Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Determinan Kejadian Anemia Pada Balita Di Indonesia Sri Poedji Hastoety; Nuzuliyati Nurhidayati; Yudi Kristanto
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 32 No 1 (2022)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/mpk.v32i1.5360

Abstract

The prevalence of anemia in children under five tends to increase from year to year. The impact onmortality and the quality of human resources in the future due to the incidence of anemia, encourages thegovernment to carry out more optimal handling. There are many factors that cause the high prevalence ofanemia in children under five, this article aims to find the determinants associated with anemia in childrenunder five in Indonesia. The preparation of this article uses data from the integration of Riskesdas 2018 andSusenas in March 2018. The samples in this analysis are children under five who are the samples ofSusenas and Riskesdas. Sampling was carried out using the PPS method using Two-Stage SystematicSampling. To find out the determinants related to the incidence of anemia in children under five, BinaryLogistics Regression was used, unadjusted and adjusted. Unadjusted sees the relationship of eachindependent variable to the dependent variable without being influenced by other variables, while adjustedsees the relationship of all independent variables to the dependent variable simultaneously. The results ofthe analysis showed that the prevalence of anemia in children under five was 40.4%, unadjusted, thedeterminants related to anemia were the children under five, the number of household members (ART) andthe economic status of the family, while from the adjusted analysis the influential determinants were thechild's age and economic status. family. Determinants in the age group of children and economic status,both unadjusted and adjusted, have the same pattern, age groups are easier to have a higher risk ofdeveloping anemia compared to the older group, as well as based on family economic status, familyeconomy has a protective relationship to the incidence of anemia in children. children under five, familieswith better economic conditions, can prevent anemia in children under five. Efforts that can be made toreduce the incidence of anemia in children under five in Indonesia include reducing the incidence of anemiain pregnant women in order to reduce the incidence of anemia in children under 24 months. To overcomethis problem, there is counseling about the importance of consuming high-protein foods for children underfive, either in posyandu or other health service facilities, either actively (through face-to-face counseling) orthrough indirect counseling (through posters or leaflets). Abstrak Prevalensi anemia anak balita cenderung menunjukan kenaikan dari tahun ke tahun. Dampak terhadap kematian dan kualitas sumber daya manusia dimasa mendatang akibat kejadian anemia, mendorong pemerintah untuk melakukan penanganan yang lebih optimal. Ada banyak faktor yang menyebabkan tingginya prevalensi anemia pada anak balita, artikel ini bertujuan mencari determinan yang behubungan dengan anemia pada balita di Indonesia. Penyusunan artikel ini menggunakan data integrasi Riskedas 2018 dan Susenas bulan maret 2018. Sampel dalam analisis ini adalah anak balita yang menjadi sampel susenas dan riskesdas. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode PPS menggunakan Two-Stage Systematic Sampling. Untuk mengetahui determinan yang berhubungan dengan kejadian anemia pada anak balita digunakan Regresi Logistics Binary, secara unadjusted dan adjusted. Unadjusted melihat keterkaitan masing-masing variabel independen terhadap dependen variabel tanpa dipengaruhi variabel lain, sedangkan adjusted melihat keterkaitan seluruh variabel independen terhadap dependen variabel secara bersamaan. Hasil analisis di dapatkan prevalensi anak balita anemia 40,4%, secara unadjusted diperoleh determinan yang berhubungan dengan anemia adalah usia balita, jumlah anggota rumah tangga (ART) dan status ekonomi keluarga, sedangkan dari analisis adjusted determinan yang berpengaruh adalah usia anak dan status ekonomi keluarga. Determinan pada kelompok usia anak dan status ekonomi baik secara unadjusted maupun adjusted mempunyai pola yang sama kelompok usia lebih muda mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami anemia dibandingkan dengan kelompok lebih tua, begitu pula berdasarkan status ekonomi keluarga, ekonomi keluarga mempunyai hubungan protektif terhadap kejadian anemia pada anak balita, keluarga dengan ekonomi lebih baik, dapat mencegah terjadinya anemia pada anak balita. Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan kejadian anemia pada anak balita di Indonesia diantaranya dengan menurunkan kejadian anemia pada ibu hamil agar dapat menurunkan kejadian anemia anak dibawah 24 bulan. Untuk mengatasi permasalahan tesebut penyuluhan tentang pentingnya mengonsumsi makanan tinggi protein bagi anak balita baik di posyandu ataupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya baik secara aktif (melalui penyuluhan tatap muka) atau melalui penyuluhan tidak langsung (melalui poster ataupun leaflet).
SOSIODEMOGRAFI STUNTING PADA BALITA DI INDONESIA Sudikno sudikno; Yekti Widodo; Irlina Raswanti Irawan; Doddy Izwardy; Vivi Setiawaty; Budi Setyawati; Yunita Diana Sari; Dyah Santi Puspitasari; Feri Ahmadi; Rika Rachmawati; Amalia Safitri; Nurilah Amaliah; Prisca Petty Arfines; Bunga Christitha Rosha; Aditianti Aditianti; Elisa Diana Julianti; Joko Pambudi; Nuzuliyati Nurhidayati; Febriani Febriani
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) Vol. 44 No. 2 (2021): PGM VOL 44 NO 2 TAHUN 2021
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v44i2.4953

