Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Pengaruh Edukasi Penggunaan OAINS Sebagai Terapi Dismenore Primer Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Siswi SMA Negeri Ngaglik Sleman Febrianti, Yosi; Ningrum, Vitarani Dwi Ananda; Maulana, Ishar
JURNAL PHARMASCIENCE Vol 1, No 2 (2014): JURNAL PHARMASCIENCE
Publisher : JURNAL PHARMASCIENCE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak            Dismenore primer adalah menstruasi yang disertai dengan rasa nyeri. OAINS merupakan terapi farmakologi untuk menangani dismenore primer. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh edukasi penggunaan OAINS sebagai terapi pencegahan terhadap penurunan intensitas nyeri dan mengetahui pengaruh faktor pengganggu berupa kecemasan, dukungan keluarga, dan keletihan terhadap intensitas nyeri pada dismenore primer. Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental semu yang bersifat non randomized control goup pretest postest design yang dilaksanakan pada bulan September sampai November 2013. Data diperoleh dari pengisian kuesioner dan wawancara langsung dengan responden. Metode edukasi yang diberikan dengan lisan dan tulisan selama 15 menit. Penilaian skor intensitas nyeri menggunakan Numeric Rating Scale (NRS). Sebanyak 72 siswi yang bersedia mengikuti penelitian yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu siswi SMA Negeri 1 sebagai kelompok kontrol dan SMA Negeri 2 sebagai kelompok perlakuan. Hasil uji Chi Square menunjukan bahwa ada pengaruh edukasi terhadap penurunan intensitas nyeri. Faktor pengganggu yang memiliki hubungan signifikan terhadap peningkatan intensitas nyeri adalah kecemasan sedangkan dukungan keluarga dan keletihan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap peningkatan intensitas nyeri.Kata kunci: Dismenorea primer, Edukasi, Numeric Rating Scale (NRS) AbstractPrimary dysmenorrhea is menstrual periods accompanied by pain. NSAIDs are pharmacological therapy to deal with primary dysmenorrhea. The purpose of this study is to determine the effect of the education on the use of NSAIDs as a preventive therapy to decrease pain intensity and determine the effect of confounding factors such as anxiety, family support, and fatigue to pain intensity in primary dysmenorrhea. This study used a quasi-experimental design that are non- randomized control goup pretest posttest design conducted in September through November 2013. Data were obtained from questionnaires and interviews with the respondents. Educational methods were given by written and spoken for 15 minutes. Assessment of pain intensity scores use the Numeric Rating Scale ( NRS ). A total of 72 students who are willing to follow the study were divided into 2 groups: SMA Negeri 1 as a control group and SMAN 2 as the treatment group. Chi Square test results showed that there was the influence of education on the reduction of pain intensity. Confounding factors that have a significant relationship with the increase in the intensity of pain is anxiety and fatigue while family support did not have a significant relationship with pain intensity.Keywords: Primary Dysmenorrhea, Education,  and Numeric Rating Scale (NRS).
Kontrol Glikemik dan Prevalensi Gagal Ginjal Kronik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Wilayah Provinsi DIY Tahun 2015 Ningrum, Vitarani Dwi Ananda; Ikawati, Zullies; Sadewa, Ahmad Hamim; Ikhsan, Mohammad Robikhul
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 6, No 2 (2017)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (621.312 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2017.6.2.78

