Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PEMETAAN ISOPHREATIC KONTUR UNTUK MENDUGA ARAH ALlRAN CEMARAN LINDI DI BAWAH PERMUKAAN TANAH (STUDI KASUS PADA TPA SAMPAH GALUGA) Teti Syahrulyati; Surjono H. Sutjahjo; Soedodo Hardjoamidjojo
Jurnal Keteknikan Pertanian Vol. 21 No. 3 (2007): Jurnal Keteknikan Pertanian
Publisher : PERTETA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19028/jtep.021.3.%p

Abstract

ABSTRACTThis research proposed to asses seepage flow pattern at TPA Geluga. Hydrogeology isophreatic contour could be used to asses seepeqe flow pottern. Mapping was based on weter table  elevation measurements In the areas. Isophreatic contour was made by inter polating several points measurements. Seepage flow pattern could be defined from isophreatic map. From isophreatic map there were 2 flow patterns at TPA Galuga: seepage flow pattern to North and sinked seepage flow pattern caused by it. The area was permanently polluted bymeans of leachate sinked seepage flow pattern  Keywords: seepage, leachate, isophreatic mapDiterima: 27 April 2007; Disetujui: 19 Agustus 2007
GEOWISATA GUNUNGAPI PURBA DAHU BERDASARKAN INTERPRETASI SINGKAPAN BATUAN DI KAWASAN GEOPARK NASIONAL PONGKOR DENNY SUKAMTO KADARISMAN & TETI SYAHRULYATI
Jurnal Teknik | Majalah Ilmiah Fakultas Teknik UNPAK Vol 23, No 2 (2022): Jurnal Teknik
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/teknik.v23i2.6853

