Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Hubungan Tipe Tumor dengan Tumor Cachexia Syndrome pada Anak Maria Mexitalia; Hesti Kartika Sari; Bambang Sudarmanto
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 1 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (247.729 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i1.38

Abstract

Latar Belakang : Tumor cachexia syndrome (TCS) terjadi pada 24% keganasan stadium awal dan lebih dari 80% pada stadium akhir akan mempengaruhi tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit. TCS didefinisikan sebagai keadaan anoreksia, penurunan berat badan progresif, proteolisis, penurunan massa otot dan jaringan adiposa. Kejadian TCS sering dihubungkan dengan tipe tumor, dimana pada tumor padat lebih sering terjadi TCS dibanding keganasan darah (leukemia). Tujuan penelitian ini adalah membuktikan hubungan antara kejadian TCS dengan tipe tumor Metode : Desain kohort retrospektif berdasarkan catatan medik penderita keganasan pada anak yang dirawat di RSUP Dr.Kariadi Semarang pada bulan Januari 2007-Juni 2010. Kriteria inklusi adalah data rekam medis meliputi umur, antropometri (berat badan, panjang badan, lingkar lengan atas / LiLA), tipe tumor dan kadar albumin. Analisis statistik menggunakan kai kuadrat. Hasil : Dari 351 rekam medik, hanya 79 data yang lengkap, 46 dengan leukemia, 33 anak dengan tumor solid. Dari 46 anak dengan leukemia, 52,2% hipoalbuminemia dan 45,7% mempunyai LiLA dibawah standar. Sedangkan 33 anak dengan tumor solid 57,6% hipoalbuminemia, dan 51,5% mempunyai LiLA <-2SD. TCS didapatkan pada 62,5% leukemia dan 66,7% tumor solid. Tidak ada hubungan antara tipe tumor dengan kakeksia, hipoalbuminemia, LiLA di bawah standar, dan tumor cachexia syndrome. Kesimpulan : Prevalensi tumor chachexia syndrome pada leukemia sebesar 65,2% dan tumor solid sebesar 66,7%. Tidak ada hubungan antara tipe tumor dengan tumor cachexia syndrome. Kata kunci : Tumor chachexia syndrome, leukemia, tumor padat, anak
Management of Obstructive Sleep Apnea Syndrome in Obese Children Vina Rosalina; Maria Mexitalia; Dwi Wastoro
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 3 (2013): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (225.826 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i3.74

Abstract

Background : Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) is strongly associated with obesity. The common presenting complaints are excessive daytime sleepiness and loud snoring which potential for significant comorbidity of metabolic syndrome and decreasing in quality of life. Case : An 11-year-old obese boy was refereed to Dr. Kariadi Hospital with complaints of fatique and frontal headache. His mother reported the loud snoring, apneic events during the night, excessive daytime sleepiness, increased irritability, and difficulty of school learning. Imaging studies showed cardiomegaly, adenoidal/nasopharyngeal ratio 0.714; opaque mass on cervical and airway space narrowing. Tympanometric audiogram showed mild right conductive hearing loss. The patient was diagnosed with OSAS, chronic and hypertrophic adenotonsillitis, severe hypertension, dilated right ventricle, right conductive hearing loss, obesity. The boy was undergone adenotonsillectomy and management of weight lossed. Antihipertensive and other supportive medication were given and good results. Discussion : The recommended initial treatment, even in obese children, consists of surgical removal of the adenoids and tonsils.5,6 Several studies have shown that adenotonsillectomy reverses the symptoms and confirm the beneficial effects for OSAS on children's growth, school performance, improvements in PSG, behavior, QoL and cardiac function. The success rate for adenotonsillectomy in the context of OSA was approximately 85%. Conclusion : Adenotonsillectomy and weight reduction is considered to be the primary intervention for OSAS children. Because the case had also severe hypertension, antihypertensive and other supportive medicine were give and had a good result. Keywords : OSAS, obesity, children, adenotonsillectomy
Faktor Risiko Hiperbilirubinemia pada Neonatus Rizky Putri; Maria Mexitalia; Arsita Rini; Endang Sulistyowati
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 2 No. 2 (2014): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (221.42 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v2i2.101