Abstract

ABSTRACT The problem of stunting in children under five (0-59 months) is still a public health problem, especially in developing countries. This study aims to measure the prevalence of stunting and determine its sociodemography risk factors in Indonesia. This study was a nationwide survey in 514 districts consisting of 32,000 census blocks (320,000 households). The study design was cross-sectional. The population of this study was all families of children under five in all districts in Indonesia. The sample was households with children under five which were visited by Susenas (National Sociodemographic Survey) in March 2019. The data collected were the length/height of children under-five of age, gender, age (months), region (rural and urban), all provinces which were divided into 7 regions. (Java-Bali, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua), and diarrhea. The results showed that the prevalence of stunting in children under five (0-59 months) was 27.6 percent. Multivariate regression analysis showed that children 12 month old and older, living in rural areas (AOR=1,444; 95% CI: 1,442-1,447), in the Nusa Tenggara region (AOR=1,874; 95% CI: 1,866-1,882), and suffering from diarrhea (AOR=1,409; 95%CI: 1,401-1,417) were more at risk of becoming stunted. ABSTRAK Masalah stunting pada balita (0-59 bulan) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi stunting dan faktor risiko stunting menurut sosiodemografi di Indonesia. Penelitian ini merupakan survei nasional di 514 kabupaten/kota yang terdiri dari 32.000 blok sensus (320.000 rumah tangga). Desain penelitian adalah cross-sectional. Populasi dari penelitian ini adalah semua keluarga balita yang ada di seluruh kabupaten/ kota di Indonesia. Sampel adalah rumah tangga yang memiliki balita yang dikunjungi oleh Susenas Maret 2019. Data yang dikumpulkan adalah panjang/tinggi badan balita, jenis kelamin, umur (bulan), wilayah (perdesaan dan perkotaan), provinsi yang dibagi dalam 7 wilayah (Jawa bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua), dan penyakit diare pada balita. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi stunting pada balita (0-59 bulan) sebesar 27,6 persen. Analisis regresi multivariate menunjukkan bahwa balita yang berumur lebih dari 11 bulan, tinggal di perdesaan (AOR=1,444; 95% CI: 1,442-1,447), wilayah Nusa Tenggara (AOR=1,874; 95% CI: 1,866-1,882) dan yang menderita diare (AOR=1,409; 95%CI: 1,401-1,417) lebih berisiko untuk menjadi stunting. [Penel Gizi Makan 2021, 44(1):71-78]
FAKTOR DETERMINAN BALITA STUNTING PADA DESA LOKUS DAN NON LOKUS DI 13 KABUPATEN LOKUS STUNTING DI INDONESIA TAHUN 2019 Yurista Permanasari; Ika Saptarini; Nurilah Amalia; aditianti aditianti; Amalia Safitri; Nuzuliyati Nurhidayati; Yunita Diana Sari; Prisca Pretty Arfines; Irlina R. Irawan; Dyah Santi Puspitasari; Febriani Syahrul; Budi Setyawati; Rika Rachmawati; Elisa Diana Julianti; Rika Rachmalina; Andi Susilawati; Novianti Sihombing; Sisca Dwi Kumlasari
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) Vol. 44 No. 2 (2021): PGM VOL 44 NO 2 TAHUN 2021
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v44i2.5665