Abstract

ABSTRAK Gunung Dahu merupakan gunungapi purba yang terletak di dalam kawasan Geopark Nasional Pongkor. Keberadaan Gunung Dahu ini dapat teramati dengan baik dari pengamatan citra atau peta topografi. Tubuh gunung, saat ini memperlihatkan bentuk topografi tinggian di bagian sisi gunung, tetapi dibagian tengah memperlihatkan bentuk depresi. Area gunung Dahu memiliki lima buah puncak tertinggi, yang disebut sebagai G. Dango (934 m dpl), G. Dahu (816 m dpl), G. Putri (814 m dpl), G. Kojo (789 m dpl) dan G. Malas (692 m dpl). Untuk merangkai cerita pembentukan Gunung Dahu ini dalam kegiatan geowisata maka di butuhkan kemampuan interpretasi yang kuat dengan dasar keilmuan geologi. Setidaknya ada 4 lokasi situs geologi (geosite) yang bisa menjadi bahan interpretasi di dalam merangkai ceritera tersebut, yaitu: 1. Situs Curug Berundak, 2. Situs Curug Cikawung, 3. Situs Lembah Depresi Vulkanik dan 4. Situs Stone Park Dahu. Situs Curug Berundak memberikan gambaran karakteristik geologi gunungapi yang khas, yaitu dengan adanya perulangan batuan beku lava dengan breksi vulkanik. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa Gunung Dahu ini merupakan tipe gunungapi Strato. Situs Curug Cikawung dan Situs Stone Park Dahu memberikan gambaran adanya tubuh intrusi batuan beku yang menorobos Gunung Dahu, sehingga diinterpretasikan bahwa tubuh batuan intrusi ini merupakan bagian dari tubuh kepundan yang saat ini sudah menjadi kubah lava. Situs Lembah Depresi Vulkanik yang dikontrol oleh banyaknya batuan yang teralterasi, memberikan gambaran bahwa lembah ini dahulunya merupakan tinggian yang lapuk dan tererosi, hingga mengalami longsoran akibat kuat nya alterasi di wilayah ini. Dalam kegiatan geowisata untuk mandapatkan interpretasi yang baik tentang bagaimana Gunung Dahu terbentuk hingga menjadi kondisi seperti saat ini, maka urutan jalur lintasan geowisata (geotrek) harus dilakukan pertama kali dengan melintasi Situs Curug Berundak, dilanjut ke Situs Curug Cikawung dan Situs Stone Park Dahu, baru terakhir menuju Situs Lembah Depresi Vulkanik. Kata Kunci : Gunung Dahu, Interpretasi, Situs Geologi ABSTRACT Mount Dahu is an ancient volcano located within the Pongkor National Geopark area. The existence of Mount Dahu can be well observed from image observations or topographic maps. The body of the mountain currently shows a high topography on the side of the mountain, but in the middle it shows a depression. The Dahu mountain area has five of the highest peaks, namely G. Dango (934 m asl), G. Dahu (816 m asl), G. Putri (814 m asl), G. Kojo (789 m asl) and G. Lazy (692 m asl). In order to compose the story of the formation of Mount Dahu in geotourism activities, strong interpretation skills are needed on the basis of geological science. There are at least 4 locations of geological sites (geosite) that can be used as material for interpretation in compiling the story, namely: 1. Site of the Waterfall Waterfall, 2. Site of the Cikawung Waterfall, 3. Site of the Volcanic Depression Valley and 4. Site of Stone Park Dahu. The Berundak Waterfall site provides an overview of typical volcanic geology, namely the presence of repeated igneous lava rocks with volcanic breccias. So it can be interpreted that Mount Dahu is a type of Strato volcano. The Curug Cikawung site and the Dahu Stone Park site provide an overview of an igneous intrusion body that has penetrated Mount Dahu, so it is interpreted that this intrusive rock body is part of a crater body which has now become a lava dome. The Volcanic Depression Valley site, which is controlled by an abundance of altered rocks, illustrates that this valley was once a weathered and eroded high, until it experienced an avalanche due to the strong alteration in this region. In geotourism activities to get a good interpretation of how Mount Dahu was formed to become its current condition, the sequence of geotourism routes (geotrek) must be carried out first by crossing the Berundak Waterfall Site, then proceed to the Cikawung Waterfall Site and the Dahu Stone Park Site, then finally to the Volcanic Depression Valley Site. Keywords : Mount Dahu, Interpretation, Geological Site
Bojongmanik Formation Sedimentation Mechanism in the Middle to Late Miocene (N9-N17) in the Rangkasbitung Basin Tety Syahrulyati; V. Isnaniawardhani; M.F. Rosana; Winantis Winantis
Scientific Contributions Oil and Gas Vol. 43 No. 3 (2020): SCOG
Publisher : Testing Center for Oil and Gas LEMIGAS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The Rangkasbitung Basin, is a part of Banten Depression which was formed by a normal fault, and then fi lled by marine deposits. This research carried out to understand the sedimentation process of Middle Miocene Bojongmanik deposits, the age, paleoenvironment and lithology (sediment sequence). In this research, 55 samples were taken from the study area, approximately 595 km2 . Measurement of the stratigraphic section is carried out to determine the correlation both vertically and horizontally. The residue of dissolving peroxide method was carried out during the samples preparation. Then genus and species of planktonic and benthonic foraminifera were identifi ed and determined. The foraminifera analysis guide has been used to determine the age and depositional environment. The sequences of Bojongmanik Formation were deposited in Middle to Upper Miocene (N9 to N17). Based on the planktonic foraminifera distribution, the succession of each sequence can be correlated. During Middle Miocene (N9 - N12), the lowest part of Bojongmanik Formation is deposited at 100m- 200m and 100m-80m depth, while in the other site, the correlated sequence is recorded that deposited at 80m- 20m depth (outer to edge of inner neritic facies). In late Middle Miocene (N13 - N14), the regression process was happened. Almost the succession was deposited on land, while in deep site, a less part of sediments was formed as land facies but the most of it deposited as marine facies. In Upper Miocene (N 15 - N 17), the sedimentation continued in the transitional to edge neritic in back mangrove to mangrove environmental setting (upper to lower delta plain), and in other sites the sediment is no longer formed. Based on distribution of benthonic foraminifera there are observed the biofacies changes laterally. In bathymetric of depositional environment maps it can be depicted two higher paleoenvironmental sites (Cigudeg and Muncang highs) and two lower sites (Leuwiliang and Jasinga basins).
Umur dan Lingkungan Purba Satuan Batupasir Sisipan Batulempung Formasi Bojongmanik Berdasarkan Data Palinologi Winantris, Kuncaraningrat Edi Yoga,Teti Syahrulyati
Geoscience Journal Vol 4, No 4 (2020): Padjadjaran Geoscience Journal
Publisher : Unpad

