Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

PENERAPAN AMICUS CURIAE DALAM PENJATUHAN HUKUMAN BAGI BHARADA RICHARD ELIEZER (STUDI PUTUSAN PENGADILAN PN JAKARTA SELATAN NOMOR:798/PID.B/2022/PN.JKT.SEL) Dian Nadzirah; Ummi Kalsum; Ferdy Saputra
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 8 No. 2 (2025): (April)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v8i2.21255

Abstract

Sistem hukum pidana Indonesia menganut civil law dengan pembuktian berdasarkan Pasal 183 KUHAP. Amicus curiae, meskipun tidak diatur secara spesifik, mulai diterapkan dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Konsep ini memberikan masukan bagi hakim dari pihak non-litigasi, menunjukkan perkembangan dalam sistem peradilan pidana. Namun, ketidakterpaduan antar subsistem hukum dapat menghambat efektivitas peradilan. Penelitian ini bertujuan mengetahui Penerapan Amicus curiae dalam Pembuktian tindak pidana serta Amicus curiae dapat mempengaruhi pertimbangan hakim dalam putusan Bharada Richard Eliezer dalam Putusan Nomor 798/Pid.B/2022/PN.Jkt.Sel. Jenis penelitian yuridis normatif yang mengkaji peraturan perundang-undangan dan Putusan Nomor :798/Pid.B/2022/PN.Jkt.Sel. Hasil penelitian ini adalah penjatuhan hukuman bagi Bharada Richard Eliezer, dalam proses pembuktian hukum pidana Amicus curiae tidak memiliki beban pembuktian karena tidak termasuk dalam kategori alat bukti menurut Pasal 184 Aaat (1) KUHAP yang sudah diatur secara formal, sedangkan Amicus curiae belum memiliki kekuatan hukum mengikat. Penerapan pertimbangan hakim termuat di putusan Bharada Richard Eliezer Amicus curiae yang dikirimkan sejumlah akademisi oleh ICJR, hanya berupa bentuk opini dan pendapat hukum untuk menambah keyakinan hakim sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Guna menghasilkan putusan yang berkeadilan dengan tidak hanya melihat dari sudut Undang-Undang. Dissarankan perlu kejelasan dalam posisi Amicus curiae yang hanya sebagai opini hukum tanpa kekuatan mengikat. Hakim dapat mempertimbangkannya, tetapi tetap harus berpedoman pada alat bukti sah sesuai Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ANAK KORBAN PERSETUBUHAN DALAM PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI (Studi Putusan Nomor 953/PID.SUS/2023/PT MDN) Cyntia Alinda; Ferdy Saputra; Jumadiah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 8 No. 2 (2025): (April)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v8i2.22089

Abstract

Tindak pidana persetubuhan terhadap anak merupakan kejahatan seksual serius yang menimbulkan dampak jangka panjang bagi korban, baik secara psikis maupun sosial. Dalam kenyataannya (das sein), banyak anak masih menjadi korban kekerasan seksual, sedangkan secara normatif (das sollen), hukum seharusnya memberikan perlindungan maksimal sebagaimana diatur dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perspektif viktimologi terhadap anak sebagai korban serta menelaah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana pada putusan Nomor 953/PID.SUS/2023/PT MDN. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan analisis putusan pengadilan serta literatur hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa putusan Pengadilan Tinggi Medan yang menjatuhkan pidana 13 tahun penjara kepada pelaku belum sepenuhnya mencerminkan keadilan, mengingat terdakwa telah berulang kali menyetubuhi korban sejak usia 11 tahun. Dari perspektif viktimologi, anak korban harus dipulihkan secara menyeluruh, tidak hanya dilihat sebagai objek penderitaan, melainkan sebagai subjek yang hak-haknya harus dilindungi secara utuh. Kesimpulan dari penelitian ini menegaskan pentingnya pertimbangan dampak traumatik korban dalam penjatuhan pidana. Penulis menyarankan agar lembaga peradilan dan pembuat kebijakan mengedepankan prinsip keadilan restoratif serta menjamin perlindungan hak anak dalam proses peradilan pidana kekerasan seksual.