Abstract

ABSTRACT The implementation of government policies in stunting prevention has been carried out from the central level to the village level. The Ministry of Home Affairs annually establishes stunting locus villages in 34 provinces. At the stunting locus village, sensitive and specific interventions were carried out. Many factors influence the prevalence of stunting. This study aims to determine the determinants of stunting in locus and non-locus villages in 13 stunting locus districts in Indonesia. This study was a quantitative study with a cross-sectional design. The study was conducted in 13 districts of stunting locus. Each district was chosen one sub-district which was then selected one locus of stunting village and one village of non locus. In each village 90 children were selected. Data analysis was carried out univariate, bivariate, and multivariate with logistic regression test to see the relationship between independent and dependent variables after being controlled by several variables. The results showed that 20 percent lower chance of stunting in locus villages than non locus villages. Toddlers who are breastfed for more than 24 months have a 1.7 times risk of becoming stunted. Toddlers who do not do early initiation of breastfeeding have a 1.5 times risk of becoming stunted compared to toddlers who do early initiation of breastfeeding. High maternal education can prevent stunting 2 times compared to mothers with low education. The selection of stunting locus villages affects the prevalence of stunting. In addition, several determinant factors influence the incidence of stunting, namely the sex of the child, the duration of breastfeeding more than 24 months, the child's age, early initiation of breastfeeding, growth monitoring, the mother's age and the mother's education. ABSTRAK Implementasi kebijakan pemerintah dalam pencegahan stunting telah dilaksanakan mulai dari tingkat pusat sampai tingkat desa. Kementerian Dalam Negeri setiap tahun menetapkan desa lokus stunting di 34 provinsi. Pada desa lokus stunting dilakukan intervensi sensitif dan spesifik. Banyak faktor yang mempengaruhi prevalensi stunting. Studi ini bertujuan untuk mengetahui faktor determinan kejadian stunting pada desa lokus dan non lokus di 13 kabupaten lokus stunting di Indonesia. Studi ini merupakan studi kuantitatif dengan desain potong lintang. Penelitian dilakukan di 13 Kabupaten lokus stunting, setiap kabupaten dipilih satu kecamatan yang kemudian dipilih satu desa lokus stunting dan satu desa non lokus. Pada setiap desa dipilih 90 balita. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat, dan multivariat dengan uji regresi logistik untuk melihat hubungan variabel bebas dan terikat setelah dikontrol oleh beberapa variabel. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa peluang terjadinya stunting 20 persen lebih rendah di desa lokus dibanding desa non lokus. Balita yang mendapatkan ASI lebih dari 24 bulan berisiko 1,7 kali menjadi stunting. Balita yang tidak melakukan inisiasi menyusui dini (IMD) berisiko 1,5 kali menjadi stunting dibandingkan dengan balita yang melakukan IMD. Pendidikan ibu yang tinggi dapat mencegah kejadian stunting 2 kali dibandingkan ibu berpendidikan rendah. Pemilihan desa lokus stunting memengaruhi kejadian stunting. Selain itu, terdapat beberapa faktor determinan yang memengaruhi kejadian stunting yaitu jenis kelamin anak, durasi menyusui ASi lebih dari 24 bulan, usia anak, IMD, pemantauan pertumbuhuan, umur ibu dan pendidikan ibu. [Penel Gizi Makan 2021, 44(2):79-92]
FAKTOR RISIKO UNDERWEIGHT PADA BALITA DI PERKOTAAN DAN PERDESAAN INDONESIA [ANALISIS DATA STUDI STATUS GIZI BALITA INDONESIA 2019] Irlina Raswanti Irawan; Sudikno Sudikno; Elisa Diana Julianti; Nuzuliyati Nurhidayati; Rika Rachmawati; Yunita Diana Sari; Herianti Herianti
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) Vol. 45 No. 1 (2022): PGM VOL 45 NO 1 TAHUN 2022
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v45i1.6041