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pgj.v4i4.32178

Abstract

Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa Formasi Bojongmanik memiliki umur dimulai dari sekitar N9 hingga sekitar N15 atau kala Miosen Tengah dan terendapkan pada lingkungan transisi, pada daerah pantai sampai lagoon. Satuan batas atas Formasi Bojongmanik merupakan Satuan Batupasir Sisipan Batulempung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur relatif dan lingkungan purba Satuan Batupasir Sisipan Batulempung Formasi Bojongmanik berdasarkan data palinologi yang belum diamati pada penelitian sebelumnya. Enam sampel batuan sedimen ditentukan umur relatifnya menggunakan pendekatan Zona Kumpulan dan pendekatan kehadiran - ketidak hadiran, sementara penentuan lingkungan purba ditentukan menggunakan metoda statistika dengan Microsoft Excel dan analisis klaster menggunakan perangkat lunak PAleontological STatistics (Past). Pada penelitian ini Satuan Batupasir Sisipan Batulempung Formasi Bojongmanik diinterpretasikan terendapkan pada kala Miosen Akhir dan lingkungan purba back mangrove.Katakunci: Satuan Batupasir Sisipan Batulempung, Formasi Bojongmanik, Palinologi, Umur batuan, Lingkungan purba.
RIVIEW DAN INVENTARISASI LAHAN KRITIS TANAH SAREAL KOTA BOGOR Pamungkas, Helmi Setia Ritma; Syahrulyati, Teti; Manfiqri, Muhamad Dio; Yogaswara, Laila Mardlotillah; Halimatusyadiah, Siti
JURNAL TEKNIK GEOLOGI : Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Vol 8, No 1 (2025): Jurnal Teknik Geologi : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Publisher : Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/jtgeo.v8i1.20882

Abstract

Bagi wilayah perkotaan, lahan pertanian yang subur dan potensial menjadi langka. Alih fungsi lahan menjadi perhatian besar bagi pemerintah, karena banyak lahan pertanian dikonversi menjadi lahan permukiman dan berpotensi kritis. Kota Bogor memiliki pola tata ruang sebagian besar diperuntukkan untuk wilayah permukiman kepadatan rendah-tinggi termasuk diantaranya adalah Kecamatan Tanah Sareal, sehingga perlu identifikasi lahan kritis setiap lima tahun sekali. Tujuan dari penelitian ini adalah mereview data lahan kritis Kecamatan Tanah Sareal tahun 2016 serta inventarisasi data lahan kritis. Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan Peraturan Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (Dirjen PDASHL) Nomor P.3/PDASHL/SET/KUM.1/7/2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa review pada 2016 terdapat luas lahan kritis tahun 2013 dengan metode SK Dirjen RRL No.41/Kpts/V/1998, lahan kritis Kecamatan Tanah Sareal dengan kategori kritis seluas 22,13 ha, agak kritis 6,43 ha, dan potensi kritis 6,74 ha dan hasil inventarisasi lahan kritis 2016, dengan metode Permenhut No. 32 tahun 2009, lahan kritis justru mengalami peningkatan yang signifikan. Luas lahan kritis di Kecamatan Tanah Sareal diklasifikasikan 2 kategori yaitu lahan kritis di luar kawasan hutan dengan kategori kritis 0,01 ha dan sangat kritis 27,37 ha, sedangkan lahan kritis di kawasan budidaya lahan pertanian memiliki lahan agak kritis dengan luas 277,29 ha, kritis 17,77 ha, dan sangat kritis 69,70 ha. Hasil inventarisasi 2023 dengan metode Peraturan Dirjen PDASHL Nomor P.3/PDASHL/SET/KUM.1/7/2018, terpetakan luas lahan kritis pada berada pada kategori luar kawasan hutan, dengan kategori kritis 0,13 ha, agak kritis 32,01 ha, potensi kritis 18,12 ha, dan tidak kritis 318,64 ha.
Kualitas Air Permukaan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor Ramadhan, Farid; Syahrulyati, Teti; Sutanto, Sutanto
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v10i9.61608

Abstract

Isu kelestarian lingkungan, terutama terkait dengan pencemaran oleh limbah sampah, menjadi perhatian penting dalam pengelolaan kota besar. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah merupakan sumber pencemar utama, menghasilkan air lindi yang mencemari lingkungan sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas air permukaan di sekitar TPA Sampah Galuga, Kabupaten Bogor, pada tahun 2024. Melalui pengumpulan data dan analisis parameter kimia, fisika, dan mikrobiologi air, penelitian ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi dampak pengelolaan TPA Sampah Galuga, terutama melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), terhadap lingkungan sekitarnya. Hasil penelitian menyajikan gambaran tentang dampak pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Galuga. Air di sekitar TPA tersebut telah melebihi batas maksimum yang diizinkan untuk beberapa parameter, yang berarti telah melampaui standar kualitas air Kelas III yang ditetapkan. Berdasarkan Indeks Kualitas Air (IKA), beberapa lokasi menunjukkan kualitas air baik, sedang, atau buruk. Namun, secara keseluruhan, rata-rata IKA menunjukkan bahwa kualitas air di sekitar TPA Galuga masuk ke dalam Indeks Kualitas sedang.
GEOWISATA GUNUNGAPI PURBA DAHU BERDASARKAN INTERPRETASI SINGKAPAN BATUAN DI KAWASAN GEOPARK NASIONAL PONGKOR SUKAMTO KADARISMAN & TETI SYAHRULYATI, DENNY
Jurnal Teknik | Majalah Ilmiah Fakultas Teknik UNPAK Vol 23, No 2 (2022): Jurnal Teknik : Majalah Ilmiah Fakultas Teknik UNPAK
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/teknik.v23i2.6853

