Articles
Kompetensi Peratun Untuk Memeriksa Unsur Penyalahgunaan Wewenang
Aju Putrijanti;
Lapon Tukan Leonard
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 7, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (219.202 KB)
|
DOI: 10.29303/ius.v7i1.605
Penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan peraturan perundangan dan Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Pejabat dan/atau Badan Pemerintah memiliki wewenang sesuai dengan kewenangan yang diberikan. Pemeriksaan ada atau tidaknya unsur penyalahgunaan wewenang menjadi kompetensi Peratun, yan merupakan pengaturan baru setelah UU No 30 tahun 2014 disahkan. Pengaturan ini adalah paradigma baru karena pemeriksaan ada atau tidaknya unsur penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian negara dilaksanakan oleh Peratun, sementara selama ini selalu diaksanakan oleh Pengadilan Tipikor karena merupakan tindak pidana korupsi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dan pendekatan perundang-undangan, pendekatan asas hukum dan pendekatan komparatif. Wewenang berada di bidang hukum administrasi negara, sehingga ada atau tidaknya unsur penyalahgunaan wewenang, maka harus diperiksa terlebih dahulu di Peratun. Penegakan hukum di bidang hukum administrasi adalah masalah yang selalu timbul, walaupun perundangan tentang Peratun sudah mengalami dua kali amandemen. Ketidaktaatan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap adalah menghambat penegakan hukum sehingga belum dapat mewujudkan keadilan administrasi bagi pihak yang menang.Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlu dibuat perundangan baru yang secara tegas menyebutkan kompetensi Peratun serta melakukan sinkronisasi dengan perundangan lain di bidang hukum pidana, sehingga penegakan hukum bidang hukum administrasi negara dapat terlaksana.
MEMBEDAH PUTUSAN PTUN JAKARTA NO.230/G/TF/2019/PTUN-JKT TERKAIT PERLUASAN KEWENANGAN ABSOLUT PERADILAN TATA USAHA NEGARA MENGENAI TINDAKAN FAKTUAL
Alqoni'atuz Zakiyatur Ramadhani;
Lapon Tukan Leonard;
Kartika Widya Utama
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (788.764 KB)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai perluasan kewenangan absolut Peradilan Tata Usaha Negara sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yaitu mengenai Tindakan Faktual. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini merupakan penelitian yuridis normatif dan menggunakan jenis data primer dan data sekunder, spesifikasi penelitian dalam penulisan ini bersifat deskriptif analitis serta menggunakan metode analisis kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Tindakan Faktual ialah tindakan-tindakan yang tidak ada kaitannyanya dengan hukum dan karena itu tidak menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu. Eksekusi pada perkara Tindakan Faktual pun sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 116 Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara. Dimana Eksekusi terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara mengenai Tindakan Faktual ialah Eksekusi Otomatis, yang berarti bahwa apabila putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap maka Tindaka Faktual yang menjadi objek perkara dari putusan tersebut menjadi perbuatan yang melawan hukum dan tergugat dilarang untuk melakukan Tindakan Faktual tersebut lagi
ANALISIS PUTUSAN NO 52/G/KI/2019/PTUN-SMG TENTANG IMPLEMENTASI ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI KABUPATEN KUDUS
Anida Setya Permatasari;
Lapon Tukan Leonard;
Aju Putrijanti
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (696.195 KB)
Sengketa informasi publik adalah sengketa yang timbul antara badan publik dan pemohon informasi publik, yang dapat diselesaikan melalui Peratun dan Peradilan Umum. Kompetensi absolut Peratun berdasar Pasal 47 ayat (1) UU KIP adalah menyelesaikan sengketa informasi publik antara badan publik negara dengan pemohon informasi. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif berdasarkan bahan hukum primer dan sekunder, data dianalisis secara deskriptif kualitatif. Permasalahan yang diteliti adalah implementasi AUPB dalam penyelesaian Sengketa Keterbukaan Informasi Publik di Kabupaten Kudus dan penerapan prinsip beracara sebagaimana yang diatur dalam UU KIP dan PERMA No 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi di Pengadilan. Badan publik negara telah menerapkan AUPB yaitu asas kecermatan dengan memperhatikan bahwa dokumen yang dimohon merupakan dokumen yang dikecualikan berdasarkan UU KIP, asas kepastian hukum untuk memberi kepastian terkait permohonan dokumen oleh pemohon informasi. Hasil penelusuran menunjukan bahwa terdapat adanya penyimpangan dalam penerapan AAUPB dalam penyelesaian perkaranya di jalur Peradilan Tata Usaha Negara. Hal ini karena adanya ketidak-pahaman para pihak dan penegak hukum dalam memaknai ketentuan isi Pasal 47 Ayat 1 UU KIP Jo Pasal 48 Jo Pasal 51 Ayat 3 UU Peratun serta SEMA No 2 Tahun 1991
TINJAUAN YURIDIS GANTI RUGI DALAM SENGKETA TATA USAHA NEGARA TERKAIT TINDAKAN FAKTUAL (STUDI KASUS: PUTUSAN PTUN JAYAPURA NO : 11/G/2017/PTUN.JPR)
Valentino Dandi Sukmanagara;
Lapon Tukan Leonard;
Kartika Widya Utama
Diponegoro Law Journal Vol 10, No 4 (2021): Volume 10 Nomor 4, Tahun 2021
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (815.853 KB)
Peradilan Tata Usaha Negara atau disingkat PERATUN adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang memiliki wewenang untuk menyelesaikan sengketa administrasi pemerintahan. Penyelesaian sengketa administrasi pemerintahan di lingkungan Peradilan Tata Usaha negara didasarkan pada hukum positif. Setelah diterbitkannya UU No 31 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan objek Sengketa Tata Usaha Negara mengalami perluasan sehingga PERATUN memiliki wewenang untuk menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara berupa Tindakan Faktual. Putusan PTUN Jayapura Nomor: 11/G/2017.JPR adalah salah satu putusan yang objek sengketanya adalah Tindakan Faktual, selain itu di dalam putusan ini terdapat pula penjatuhan putusan dengan ganti rugi. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui apa saja yang mendasari perluasan objek Sengketa Tata Usaha Negara serta penerapan putusan ganti rugi sengketa Tindakan Faktual.
PEMBUKTIAN DENGAN ALAT BUKTI AKTA DIBAWAH TANGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SEMARANG
Ninung Rusalia Hikmah;
Marjo Marjo;
Lapon Tukan Leonard
Diponegoro Law Journal Vol 9, No 2 (2020): Volume 9 Nomor 2, Tahun 2020
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (772.32 KB)
Pembuktian merupakan suatu tahap yang penting dalam persidangan perkara perdata. Pada tahap pembuktian para pihak diberi kesempatan untuk menunjukkan kebenaran terhadap fakta-fakta hukum yang menjadi sengketa. Ada bermacam –macam alat bukti pada proses pembuktian dalam hukum acara perdata, salah satunya adalah alat bukti tulisan/surat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksaan pembuktian dengan alat bukti akta di bawah tangan dalam proses pemeriksaan perkara perdata, untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menentukan kekuatan akta di bawah tangan terhadap perkara perdata dalam siding pemeriksaan perkara perdata, untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan pembuktian dengan alat bukti akta di bawah tangan dalam proses pemeriksaan perkara perdata dan upaya mengatasinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris, dengan spesifikasi penelitian adalah deskriptif analitis. Metodeanalisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan pembuktian akta di bawah tangan dalam perkara perdata, sepanjang akta di bawah tangan tidak disangkal atau dipungkiri oleh para pihak maka akta di bawah tangan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan akta otentik, sedangkan apabila kebenaran tanda tangan dalam akta di bawah tangan disangkal akan kebenarannya maka akta tersebut harus dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan alat bukti lain dan pihak yang mengajukan surat perjanjian tersebut diwajibkan untuk membuktikan kebenaranpenandatanganatauisiaktatersebut. Pelaksanaan pembuktian dengan alat bukti bukti akta di bawah tangan dilaksanakan atau diajukan pada saat sidang acara pembuktian. Dalam pelaksanaannya Hakim mempertimbangkan dari alat-alat bukti yang diajukan serta mempertimbangkan dari riwayat isi perjanjian akta di bawah tangan. Hambatan dalam pelaksanaan akta di bawah tangan yaitu jika akta di bawah tangan pembuktiannya kurang lengkap dan tidak disertai dengan alat-alat bukti.
PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARA YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP DI KOTA SEMARANG
Margaretha Rosa Anjani*, Lapon Tukan Leonard, Ayu Putriyanti
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 2 (2016): Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (132.477 KB)
Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang dibentuk berdasarkan UU No. 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 dan UU No. 51 Tahun 2009. Pengadilan Tata Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Orang atau badan hukum perdata yang merasa dirugikan dengan diterbitkannya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Gugatan yang telah diperiksa harus melewati setiap tahap hingga tahap pelaksanaan putusan pengadilan. Putusan hakim yang dapat dilaksanakan hanyalah putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde), yang berarti tidak terdapat upaya hukum lanjutan untuk perkara tersebut.Tetapi dalam praktiknya masih banyak putusan pengadilan yang tidak dilaksanakan, sehingga menyebabkan pihak yang menang tidak mendapatkan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan. Dari penilitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa kurangnya upaya paksa yang mengikat pihak yang kalah agar mau melaksanakan putusan pengadilan.Walaupun telah diperkuat dengan diterbitkannya Undang-undang tentang Administratif Pemerintahan namun belum dapat memberikan keefektifan dalam pelaksanaan putusan pengadilan.
KEWENANGAN HAKIM PERADILAN TATA USAHA NEGARA MENGGUNAKAN ASAS ULTRA PETITA BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG No.5K/TUN/1992 (Studi Kasus Putusan No.32/G/2012/PTUN.SMG)
Elisabeth Putri Hapsari*, Lapon Tukan Leonard,Ayu Putriyanti
Diponegoro Law Journal Vol 6, No 2 (2017): Volume 6 Nomor 2, Tahun 2017
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (634.597 KB)
Secara Das Sollen Hakim Peradilan Tata Usaha Negara tidak boleh menggunakan asas ultra petita yaitu memutus hal yang melebihi atau hal yang tidak dituntut oleh penggugat. Sedangkan secara Das Sein, tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa kasus hanya dapat diselesaikan dengan menggunakan asas ultra petita. Penggunaan asas ultra petita merupakan konsekuensi dari penerapan asas hakim aktif (domini litis principle). Penelitian Hukum ini akan membahas mengenai pertimbangan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang menggunakan asas ultra petita dalam putusan dan dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan asas ultra petita. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris dengan menggunakan pendekatan sosiologi hukum.
EKSEKUSI TERHADAP BARANG GADAI RODA EMPAT (MOBIL) PADA PT PEGADAIAN (PERSERO) CABANG SEMARANG TENGAH
Regita Putri Sumarno;
Marjo Marjo;
Lapon Tukan Leonard
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 4 (2019): Volume 8 Nomor 4, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (823.078 KB)
Eksekusi merupakan tahapan penyelesaian perkara perdata dalam subyek gadai yang sangat menentukan dan menjadi bahan pertimbangan bagi pihak PT Pegadaian (Persero) dan Nasabah pegadaian untuk menyelesikan urusan gadai dengan cara melelang barang gadai yang dijaminkan untuk melunasi pinjaman. Pasal 1150 KUHperdata serta Pasal 153 HIR serta Surat Edaran Mahkamah Agung No. Nomer 1 Tahun 2000 Tentang Lembaga Paksa Badan Tahun mengatur lebih lanjut mengenai Eksekusi Barang Gadai yang dapat digunakan sebagai salah satu alat bukti untuk membantu pelaksanaan eksekusi barang gadai. Tujuan dari diadakannya penulisan hukum ini untuk mengetahui bagimana praktek pelaksanaan eksekusi barag gadai pada PT Pegadaian (Persero). Mulai dari mengenai biaya, pelaksanaan, seta hambatan yang ada pada saat dilangsungkannya eksekusi barang gadai pada PT Pegadaian (Persero)Hal tersebut langsung dilaksanakan oleh PT Pegadaian tanpa melalui Pengadilan karena PT Pegadaian memiliki hak previlage.