Abstract

Pengendalian glikemik yang baik pada diabetes melitus tipe 2 (DMT2) terbukti dapat mencegah penyakit komplikasi akibat DMT2. Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan primer merupakan garda terdepan yang diharapkan dapat memberikan pelayanan pengelolaan DMT2 dengan baik untuk mencegah penyakit komplikasi seperti penyakit gagal ginjal kronik (GGK). Kejadian GGK yang seringkali tanpa gejala spesifik serta keterbatasan pemeriksaan diagnostik di puskesmas menyebabkan keterlambatan diagnosa GGK maupun pengelolaan terapi yang sub-optimal. Penelitian ini bertujuan menganalisis kontrol glikemik dan kejadian GGK pada pasien DMT2 di puskesmas serta faktor pasien yang memengaruhi kontrol glikemik dan kejadian GGK. Penelitian potong-lintang pada 6 puskesmas di Yogyakarta tahun 2015 ini melibatkan pasien DMT2 dewasa tanpa riwayat gagal hati kronik. Parameter kontrol glikemik menggunakan Glukosa-Darah-Puasa (GDP), Glycated-Albumin (GA), atau hemoglobin terglikasi (HbA1C), sedangkan nilai eLFG digunakan sebagai dasar klasifikasi GGK. Sebanyak 101 pasien dengan rata-rata usia 50,75±6,73 tahun terlibat dalam penelitian. Kontrol glikemik kategori baik ditemukan hanya pada 13,86% pasien, sedangkan 12,87% pasien mengalami GGK. Tidak ada faktor pasien yang memengaruhi kontrol glikemik. Sementara itu, usia dan durasi DMT2 berkorelasi dengan kejadian GGK (p<0,01). Berdasarkan penelitian ini, kontrol glikemik yang buruk dapat meningkatkan kemungkinan kejadian GGK sebesar 63,64%. Oleh karena itu, diperlukan strategi pengelolaan DMT2 maupun pencegahan GGK yang lebih baik termasuk penyediaan fasilitas pemeriksaan yang memadai untuk meminimalkan kejadian clinical inertia di puskesmas.
GAMBARAN SERTA KESESUAIAN TERAPI DIARE PADA PASIEN DIARE AKUT YANG MENJALANI RAWAT INAP DI RSUD SLEMAN Jayanto, Imam; Ningrum, Vitarani Dwi Ananda; Wahyuni, Wahyuni
Jurnal Farmasi Medica/Pharmacy Medical Journal (PMJ) Vol 3, No 1 (2020)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (911.107 KB) | DOI: 10.35799/pmj.3.1.2020.28957