Abstract

Latar belakang : Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir yang dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis. Penyebab hiperbilirubinemia adalah multifaktorial yaitu faktor ibu, bayi atau lingkungan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan beberapa faktor seperti pemberian ASI, ketuban pecah dini, infeksi pada ibu dan air ketuban keruh sebagai risiko hiperbilirubinemia pada neonatus aterm yang vigorous(bugar)
Hubungan Kadar Lipid Darah dan hsCRP pada Anak Obesita Anindita Soetadji; Agustini Utari; Rina Pratiwi; Maria Mexitalia; Hertanto W Subagjo
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 2 No. 3 (2014): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36408/mhjcm.v2i3.190

Abstract

Latar belakang : Obesitas telah menjadi epidemi global karena prevalensi dan komplikasinya baik pada anak maupun dewasa. Meskipun aterosklerosis telah diketahui dimulai pada masa anak, tetapi sampai sekarang belum ada penanda aterosklerosis dini khususnya pada anak. Tujuan penelitian ini adalah mencari hubungan antara kadar lipid darah dengan hsCRP sebagai penanda dini aterosklerosis pada anak. Metode : Desain penelitian adalah belah lintang. Tempat penelitan di SMP Domenico Savio, salah satu SMP di Semarang, yang telah diketahui tinggi angka obesitasnya. Dinilai indeks massa tubuh (IMT) dan persentase lemak tubuh pada murid usia 12-14 tahun, serta kadar lipid darah (kolesterol total, LDL, HDL serta trigliserida) dari darah puasa. Sampel dipilih secara acak, dihitung dengan rumus untuk uji korelasi, dibutuhkan sampel 35 anak obesitas, dan diambil 35 anak normal sebagai pembanding, maka total subyek penelitian minimal adalah 70 orang. Hasil : Terdapat perbedaan kadar trigliserid (95%CI;0,13-0,26) dan hsCRP (95%CI;0,37-0,87) pada kelompok obesitas dan kontrol. Pada seluruh subyek, hsCRP berhubungan sedang dengan IMT (r=0,445;p< 0,05) dan persen lemak tubuh (r=0,44;p<0,05) serta hubungan lemah antara kadar HDL dan hsCRP (r=-0,227; p<0,05). Simpulan : Kadar hsCRP akan meningkat bila terjadi peningkatan IMT dan persentase lemak tubuh, sedangkan kadar HDL kolesterol bersifat protektif terhadap peningkatan hsCRP
Pengaruh Pemberian Asi Eksklusif dan Non Eksklusif terhadap Mental Emosional Anak Usia 3-4 Tahun Any Setyarini; Maria Mexitalia; Ani Margawati
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 3 No. 1 (2015): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (242.483 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v3i1.207

Abstract

Latar belakang : Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik yang mengandung semua unsur zat gizi yang dibutuhkan bayi usia 0-6 bulan. ASI dapat mempengaruhi tumbuh kembang bayi, termasuk perkembangan mental emosional melalui kelekatan yang terbentuk lewat menyusui. Kelekatan yang kurang antara ibu dan bayi dapat menyebabkan timbulnya gangguan mental emosional yang berpengaruh terhadap perkembangan anak pada tahap selanjutnya. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif terhadap mental emosional anak usia 3-4 tahun serta menganalisis variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap mental emosional anak usia 3–4 tahun. Metode : Jenis penelitian ini adalah observasional analitik, dengan pendekatan cross sectional. Subjek sebanyak 84 anak usia 3-4 tahun yang berada di wilayah kerja puskesmas Kecamatan Banyumanik Semarang, diambil dengan metode purposive sampling dan dikelompokkan berdasarkan konsumsi ASI anak, ASI eksklusif dan ASI non eksklusif. Data penelitian diperoleh melalui wawancara dengan ibu responden menggunakan kuesioner pemberian ASI dan kuesioner skrining masalah mental mental emosional anak menggunakan SDQ (Strenght and difficulties quotionnare). Analisis data menggunakan uji Chi–Square dan regresi logistik. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang mengkonsumsi ASI eksklusif sebagian besar (76,2%) tidak memiliki masalah mental emosional, sedangkan anak yang tidak mengkonsumsi ASI eksklusif cenderung memiliki masalah mental emosional (64,3%). Ada hubungan riwayat pemberian ASI (p=0,001), pengetahuan ibu (p=0,001), sikap ibu (p=0,001) dan tingkat pendidikan ibu (p=0,029) terhadap mental emosional anak. Riwayat pemberian ASI merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap mental emosional anak setelah dikontrol oleh pengetahuan ibu, sikap ibu, tingkat pendidikan ibu, dan berat badan lahir anak. Simpulan : Riwayat pemberian ASI, pengetahuan ibu, sikap ibu, dan tingkat pendidikan ibu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap mental emosional anak
Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Perkembangan Ketrampilan Makan Bayi Usia 6-12 Bulan Budi Nurcahyani; Maria Mexitalia; J Susanto; M Sakundarno
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 3 No. 2 (2015): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (263.192 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v3i2.218