FRIKSI KEWENANGAN PTUN DALAM BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 BERKAITAN DENGAN OBJEK SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN)
Anita Marlin Restu Prahastapa*, Lapon Tukan Leonard, Ayu Putriyanti
Diponegoro Law Journal Vol 6, No 2 (2017): Volume 6 Nomor 2, Tahun 2017
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (510.59 KB)
Peradilan Tata Usaha Negara, merupakan salah satu lembaga peradilan yang dibentuk oleh Pemerintah Indonesia PTUN berwenang dalam memeriksa, memutus serta menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Friksi atau perbedaan aturan mengenai kewenangan terkait objek sengketa TUN terjadi, setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang terkait dengan friksi yang terjadi dalam objek sengketa mengadili yang menjadi kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara, juga untuk mengetahui implikasi atau akibat dari perluasan kewenangan objek sengketa TUN bagi penegak hukum terutama hakim dalam penegakkan hukum di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode dengan pendekatan yuridis empiris yang mengacu pada data hasil wawancara yang dilakukan kepada salah satu Hakim PTUN di Semarang, selain itu data juga diperoleh melalui aturan-aturan yang berhubungan dengan ojek sengketa TUN. Perbedaan yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 berkaitan dengan objek sengketa TUN adalah mengenai upaya administratif, keputusan fiktif positif, keputusan deklaratif, unsur-unsur yang ada dalam keputusan TUN, dan penyalahgunaan wewenang. Perbedaan aturan mengenai kewenangan PTUN yang ada dalam kedua aturan tersebut dianggap dapat saling melengkapi satu sama lainnya, dan dapat memberikan perlindungan yang lebih kepada masyarakat.
PELAKSANAAN REHABILITASI BIDANG KEPEGAWAIAN DALAM PUTUSAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA (STUDI KASUS: PUTUSAN NOMOR: 042/G/2015/PTUN.SMG JUNCTO NOMOR 100/B/2016/PT.TUN.SBY)
Taufik Hidayat;
Yos Johan Utama;
Lapon Tukan Leonard
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 4 (2022): Volume 11 Nomor 4, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Seringkali eksekusi putusan peradilan tata usaha negara tidak dilaksanakan disebabkan beragam faktor yang mempengaruhinya salah satunya ialah law awareness pejabat pemerintahan yang kurang sehingga dengan melihat pelaksanaan eksekusi putusan yang mengandung pemberian rehabilitasi terlihat akan lebih sulit karena menyangkut pengembalian hak penggugat dalam hal kedudukan, harkat dan martabatnya sebagai pegawai. Metode yang digunakan adalah yuridis empiris dengan menggunakan jenis data primer dan sekunder, spesifikasi penelitian bersifat studi kasus dengan metode analisis data ialah deksriptif kualitatif. Permasalahan yang diteliti adalah skema pelaksanaan rehabilitasi dari putusan nomor: 042/G/2015/PTUN.SMG juncto nomor 100/B/2016/PT.TUN.SBY dibanding dengan skema menurut undang-undang peradilan tata usaha negara dan problematika pelaksanaan realisasinya. Hasil penelitian menunjukan pelaksanaan rehabilitasi terlaksana akan tetapi tidak sepenuhnya sesuai dengan aturan hukum peradilan tata usaha negara karena ada force majeure pergantian Wali Kota dari definitif kepada pelaksana tugas. Problematika yang dihadapi seperti ketidaktelitian PTUN dalam mengirimkan putusan inkracht hingga tidak adanya mekanisme rehabilitasi harkat dan martabat.