Abstract

ABSTRACT The problem of underweight needs special attention because is the beginning of chronic nutritional problems such as stunting, it even can lead to death. This study aims to identify risk factors for underweight in children aged 0-59 months in urban and rural Indonesia. Using data from the 2019 Under-five child Nutritional Status Study with a cross-sectional design with a sample of 84,819 toddlers. The highest proportion of underweight children aged 24-35 months (18.9%) and 36-47 months (18.2%), male (17.6%), living in rural areas (18.8%) from the Nusa Tenggara region (26.4%) and had a history of diarrhoeal disease (19.7%). The results of multivariate analysis showed, risk of underweight among children who lived in urban and rural areas was almost the same, which is from the age group 24-35 months (AOR=2.19; 95% CI=1.93-2.50) and (AOR=1.99; 95%CI=1.76–2.26); male (AOR=1.18; 95%CI=1.66–2.15) and (AOR=1.18; 95%CI=1.12-1.24); from the Nusa Tenggara region (AOR =1.89; 95%CI = 1.66-2.15) and (AOR=2.05; 95%CI=1.87-2.26) but children under five in rural areas have extra risk which was a history of diarrhoeal disease (AOR=1.37; 95%CI=1.18-1.58). The risk factors for underweight in under-five children in urban and rural areas are in the age of 24-35 months, male and from the Nusa Tenggara region. The difference is the history of diarrhoeal disease in rural areas. A history of suffering from diarrhoea increases the risk of underweight in children. It is necessary to increase knowledge related to the nutritional needs of children and explore the main causes of nutritional problems based on regional conditions. Keywords: underweight, under-five children, urban and rural ABSTRAK Masalah underweight perlu mendapatkan perhatian khusus karena berat badan kurang (gizi kurang/ buruk) merupakan permulaan masalah gizi kronis seperti pendek (stunted) bahkan jika dibiarkan dapat menyebabkan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor risiko underweight pada balita usia 0-59 bulan di perkotaan dan perdesaan Indonesia. Menggunakan data hasil Studi Status Gizi Balita Tahun 2019 dengan desain potong lintang pada balita usia 0 – 59 bulan di Indonesia dengan jumlah sampel 84.819 balita. Proporsi balita yang mengalami underweight terbanyak pada kelompok umur 24-35 bulan (18,9%) dan 36-47 bulan (18,2%), laki-laki (17,6%), tinggal di perdesaan (18,8%) berasal dari regional Nusa Tenggara (26,4%) dan memiliki riwayat penyakit diare (19,7%). Hasil analisis multivariat menunjukkan risiko underweight pada balita yang tinggal di perkotaan dan perdesaan relatif sama yaitu dari kelompok umur 24 – 35 bulan (AOR= 2,19; 95%CI= 1,93-2,50) dan (AOR= 1,99; 95%CI= 1,76 – 2,26); laki-laki (AOR= 1,18; 95%CI= 1,66 – 2,15) dan (AOR= 1,18; 95%CI = 1,12-1,24); dari regional Nusa Tenggara (AOR= 1,89; 95%CI= 1,66 - 2,15) dan (AOR= 2,05; 95%CI= 1,87 – 2,26) tetapi balita di wilayah perdesaan memiliki faktor risiko tambahan yaitu riwayat penyakit diare (AOR= 1,37; 95%CI= 1,18 - 1,58). Faktor risiko underweight pada balita di perkotaan dan perdesaan yaitu berada pada kelompok umur 24 – 35 bulan, laki-laki dan dari regional Nusa Tenggara. Yang menjadi perbedaan adalah riwayat penyakit diare balita di perdesaan. Riwayat menderita diare meningkatkan risiko underweight pada balita yang tinggal di wilayah perdesaan. Peningkatan pengetahuan terkait kebutuhan gizi pada balita dan penggalian penyebab utama masalah gizi berdasarkan kondisi wilayah perlu dilakukan. [Penel Gizi Makan 2022, 45(1):47-58]