Abstract

Latar belakang : Walaupun WHO tahun 2001 telah mengeluarkan deklarasi tentang ASI eksklusif sampai bayi usia 6 bulan, tetapi sebagian besar bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif. Ketrampilan makan bayi yang diawali dengan belajar menyusu ibu, secara bertahap diikuti dengan belajar mengkonsumsi berbagai jenis makanan pendamping ASI dan selanjutnya beraneka ragam makan lain yang biasa dikonsumsi oleh anak yang lebih besar atau orang dewasa. Perkembangan motorik kasar, motorik halus, motorik oral, merupakan dasar penilaian ketrampilan makan dan pemberian makanan tambahan pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan ketrampilan makan pada bayi. Metode : Desain penelitian ini adalah longitudinal prospektif dengan subyek bayi usia 6 -2 bulan di Kelurahan Sendangguwo, Kecamatan Tembalang-Semarang. Subyek penelitian terdiri dari 69 bayi. Diikuti lama pemberian ASI eksklusif, cara pemberian makan, jenis makanan yang diberikan. Kemudian dinilai perkembangan motorik oral, motorik kasar, motorik halus dan ketrampilan makan setiap bulan sampai anak usia 12 bulan. Hasil : Dari total sampel 69 bayi, terdapat 23 bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama 4 bulan dan 46 bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. Rerata pemberian ASI eksklusif selama 2,31 bulan. Pemberian ASI eksklusif paling lama pada ibu dengan pendidikan sedang. Perkembangan motorik kasar, motorik halus, motorik oral pada penelitian ini memiliki kisaran umur yang luas. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok bayi yang mendapat ASI eksklusif 4 bulan dan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif dengan perkembangan ketrampilan makan pada bayi usia 6 bulan, 9 bulan dan 12 bulan. Pada usia 12 bulan didapatkan semua bayi mempunyai ketrampilan makan sesuai umur. Simpulan : Tidak ada perbedaan yang bermakna pada perkembangan ketrampilan makan antara kelompok bayi yang mendaptkan ASI eksklusif 4 bulan dan kelompok bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif.
A Boy With Suspicion of Type V Glycogen Storage Disease Maria Mexitalia; Astri Pinilih
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 4 No. 2 (2017): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (327.99 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v4i2.324

