cekungan Akimeugah. Dalam membuat model persebaran porositas total dan TOC, akan digunakan metode seismik inversi berupa model based. Hubungan empiris antara Impedansi Akustik (AI) dan parameter porositas total serta TOC akan digunakan dalam melakukan persebaran parameter, yaitu dengan mengubah cube seismik AI menjadi cube seismik porositas total dan TOC.Kata kunci : porositas total, TOC, inversi, piniya, akimeugah.
PENYEBARAN TOTAL ORGANIC CARBON (TOC) DAN BRITTLENESS INDEX (BI) MENGGUNAKAN SEISMIK INVERSI UNTUK PENENTUAN SWEET SPOT SHALE GAS FORMASI SANGKAREWANG, CEKUNGAN OMBILIN, SUMATRA BARAT Azeza Ega Maestra; Jarot Setyowiyoto; Djoko Wintolo; Litto Habrianta
Jurnal Ilmiah Geologi PANGEA Vol 8, No 1 (2021): Jurnal Ilmiah Geologi PANGEA
Publisher : PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UPN VETERAN YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/jigp.v8i1.9605

Abstract

TOC (Total Organic Carbon) dan BI (Brittleness Index) termasuk parameter utama yang perlu diketahui dalam analisis shale gas. Identifikasi penyebaran TOC dan BI akan memberikan informasi area sweet spot shale gas dalam menentukan pengembangan lapangan. Formasi Sangkarewang merupakan formasi yang didominasi oleh shale yang dikenal menjadi batuan induk di Cekungan Ombilin. Oleh karena itu, formasi ini berpotensi menjadi reservoar shale gas. Metode deltalogR dilakukan untuk membuat log TOC dengan kalibrasi dari data sampel. Pembuatan log BI atau BA (Brittleness Average) menggunakan metode dari Grieser dan Bray (2007) yaitu dengan parameter poisson’s ratio dan young modulus. Penyebaran TOC dan BI akan dihubungkan dengan Acoustic Impedance (AI) hasil seismik inversi. Penelitian ini menggunakan data 2 sumur dan seismik 3D. Crossplot dilakukan dengan menggabungkan 2 sumur dan dilakukan filter untuk mendapatkan trend TOC dan AI. Terdapat hubungan yang berbanding terbalik antara TOC dan AI dengan persamaan TOC = -1,30181.10-4*AI)+6,30307. Persamaan tersebut digunakan untuk mengkonversi cube AI menjadi cube TOC. Hasil crossplot BI dan AI didapatkan korelasi yang baikdengan koefisien korelasi 0.88. Persamaan BI = 6,03524.10-5*(AI) – 1,39422 digunakan untuk mengubah cube AI menjadi cube BI. Hasil penyebaran TOC menunjukkan semakin tinggi TOC berada pada area dalaman (N-NE) sedangkan BI semakin tinggi pada bagian S-SE. Sweet spot ditunjukkan dengan nilai rata-rata TOC 2-2,34 wt% dan BI >0,48 (brittle) yang berada diantara sumur Sinamar-1 dan South Sinamar-2.Kata Kunci : TOC, BI, AI, shale gas, sweet spot, Formasi Sangkarewang
3D ROCKTYPE DAN FZI MODELING RESERVOAR KARBONAT, FORMASI BERAI, CEKUNGAN BARITO, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Juni Prasetiya; Sugeng Sapto Surjono; Jarot Setyowiyoto
Jurnal Ilmiah Geologi PANGEA Vol 5, No 2 (2018): Jurnal Ilmiah Geologi PANGEA
Publisher : PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UPN VETERAN YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/jigp.v5i2.9669

