Al Supartinah, Al
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Prediksi Risiko Karies Baru Berdasarkan Konsumsi Pempek pada Anak Usia 1112 Tahun Di Palembang (Tinjauan dengan Cariogram) Marlindayanti, Marlindayanti; Widiati, Sri; Supartinah, Al
Majalah Kedokteran Gigi Indonesia Vol 21, No 2 (2014)
Publisher : Majalah Kedokteran Gigi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyakit rongga mulut yang sering diderita anak adalah karies gigi. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan prevalensi karies gigi anak di Palembang sebesar 92,43%. Pempek makanan khas jenis karbohidrat lengket yang dimakan bersama kuahnya (cuko), kebiasaan anak di Palembang mengkonsumsi pempek lebih dari 2 kali sehari. Frekuensi konsumsi karbohidrat yang sering berakibat karies gigi. Kebiasaan anak di Palembang mengkonsumsi pempek merupakan faktor risiko terjadinya karies gigi. Risiko karies gigi perlu diketahui untuk melihat kisaran karies baru yang dapat terjadi. Penelitian ini bertujuan memprediksi risiko terjadinya karies baru berdasarkan frekuensi konsumsi pempek di Palembang. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan tekhnik cluster, subjek penelitian sebanyak 305 anak dari 52 SD di Palembang. Pengukuran prediksi risiko karies menggunakan cariogram dengan cara mengumpulkan data survei diet frekuensi konsumsi secara keseluruhan dan frekuensi konsumsi pempek, DMF-T, kapasitas buffer, sekresi saliva, plak skor, program fluor dan penyakit umum. Hasil penelitian menunjukkan prediksi risiko karies anak usia 11-12 tahun di Palembang 65,72% (kategori tinggi) kontribusi pempek 45,83% dari total konsumsi makan keseluruhan. Peluang menghindari karies sebesar 34,28%. Urutan penyebab risiko karies adalah kerentanan (31,0%), pola makan (17,36%), bakteri (8,91%) dan keadaan lain yang berpengaruh (5,35%). Kesimpulan penelitian, prediksi risiko terjadinya karies baru pada anak usia 11-12 tahun di Palembang termasuk kategori tinggi, pempek menyumbang 45,83% dari total konsumsi keseluruhan. Urutan prediksi risiko karies anak usia 11-12 tahun di Palembang, kerentanan, pola makan, bakteri dan faktor lain yang berpengaruh.  ABSTRACT. Prediction of The Risk Of New Caries Base on Pempek Consumption on Children Age 11-12 Years Old In Palembang. The oral cavity disease often suffered by children is dental caries. The previous research suggested that the prevalence of dental caries in Palembang was 92.43%. Pempek is a typical type of carbohydrate food which is eaten together with its gravy (namely cuko). Children in Palembang usually consume the food more than twice a day. The high of frequently consumption of carbohydrate often can effect in dental caries. The risk of dental caries is necessary to investigate to predict the new caries incidence. This research is aimed at predicting the risk of new caries incidence based on the consumption frequency of pempek in Palembang. This research (study) used quantitative observational method with cross sectional design and cluster sampling technique. The subject study included 305 children selected from 52 elementary schools in Palembang. Cariogram model was applied to assess the prediction of the risk of caries by collecting data on diet survey, the overall frequency of pempek consumption, DMF-T, buffer capacity, secretion of saliva, plaque score, fluor program, and common diseases. The results showed that the risk of caries incidence in Palembang was 65.72% (high) while contribution of pempek was 45.83% out of the total food consumption. The chance of avoiding caries was 34.28%. Meanwhile, the influential factors in dental caries were susceptibility (31.0%), diet (17.36%), bacteria (8.91%), and other influential factors (5.35%). This study suggested that the risk of new caries incidence in Palembang was categorized as high.Pempek contributed 45.83% of the overall food consumption. The sequence of factors influencing the risk of caries incidence in Palembang was susceptibility, diet pattern, bacteria, and other influential factors.
PENGARUH HILANGNYA KONTAK OKLUSI TERHADAP PROPORSI TINGGI WAJAH PADA ANAK DENGAN SEVERE EARLY CHILDHOOD CARIES Sudarsini, Erni; Wardhani, Putri Kusuma; Supartinah, Al
Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi (JITEKGI) Vol 21, No 1 (2025): MEI 2025
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32509/jitekgi.v21i1.3227