Abstract

ABSTRAK Gunung Dahu merupakan gunungapi purba yang terletak di dalam kawasan Geopark Nasional Pongkor. Keberadaan Gunung Dahu ini dapat teramati dengan baik dari pengamatan citra atau peta topografi. Tubuh gunung, saat ini memperlihatkan bentuk topografi tinggian di bagian sisi gunung, tetapi dibagian tengah memperlihatkan bentuk depresi. Area gunung Dahu memiliki lima buah puncak tertinggi, yang disebut sebagai G. Dango (934 m dpl), G. Dahu (816 m dpl), G. Putri (814 m dpl), G. Kojo (789 m dpl) dan G. Malas (692 m dpl). Untuk merangkai cerita pembentukan Gunung Dahu ini dalam kegiatan geowisata maka di butuhkan kemampuan interpretasi yang kuat dengan dasar keilmuan geologi. Setidaknya ada 4 lokasi situs geologi (geosite) yang bisa menjadi bahan interpretasi di dalam merangkai ceritera tersebut, yaitu: 1. Situs Curug Berundak, 2. Situs Curug Cikawung, 3. Situs Lembah Depresi Vulkanik dan 4. Situs Stone Park Dahu. Situs Curug Berundak memberikan gambaran karakteristik geologi gunungapi yang khas, yaitu dengan adanya perulangan batuan beku lava dengan breksi vulkanik. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa Gunung Dahu ini merupakan tipe gunungapi Strato. Situs Curug Cikawung dan Situs Stone Park Dahu memberikan gambaran adanya tubuh intrusi batuan beku yang menorobos Gunung Dahu, sehingga diinterpretasikan bahwa tubuh batuan intrusi ini merupakan bagian dari tubuh kepundan yang saat ini sudah menjadi kubah lava. Situs Lembah Depresi Vulkanik yang dikontrol oleh banyaknya batuan yang teralterasi, memberikan gambaran bahwa lembah ini dahulunya merupakan tinggian yang lapuk dan tererosi, hingga mengalami longsoran akibat kuat nya alterasi di wilayah ini. Dalam kegiatan geowisata untuk mandapatkan interpretasi yang baik tentang bagaimana Gunung Dahu terbentuk hingga menjadi kondisi seperti saat ini, maka urutan jalur lintasan geowisata (geotrek) harus dilakukan pertama kali dengan melintasi Situs Curug Berundak, dilanjut ke Situs Curug Cikawung dan Situs Stone Park Dahu, baru terakhir menuju Situs Lembah Depresi Vulkanik. Kata Kunci : Gunung Dahu, Interpretasi, Situs Geologi ABSTRACT Mount Dahu is an ancient volcano located within the Pongkor National Geopark area. The existence of Mount Dahu can be well observed from image observations or topographic maps. The body of the mountain currently shows a high topography on the side of the mountain, but in the middle it shows a depression. The Dahu mountain area has five of the highest peaks, namely G. Dango (934 m asl), G. Dahu (816 m asl), G. Putri (814 m asl), G. Kojo (789 m asl) and G. Lazy (692 m asl). In order to compose the story of the formation of Mount Dahu in geotourism activities, strong interpretation skills are needed on the basis of geological science. There are at least 4 locations of geological sites (geosite) that can be used as material for interpretation in compiling the story, namely: 1. Site of the Waterfall Waterfall, 2. Site of the Cikawung Waterfall, 3. Site of the Volcanic Depression Valley and 4. Site of Stone Park Dahu. The Berundak Waterfall site provides an overview of typical volcanic geology, namely the presence of repeated igneous lava rocks with volcanic breccias. So it can be interpreted that Mount Dahu is a type of Strato volcano. The Curug Cikawung site and the Dahu Stone Park site provide an overview of an igneous intrusion body that has penetrated Mount Dahu, so it is interpreted that this intrusive rock body is part of a crater body which has now become a lava dome. The Volcanic Depression Valley site, which is controlled by an abundance of altered rocks, illustrates that this valley was once a weathered and eroded high, until it experienced an avalanche due to the strong alteration in this region. In geotourism activities to get a good interpretation of how Mount Dahu was formed to become its current condition, the sequence of geotourism routes (geotrek) must be carried out first by crossing the Berundak Waterfall Site, then proceed to the Cikawung Waterfall Site and the Dahu Stone Park Site, then finally to the Volcanic Depression Valley Site. Keywords : Mount Dahu, Interpretation, Geological Site