Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Externality of Economic Diplomacy in Indonesia: Case Study of Investment within Palm Plantation Sector Pattinussa, Jhon Maxwell Yosua; Tambunan, Edwin M.B.
Global Strategis Vol. 17 No. 1 (2023): Global Strategis
Publisher : Department of International Relations, Faculty of Social and Political Science, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jgs.17.1.2023.1-32

Abstract

The rapid global trade has made the role of economic diplomacy becoming more significant for Indonesia. However, as international cooperation strengthened and investment flows increased following the success of economic diplomacy, externality towards the environment also appeared. By using green political theory as a theoretical basis, this article reveals how Indonesia's economic diplomacy has overlooked environmental considerations and harmed the nature. This article uses an analytical framework highlighting commercial policy, assets as bargains, and laws governing business to examine the oil palm plantation case in Boven Digoel, Papua. Based on secondary data obtained from relevant literature and primary data collected through interviews, this research finds that the reliance of Indonesia's economic diplomacy on commercial paper UU PMA 1967 (the 1967 Foreign Investment Law), forest assets offered as bargaining chips, and laws governing business as stated in PP.33/Menhut/2010 has resulted on the state's neglect of nature protection. Keywords: Economic Diplomacy, Externalities, Green Political Theory, Natural Resources, Commercial Policy.   Meningkatnya perdagangan global menyebabkan diplomasi ekonomi semakin penting bagi Indonesia. Namun, arus investasi dan menguatnya kerja sama internasional sebagai hasil dari diplomasi ekonomi ternyata menimbulkan eskternalitas terhadap lingkungan. Dengan menggunakan teori politik hijau sebagai landasan teori, tulisan ini mengungkap bahwa diplomasi ekonomi yang tidak mempertimbangkan aspek lingkungan menyebabkan kerusakan alam. Artikel ini menggunakan kerangka analisis yang menyoroti commercial policy, assets as bargain, dan hukum yang mengatur bisnis untuk menelaah kasus perkebunan kelapa sawit di Boven Digoel, Papua. Analisis dikembangkan secara kualitatif berdasarkan data sekunder yang didapat dari berbagai sumber kepustakaan yang relevan dan data primer yang dikumpulkan melalui wawancara penelitian ini menemukan bahwa dalam praktiknya diplomasi ekonomi mengabaikan kepentingan lingkungan. UU PMA 1967, aset yang ditawarkan, dan PP.33/Menhut/2010 merupakan bentuk dari pengabaian pemerintah terhadap perlindungan alam. Kata-kata Kunci: Diplomasi Ekonomi, Eksternalitas, Teori Politik Hijau, Sumber Daya Alam, Kebijakan Komersial.
PENGEMBANGAN WAWASAN SENSITIVITAS KONFLIK BAGI PEMERINTAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT Tambunan, Edwin M.B.; Jemaduu, Aleksius; Nasution, Elyzabeth Bonethe; Lung, Firman Daud Lenjau
Prosiding Konferensi Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat dan Corporate Social Responsibility (PKM-CSR) Vol 7 (2024): PKMCSR2024: Kolaborasi Hexahelix dalam Optimalisasi Potensi Pariwisata di Indonesia: A
Publisher : Asosiasi Sinergi Pengabdi dan Pemberdaya Indonesia (ASPPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37695/pkmcsr.v7i0.2327

Abstract

Salah satu tanggung jawab dari penyelenggara negara, khususnya di lingkungan eksekutif dan legislatif, adalah merumuskan kebijakan publik. Bagi pemerintah, kebijakan publik merupakan instrumen dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, sedangkan bagi masyarakat, kebijakan publik adalah jaminan untuk mengakses hak politik, ekonomi, sosial, dan hukum sebagai warga negara. Salah satu indikator kebijakan publik yang baik adalah apabila kebijakan tersebut dapat diimplementasikan tanpa penolakan dari masyarakat, baik berupa perdebatan, demonstrasi, bahkan konflik. Peluang penolakan sebuah kebijakan publik semakin tinggi di daerah dengan keragaman suku, agama, dan ras yang berlapis dengan perbedaan status sosial ekonomi. Risiko konflik semakin besar jika daerah tersebut menjadi daerah terbuka bagi pendatang sehubungan dengan pengembangan industri pariwisata, seperti Labuan Bajo, di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Untuk itulah Lokakarya Pengembangan Wawasan Sensitivitas Konflik dilaksanakan dengan menargetkan penyelenggara Kabupaten Manggarai Barat. Kegiatan berlangsung pada Jumat, 1 Maret 2024, bertempat di Kantor Bupati Manggarai Barat, dan dihadiri Wakil Bupati Manggarai Barat beserta perwakilan Perangkat Daerah. Pada lokakarya, peserta mendapat pemahaman mengenai potensi konflik di Kabupaten Manggarai Barat, wawasan konflik dan perdamaian, serta wawasan sensitivitas konflik. Hasil lokalarya kemudian diukur pada sesi praktik di mana para peserta berhasil mengaplikasikan pemahamannya pada tiga studi kasus yang disediakan berkisar perumusan kebijakan publik.
PEMERIKSAAN TOKSIKOLOGI FORENSIK DALAM KASUS KERACUNAN GAS HIDROGEN SULFIDA ; STUDI PUSTAKA Tambunan, Edwin; Yudianto, Ahmad
Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia Vol 3 No 1 (2021): Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Toksikologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang racun, yang semakin maju seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kasus keracunan memang jarang terjadi, namun perlu mendapat perhatian khususnya oleh dokter forensik. Keracunan yang jarang terjadi dalam praktek forensik diantaranya adalah keracunan gas hidrogen sulfida (H2S). H2S adalah gas yang tidak berwarna, bau menyengat seperti telur busuk, mudah terbakar dan bersifat eksplosif. H2S banyak ditemukan di peternakan dan pabrik. Pernah dilaporkan peningkatan kasus bunuh diri menggunakan gas H2S terjadi di Amerika Serikat. Pada tingkat rendah gas H2S hanya mengiritasi konjuntiva, sklera dan saluran nafas bagian atas, sedangkan pada tingkat yang lebih tinggi (1000-2000 ppm) dapat menyebabkan kematian yang cepat. Studi tinjauan pustaka ini menunjukkan temuan yang tidak spesifik dari otopsi kasus keracunan H2S, diantaranya perubahan warna menjadi kehijauan pada gray matter otak. Dari hasil uji toksikologi pada keracunan gas H2S, didapatkan kadar tiosulfat yang tinggi dalam darah.