Abstract

Latar belakang : Glycogen storage disease subtipe V (GSD-V; penyakit McArdle; defisiensi miofosforilase; defisiensi fosforilase glikogen otot) disebabkan oleh mutasi pada gen fosforilase glikogen otot. Gejala klinis biasanya dimulai pada saat remaja awal dengan intoleransi latihan dan kekakuan otot. Mioglobinuria transien terjadi akibat rhabdomiolisis setelah latihan dan dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Kasus : Seorang anak laki-laki, usia 13 tahun dirujuk ke Rumah Sakit Dr.Kariadi dengan keluhan bengkak seluruh tubuh, urine berwarna hitam, demam, kaku pada jari-jari dan tidak dapat berjalan. Pemeriksaan fisik menunjukkan edema general, paraparese innferior, paralisis nervus fasialis dan pembesaran lien. MRI kepala dengan kontras menunjukkan lesi multipel di nukleus kaudatus dan putamen bilateral. Hasil histopatologi biopsi hepar adalah penyakit metabolik yang cenderung merupakan kelainan metabolism karbohidrat. Pembahasan :Hampir seluruh pasien dengan penyakit McArdle menunjukkan intoleransi latihan, seperti mudah lelah, nyeri otot, kontraktur dan mioglobinuria yang dipicu oleh latihan. Diagnosis definitif adalah berdasarkan pemeriksaan histokimiawi otot dengan tidak ditemukannya enzim fosoforilase otot. Penyakit McArdle tidak dapat disembuhkan dan tidak ada terapi khusus yang direkomendasikan. Simpulan : Pasien didiagnosis dengan kecurigaan glycogen storage disease tipe V.. Pasien mendapatkan terapi nutrisi suplementasi vitamin B6, vitamin B12 dan fisioterapi. Terdapat beberapa pemeriksaan yang belum dapat dilakukan selama perawatan, yaitu forearm ischemic exercise, evaluasi mioglobinuria, kreatinin kinase dan analisis genetika. Kata kunci : GSD tipe V, anak, penyakit metabolik
Hubungan antara status gizi dengan kekuatan genggaman tangan pada anak-anak di pedesaan Tri Sulistyarini; Aya Yoshimura; Moh. Syarofil Anam; Maria Mexitalia; Taro Yamauchi
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 4 No. 3 (2017): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (310.459 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v4i3.337

Abstract

Latar belakang: Anak-anak di daerah pedesaan memiliki status gizi lebih rendah dibanding anak-anak yang tinggal di daerah perkotaan, namun mereka tampak lebih aktif dan memiliki tingkat kesegaran jasmani lebih baik dibanding anak-anak perkotaan. Kekuatan genggaman tangan merupakan indikator kekuatan fisik secara keseluruhan, kekuatan tangan dan lengan dan merupakan indeks fungsional dari status gizi.Tujuan : Mencari hubungan antara status gizi dengan kekuatan genggaman tangan pada anak yang tinggal di pedesaan.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang yang dilakukan di SD dan SMP di Mlonggo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah pada tahun 2009. Kriteria inklusi adalah anak sekolah usia 7-15 tahun, sehat, tidak menderita penyakit kronik, kelainan tulang dan otot, asma yang diinduksi latihan. Berat badan, tinggi badan dan indeks masa tubuh (IMT) diukur dengan teknik standar. Kekuatan genggaman tangan diukur dengan handgrip dynamometer mekanik. Hubungan antara status gizi dengan kekuatan genggaman tangan dianalisis dengan korelasi Spearman.Hasil: Penelitian mengikutsertakan 80 anak laki-laki dan 80 anak perempuan usia 7-15 tahun. Kekuatan genggaman tangan tidak berbeda bermakna antara anak laki-laki dan perempuan (18,38 vs 17,21). Kekuatan genggaman tangan berkorelasi positif dengan usia (r = 0.768, p=0.000), dan status gizi, yaitu tinggi badan, berat badan dan IMT dengan koefisien korelasi masing-masing r = 0.842; 0.842 dan 0.638, p=0.000. Dari uji  regresi linear didapatkan bahwa variabel usia, berat badan dan IMT berpengaruh terhadap HGS (p < 0,05).Simpulan: Status gizi berkorelasi positif dengan kekuatan genggaman tangan pada anak di daerah pedesaan.Kata kunci: kekuatan genggaman tangan, status gizi, anak-anak
Korelasi antara Penambahan Berat Badan Janin dengan Asupan Protein Pada Kehamilan Trimester III Eva Martiana; Julian Dewantiningrum; Maria Mexitalia
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 5 No. 2 (2018): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (252.925 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v5i2.356