Abstract

Distribusi tipe batuan karbonat Formasi Berai di cekungan Barito telah dinilai menggunakan kombinasi data log sumur, analisis inti dan inversi seismik. Pemodelan objek 3D dari distribusi fasies menunjukkan tiga unit utama sub-karbonat yang terbentuk dalam kronostratigrafi yang berbeda di dalam geometri karbonat pada formasi Berai yang disebut sebagai Platform A, Platform B dan Platform C. Sementara itu, klasifikasi rocktype telah dilakukan dengan menggunakan rentang yang berbeda dilihat dari parameter nilai petrofisika (RHOB, NPHI dan GR) dari enam objek jenis batuan yang berbeda menurut klasifikasi Dunham (1962). Hasil analisis Rock Physics menunjukkan cut-off petrofisik dari masing-masing jenis batuan yang terdapat pada formasi Berai yang memiliki kesamaan dengan kondisi tipe batuan sebenarnya yang diperoleh dari deskripsi data batuan inti (core). Hanya ada empat jenis objek batuan yang terklasifikasi dari hasil eksperimen tersebut. Berai karbonat terdiri dari Packstone yang sangat dominan dalam volume, berturut-turut diikuti oleh Grainstone, Mudstone dan Wackstone. Dengan kata lain, pendekatan petrofisika dapat digunakan untuk mengkategorikan variasi jenis batuan lapangan karbonatDeskripsi prospek gas di dalam reservoir Berai karbonat yang dihasilkan dari penelitian ini tercermin dalam nilai FZI terbesar, resistivitas MSFL rendah dan nilai saturasi air terkecil (Sw). Model estimasi co-kriging 3D menunjukkan distribusi gas berdasarkan tiga parameter di atas mirip dengan profil uji DST. gas play yangterbaik dan distribusi gas terbesar terperangkap di dalam reservoir karbonat Platform A sebagai produk packstone (PRT kelas 3) di mana terdeposit pada transisi reff flat dan lingkungan lagoon. Gas-gas lain terletak dekat dengan asosiasi Adang Fault dan akumulasi hidrokarbon di area prospek ini juga dapat berasal dari migrasi ke atas di Formasi Tanjung ke Lapisan karbonat Platform A
Carbonate Facies and Depositional Environment of Pre-Parigi Carbonate in Ardjuna Sub-basin: Application of Core-facies Coding and Electro-facies Muhammad Virgiawan Agustin; Salahuddin Husein; Jarot Setyowiyoto; Rahmat Rahmat
Jurnal Ilmiah Geologi PANGEA Vol 10, No 1 (2023): Jurnal Ilmiah Geologi PANGEA
Publisher : PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UPN VETERAN YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/jigp.v10i1.10053

Abstract

The Pre-Parigi Formation is one of the formations in the West Java Basin North as a potential reservoir. However, the carbonate rocks of the Pre-Parigi Formation are considered to have high heterogeneity due to rock and depositional processes its diagenesis, so an appropriate approach is needed to understand its reservoir distribution. Therefore, in this study, interpretation of the facies distribution of the Pre-Parigi Formation was carried out using the integration of core data and well logs. On the core data, facies coding and clustering is performed to interpret the facies association. Then, the identified facies associations are integrated with the characters so that facies interpretation can be carried out for all intervals and all wells. The end result is an interpretation of the distribution of the facies of Pre-Parigi Carbonate. Based on the analysis results, the Pre-Parigi Carbonate in the study area is composed of five facies associations, such as deep shelf (FA 1), fore-slope (FA 2), near-reef lagoon (FA 3), lagoon (FA 4), and restricted circulation shelf – tidal flat (FA 5). FA 1 is characterized by a very high value, slightly serrated gamma-ray character. FA 2 is characterized by a high gamma-ray, serrated, intercalated with a fining-upward low gamma-ray layer, FA 3 is characterized by a low value and blocky gamma-ray, FA 4 is also characterized by a gamma-ray with a fairly low value, but has a pattern that tends to be serrated, and then FA 5 is characterized by a serrated gamma-ray character with a slightly higher value than FA 4. Based on the integration of all interpretations, the Pre-Parigi Carbonate in the study area can be divided into three depositional sequences (DS), where DS-1 develops in all area as a reef-initiation, DS-2 developed in the MVA-1 and MVA-3 wells, and did not develop in the MVA-6 well (had a give-up phase), and then DS-3 only developed in the MVA-3 well. In general, facies interpretation using the core-facies coding and electro-facies characterizing methods tends to be effective and provides more confidence interpretation. Keywords: Pre-Parigi Carbonate, Carbonate facies, Core-facies coding, Arjuna Sub-basin
Determination of Overpressure Zone and Its Mechanism in Baong Formation of the "Y" Field in North Sumatera Basin Andrea Hasbullah; Hendra Amijaya; Jarot Setyowiyoto
Journal of Applied Geology Vol 8, No 1 (2023)
Publisher : Geological Engineering Department Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jag.63556