Abstract

Latar belakang: Severe Early Childhood Caries merupakan salah satu penyebab kerusakan mahkota gigi desidui maupun premature loss gigi desidui yang dapat mengakibatkan berkurangnya dimensi vertikal wajah. Tujuan: untuk menganalisa pengaruh hilangnya kontak oklusi terhadap proporsi tinggi wajah pada anak usia 3-5 tahun dengan Severe Early Childhood Caries. Metode penelitian: Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian adalah 121 anak usia 3-5 tahun dari 5 Posyandu dan 5 PAUD di Kecamatan Pulo Gadung. Tehnik pengambilan sampel berdasarkan sampel minimal dari penelitian sebelumnya. Klasifikasi kehilangan kontak oklusi berdasarkan indeks Eighner yang dimodifikasi. Tinggi wajah diukur berdasarkan metode Krull menggunakan jangka sorong. Analisis data menggunakan analisis Kruskal-Wallis dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil penelitian: Hasil uji Kruskal-Wallis berdasarkan data hasil penelitian pada subyek usia 3-5 tahun menunjukkan perbedaan proporsi tinggi wajah atas (p˂0.05) dan proporsi tinggi wajah bawah (p˂0.05) yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan proporsi tinggi wajah bawah paling pendek pada kelompok kehilangan kontak oklusi zona anterior serta posterior kanan dan kiri (31.28±0.17%). Kesimpulan: 1. Kehilangan kontak oklusi pada anak usia 3-5 tahun dengan S-ECC akan menyebabkan perbedaan proporsi tinggi wajah atas dan bawah. 2. Kehilangan kontak oklusi pada anak usia 3-5 tahun dengan S-ECC pada zona anterior serta posterior kanan dan kiri menyebabkan proporsi tinggi wajah bawah lebih pendek dibanding kelompok kontrol.
Hubungan inklinasi insisivus atas dan ketebalan bibir dengan sudut nasolabial pada maloklusi Angle Kelas I usia 8-11 tahun: studi cross-sectional Rohmah, Fadlilah Nur; Kuswandari, Sri; Supartinah, Al
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Vol 37, No 2 (2025): Agustus 2025
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jkg.v37i2.60915

Abstract

Pendahuluan: Sepertiga wajah bawah merupakan bagian penting yang menentukan estetika wajah. Salah satu parameter untuk menentukan estetika wajah yaitu sudut nasolabial. Sudut nasolabial dipengaruhi oleh inklinasi gigi insisivus atas dan ketebalan bibir atas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis korelasi inklinasi gigi insisivus atas dan ketebalan bibir atas terhadap sudut nasolabial total dan komponen bawah pada maloklusi Angle kelas I modifikasi Dewey tipe 2 pada anak usia 8-11 tahun. Metode: Jenis penelitian yaitu penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Sefalogram lateral dari 37 anak, laki-laki 21 dan perempuan 16, usia 8-11 tahun pasien RSGM UGM Prof. Soedomo. Data dianalisis menggunakan analisis korelasi product moment dan regresi linier ganda dengan tingkat signifikansi sebesar 5%. Hasil: Terdapat korelasi negatif antara sudut inklinasi gigi insisivus rahang atas (r=-0,42; p<0.05) dan ketebalan bibir atas (r=-0,53; p<0.05) terhadap sudut nasolabial komponen bawah, sedangkan dengan sudut nasolabial total tidak ditemukan hubungan. Persamaan analisis regresi Y=144-0.44X1-2.17X2 dan R2=0,345. Simpulan: Terdapat hubungan inklinasi gigi insisivus atas dan ketebalan bibir dengan sudut nasolabial. Semakin besar inklinasi gigi insisivus rahang atas dan semakin tebal bibir maka sudut nasolabial komponen bawah semakin kecil. Relationship between upper incisor inclination and lip thickness with nasolabial angle in Angle Class I malocclusion aged 8-11 years:  an analytical observational studyIntroduction: The lower third of the face is an important part that determines facial aesthetics. One of the parameters for determining facial aesthetics is the nasolabial angle. The nasolabial angle is influenced by the inclination of the upper incisors and the thickness of the upper lip. This study aims to analyze the correlationship between the inclination of the upper incisors and the thickness of the upper lip to the total nasolabial angle and the lower component in Angle class I malocclusion modified by Dewey type 2 in children aged 8-11 years. Methods: The type of study is an analytical observational study with a cross-sectional approach. Lateral cephalograms of 37 children, 21 boys and 16 girls, aged 8-11 years, patients of RSGM UGM Prof. Soedomo. Data were analyzed using product moment correlation analysis and multiple linear regression with a significance level of 5%. Results: There is a negative correlation between the angle of inclination of the maxillary incisor teeth (r=-0.42; p<0.05) and the thickness of the upper lip (r=-0.53; p<0.05) to the lower component nasolabial angle, while no relationship was found with the total nasolabial angle. Regression analysis equation Y=144–0.44X1–2.17X2 and R2=0.345. Conclusion: There is a relationship between the inclination of the upper incisor teeth and the thickness of the lip with the nasolabial angle. The greater the inclination of the maxillary incisor teeth and the thicker the lip, the smaller the lower component nasolabial angle.