Abstract

Latar Belakang.Kehamilan merupakan periode penting dalam pembentukan kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang. Asupan protein akan meningkatkan transpot asam amino ke dalam plasenta. Asam amino, khususnya arginin akan meningkatkan vasodilator NO sehingga akan meningkatkan transfer nutrisi ke janin. Selain itu, asupan protein yang cukup akan merangsang sekresi IGF-1 yang akan mendukung pertumbuhan janin. Di sisi lain, asupan protein yang berlebihan pada awal kehamilan merupakan faktor risiko terjadinya obesitas pada masa kanak-kanak yang dapat berlanjut menjadi penyakit jantung koroner dan sindroma metabolik pada saat dewasa. Faktor metabolik dan neuroendokrin yang berperan sejak masa kehamilan ini dikenal sebagai metabolic programming. Oleh karea itu perlu dilakukan penelitian awal untuk mengetahui korelasi antara penambahan berat badan janin dengan asupan protein pada kehamilan trimester 3.Tujuan. Membuktikan korelasi antara intake protein pada kehamilan Trimester III dengan penambahan berat badan janin intrauterin.Metode.Penelitian ini adalahpenelitinanalitik observasional. Intake protein dinilai dengan metode food recallselama 24 jam dan dilakukan nutrisurvey untuk menilai kecukupan intake protein (cukup atau kurang). Penambahan berat badan janindinilai dengan menghitung selisih berat badan bayi saat lahir dengan berat janin pada usia kehamilan 30 – 34 mingguHasil.Sebanyak42subyek dilakukanfood recall untuk mengetahui kecukupan protein pada kehamilan trimester III. Sebanyak 27 orang telah bersalin dan dinilai korelasi antara kecukupan intake protein dan penambahan berat badan janin. Hasil analisa didapatkan korelasi positif dengan derajat sedang antara penambahan berat badan janin dengan kecukupan protein pada kehamilan trimester III (r 0,48 ;p 0,012). Kesimpulan.Kecukupan intake protein pada kehamilan trimester III mempunyai korelasi dengan penambahan berat badan janin.      Kata kunci. Kecukupan asupan protein, berat badan bayi, penambahan berat badan janin, food recall
High sensitivity C-reactive protein level in various manifestations of tuberculosis in children Radita Kusumaningrum; Moh Syarofil Anam; Dwi Wastoro Dadiyanto; Maria Mexitalia; Magdalena Sidhartani
Paediatrica Indonesiana Vol 61 No 5 (2021): September 2021
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/pi61.5.2021.253-60

Abstract

Background Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis. Of all TB patients, 40-50% are children. C-reactive protein (CRP) is produced during the inflammation process and is an indicator of active TB disease. High sensitivity CRP (hs-CRP) test has higher accuracy and sensitivity to detect CRP at lower levels. Objective To compare hs-CRP in children with TB infection, pulmonary TB, and extra-pulmonary TB. Methods This cross-sectional study of children with tuberculosis was conducted at Dr. Kariadi Hospital and the Semarang Community Health Center, Semarang, Central Java, from January 2020–February 2021. Inclusion criteria were patients aged 1–18 years with suspected TB (contact with adult TB patient or clinically suspected to have TB). Results From 95 study subjects, 19 had TB infection, 51 had pulmonary TB, and 25 had extra-pulmonary TB. There was a significant increase in hs-CRP level based on prolonged fever (P<0.001), enlarged lymph glands (P=0.004), joint swelling (P=0.006), low WHZ or BMI for age (P=0.048), positive bacteriological evidence (P<0.001), and negative/not done tuberculin skin test (P=0.001). There was a significant difference of hs-CRP level based on TB status, with the highest hs-CRP level in extra-pulmonary TB [14.3 mg/l (0.16–321.5)], followed by pulmonary TB [0.8 mg/l (0.3–129.1)], and TB infection [0.7 mg/l (0.3–20.2)]. The highest hs-CRP level for extra-pulmonary TB was found in abdominal TB [84.5 mg/l (0.6–321.5)]. Conclusion Children with extra-pulmonary TB have significantly higher hs-CRP than children with TB infection or pulmonary TB.