Abstract

The “Y” Field is one of the offshore areas in the North Sumatra Basin which is believed to have an important role in hydrocarbon exploration in the future. The North Sumatra Basin is known as an area that has high overpressure conditions and sometimes overpredicts in determining the amount of overpressure, especially in the Baong Formation. The purpose of this research is to determine the top and bottom overpressure zones, to know the vertical distribution of overpressure, and to find the main factors causing the overpressure in the Baong Formation.The data used in this study were 5 wells which have wireline log data, formation pressure data, leak of test, final well reports, mud logs, as well as 29 lines of 2D seismic data and 1 3D seismic data. The method used in this study was the Eaton method to determine pore pressure whereas the cross-plot wireline log method, the AI (acoustic impedance) inversion method and the stacking velocity were used to determine pore pressure.The study indicated that the overpressure zone is located in the Baong Formation at 1650 - 2108 m depth with a pore pressure of around 2891.70 - 3580 psi.  The overpressure is caused by loading mechanism, namely disequilibrium compaction. This is influenced by the thickness of the formation above Baong Formation.
Identifikasi Reservoar Hidrokarbon Resistivitas Rendah: Studi Kasus Di Formasi Cibulakan Atas, Cekungan Jawa Barat Utara Dan Formasi Gumai, Sub-Cekungan Jambi Rian Cahya Rohmana; Jarot Setyowiyoto; Salahuddin Husein; Yosse Indra
Prosiding TAU SNARS-TEK Seminar Nasional Rekayasa dan Teknologi Vol. 1 No. 1 (2019): Prosiding TAU SNAR-TEK Seminar Nasional Rekayasa dan Teknologi 2019
Publisher : Fakultas Teknik dan Teknologi - TANRI ABENG UNIVERSITY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Zona reservoar hidrokarbon produktif yang memiliki nilai resistivitas rendah, kurang diperhatikan pada awal eksplorasi akan menjadi pembahasan dalam penelitian ini. Identifikasi reservoar resistivitas rendah akan dilakukan di Formasi Cibulakan Atas, Cekungan Jawa Barat Utara dan di Formasi Gumai, Sub-Cekungan Jambi. Dipilihnya kedua formasi karna petroleum system pada msaing-masing cekungan terbukti bekerja dengan baik. Dilihat dari faktor geologi, umur kedua formasi relatif sama, terbentuk pada Miosen Awal hingga Miosen Tengah. Litologi penyusun pada kedua formasi yakni batuan sedimen silisiklastik serta sisipan batugamping dengan lingkungan pengendapan adalah laut dangkal. Kedua formasi ini terbentuk di cekungan pada saat post-rift (sag basin). Identifikasi zona reservoar yang memiliki nilai resistivitas rendah dilakukan pada Sumur RCR-1, RCR-2 dan RCR-3 pada Formasi Cibulakan Atas dan Sumur RCR-4, RCR-5 dan RCR-6 pada Formasi Gumai. Identifikasi zona reservoar resistivitas rendah dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan data well log, mud log dan didukung data drill stem test (DST). Hasil identifikasi didapatkan dua zona potensial reserovar resistivitas rendah dimasing-masing sumur pada Formasi Cibulakan Atas. Pada sumur di Formasi Gumai, didapatkan empat zona potensial di sumur RCR-4, dua zona potensial di sumur RCR-5 dan RCR-6. Berdasarkan identifikasi ini, dapat disimpulkan bahwa kedua formasi menyimpan potensi reservoar hidrokarbon resistivitas rendah yang dapat diproduksi.
Model Pengendapan Reservoar Gita Interval 34-1, Formasi Talangakar, Lapangan Widuri, Cekungan Asri heryanti - efendi; DONATUS HENDRA AMIJAYA; JAROT SETYOWIYOTO
Bulletin of Geology Vol 2 No 2 (2018): Bulletin of Geology
Publisher : Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB), Institut Teknologi Bandung (ITB)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/bull.geol.2018.2.2.1

Abstract

Interval 34-1 is the third largest reservoir in Widuri Field, Asri Basin with cumulative production reaching 11 Million Metric Barrels of Oil (MMBO) from Original Oil in Place (OOIP) 31 MMBO. At Interval 34-1, Gita Reservoir, Talangakar Formation, Widuri Field, no thorough facies analysis has been performed on this sandstone reservoir. This research was conducted to find out lithology facies of research area and how to correlate lithology facies with deposition system. The reservoir deposition model in this research will be built through the understanding of lithology facies and settling system so that geology is expected to be close to the actual condition. The data used in this study are core rock analysis data from three wells with a total length of 485 feet, well log data from 7 production wells and 1 exploratory well, petrography and XRD data, biostratigraphy and paleobathymetry data, and map of seismic attribute of acoustic impendance. The first step is to identify the lithofasies and facies associations for the association of the depositional environment. The sandstone reservoir Gita Interval 34-1 is interpreted to consist of four facies associations namely; estuarine point bar, shallow marine, marsh/swamp, and intertidal flat. The second stage is to correlate the well log data stratigraphy to map the facies overlays horizontally. The third step is to integrate secondary data in the form of seismic attribute maps with log correlation and facies association analysis to predict the deposition model of each cycle adjacent to Interval 34-1. Reservoir deposition model Gita Interval 34-1 at the bottom develops supratidal marsh/swamp. Subsequent transgression phases resulted in the deposition of shallow marine deposits, followed by estuary channel deposits in subsequent regression periods. Subsequent transgression produces intertidal flat deposit, followed by shallow marine deposits in subsequent transgression periods. Keywords: Asri Basin, facies, facies associations, depositional model