Fenomena kekerasan seksual yang terjadi di kalangan pesantren menjadi perhatian banyak pihak, karena sejatinya pesantren merupakan lembaga yang dianggap aman untuk belajar para santri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor ketimpangan relasi kuasa dan persepsi santri terhadap pencegahan kekerasan seksual di pesantren. Penelitian ini menggunakan mix method dengan pendekatan kuantitatif dalam pengambilan data survei dan pendekatan kualitatif dalam menganalisis data dari responden melalui observasi, wawancara dan studi pustaka dari berbagai sumber tertulis dan media online. Hasilnya yaitu, pertama, perilaku kekerasan seksual khususnya di pesantren merupakan dampak dari ketimpangan relasi kuasa. Kedua, upaya pencegahan kekerasan seksual di pesantren dilakukan dengan monitoring dari pesantren, mau’idzoh atau nasehat kyai, aturan resmi tentang batasan antara laki-laki dengan perempuan, dan kajian kitab kuning tentang pendidikan seksual dan pemahaman gender melalui kitab ‘Uqūdu al-Lujain, Qurratul ‘Uyūn, Fathul Izār, dan fikih wanita. Ketiga, kasus kekerasan seksual yang dilakukan oknum pesantren melalui doktrinnya, dapat menurunkan tingkat kepercayaan sehingga perlu tindakan pencegahan dengan kerjasama yang terintegrasi dan penegakan hukum yang seimbang. [ The phenomenon of sexual violence in Islamic boarding schools (pesantren) has become everybody’s concern lately. This institution should be considered safe place for santri to live and learn.This study aims to determine the influence of inequality factors on power relations in sexual violence and to know students' perceptions of the prevention of sexual violence in pesantren. This study uses a mixed-method with a quantitative approach in taking survey data and a qualitative approach in analyzing data from respondents through observation, interviews and literature studies from various written sources and online media. The results are, first, sexual violence in pesantren predominantly stems from disparities in power relation. Second, Prevention strategies within pesantren encompass close monitoring, mau'idzoh (advice) guidance from kyai, establishment of clear boundaries between genders, and incorporating sex education and gender awareness through Kitab Kuning texts through the book of 'Uqū du al-Lujain, Qurratul 'Uyūn, Fathul Izār, and fikih women. Third, cases of sexual violence committed by pesantren through their doctrines can reduce trust so that preventive measures are needed with integral cooperation and balanced law enforcement.]