Abstract

ABSTRACTDiarrhea defined as bowel movements that does not form or in a liquid consistency with increasingfrequency. According to the data of World Health Organization (WHO), diarrhea isthe number one cause of infant mortality in the world. This research aims to describe thepharmacological use of antidiarrheal therapy and rehydration in the management hospitalizeddiarrheal patients in Sleman District Hospital according with SPM in this case using the SPMSardjito Hospital, Yogyakarta. This research carried out with the observational analytic crosssectional design (cross-sectional) and a prospective collecting data on patients hospitalizeddiarrhea in Sleman District Hospital during June to September 2012. Sampling used purposivesampling techniques that meets inclusion criteria. Type of data in this research is secondarydata and primary data taken from the demographic data and patient medical records aswell as interviews with relevant patients. Analysis the research data done in 2 ways, that isusing descriptive analysis to describe the demographic distribution of diarrhea in SlemanDistrict Hospital. Then continued with the inferential analysis using SPSS test a logisticsBinner and chi-square test. The results are was 34% the suitability treatment in the form ofantibiotic therapy for diarrhea; was 16.68% in the form of diarrhea rehydration therapy; was100% in the form of antidiarrheal therapy.Keywords : Acute diarrhea, therapeutic efficacy, binary logisticABSTRAKDiare didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak berbentuk atau dalamkonsistensi cair dengan frekuensi yang meningkat. Menurut data Badan Kesehatan Dunia(WHO), diare adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui gambaran terapi farmakologi penggunaan antidiare dan rehidrasidalam penanganan pasien diare rawat inap di RSUD Sleman dengan mengacu pada SPMRSUP Sardjito, Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan secara observasional dengan rancangananalitik cross sectional (potong lintang) dan pengambilan data secara prospektif pada pasiendiare rawat inap di RSUD Sleman selama Juni – September 2012. Pengambilan sampelmenggunakan teknik purposive sampling yang telah memenuhi kriteria inklusi. Jenis datayang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer yang diambil daridata demografi dan data rekam medik pasien serta wawancara langsung dengan pasienterkait. Analisis data hasil penelitian dilakukan dengan 2 cara, yaitu memakai analisisdeskriptif untuk mengetahui gambaran distribusi demografi pasien diare di RSUD Sleman.Lalu dilanjutkan dengan analisis inferensial dengan memakai uji SPSS berupa logistik binnerdan uji chi-square. Hasilnya terdapat kesesuaian terapi sebesar 34% yang berupa terapiantibiotik untuk diare; sebesar 16,68% yang berupa terapi rehidrasi diare; sebesar 100% yangberupa terapi antidiare.Kata Kunci : Diare akut, kemanjuran terapi, logistik biner
HEPATOTOKSISITAS PADA PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI RSUD TANGERANG – INDONESIA Vitarani Dwi Ananda Ningrum; Arnia Megasari,; Suci Hanifah
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 7 No. 1 (2010)
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Reaksi obat yang tidak dikehendaki atau yang dikenal dengan ADR (Adverse Drug Reaction) merupakan respon pasien terhadap obat yang berbahaya dan tidak diharapkan yang terjadi pada penggunaan obat dengan dosis normal untuk tujuan profilaksis, diagnosis, terapi suatu penyakit, maupun modifikasi fungsi fisiologis. Obat yang telah diketahui dapat menimbulkan hepatotoksisitas atau kerusakan fungsi hepar adalah golongan antimikobakteri yang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis (TB) paru. Pasien tuberkulosis harus menggunakan obat secara teratur sampai periode pengobatan selesai. Penggunaan OAT (Obat Antituberkulosis) secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama dapat menimbulkan ADR. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian hepatotoksisitas pada pasien tuberkulosis paru serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hepatotoksisitas. Metode penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan studi cross sectional. Pasien yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah pasien yang mendapatkan regimen terapi antituberkulosis di RSUD Tangerang pada periode 2006 - Februari 2009. Penilaian kejadian hepatotoksisitas berdasarkan adanya peningkatan kadar AST/ALT serum. Hasil penelitian dari 55 pasien menunjukkan bahwa kejadian hepatotoksik sebesar 38,2%. Hasil uji statistik menggunakan analisis Regresi Binary Logistik dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan jenis kelamin laki-laki dan penggunaan obat hepatotoksis lain memiliki pengaruh terhadap kejadian hepatotoksik. Selain itu terdapat faktor yang dapat mengurangi kejadian hepatotoksik diantaranya penghentian obat, penggantian obat, dan pemberian curcumin. 
KESESUAIAN PEMILIHAN OBAT PADA PASIEN SIROSIS HEPATIK Vitarani Dwi Ananda Ningrum; Laili Fitriyani
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 8 No. 2 (2011)
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sirosis hati adalah penyakit menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Penyakit ini bersifat irreversible sehingga terapi yang digunakan adalah terapi simptomatis dan pengatasan komplikasi yang terjadi. Pemilihan obat yang tepat menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam penatalaksanaan terapi pada pasien sirosis hepatik. Pemilihan obat yang tidak tepat dapat mengakibatkan kerusakan hati yang lebih parah. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil terapi serta kesesuaian pemilihan obat yang digunakan. Pengambilan data dilakukan secara cross sectional terhadap data sekunder berupa data rekam medik pasien yang menjalani rawat inap dengan diagnosa primer maupun sekunder sirosis hepatik. Penilaian kesesuaian pemilihan obat berdasarkan referensi yang sesuai. Tujuh puluh delapan dari 155 pasien memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukkan terapi obat yang digunakan terdiri dari terapi obat untuk penyakit komplikasi dan terapi obat untuk penyakit penyerta. Penyakit komplikasi yang terbanyak adalah varises esophagus dengan terapi obat terbanyak yaitu vitamin K (83,33 %). Penyakit penyerta terbanyak adalah stress ulkus dengan terapi obat terbanyak yaitu sukralfat (43,59 %). Sebanyak 21 pasien (26,92 %) mendapatkan jenis obat yang tidak sesuai. Kategori jenis obat yang tidak sesuai meliputi 25,64 % obat yang bersifat hepatotoksik, 1,28 % obat bersifat sedatif dan mempresipitasi ensefalopati hepatik. Kata kunci: kesesuaian pemilihan obat, rawat inap, sirosis hepatik 
Pengembangan dan Validasi Kuesioner untuk Menilai Miskonsepsi tentang Pengobatan pada Hipertensi dan Diabetes Melitus dengan Kejadian Gagal Ginjal Irwan Nuryana Kurniawan; Rahma Yuantari; Endang Sulistyowatiningsih; Ani Khotul Faizah; Vitarani Dwi Ananda Ningrum
Jurnal Sains Farmasi & Klinis Vol 7, No 3 (2020): J Sains Farm Klin 7(3), Desember 2020
Publisher : Fakultas Farmasi Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (150.183 KB) | DOI: 10.25077/jsfk.7.3.202-209.2020

Abstract

Miskonsepsi tentang pengobatan menjadi salah satu faktor tingginya ketidakpatuhan pengobatan. Masyarakat beranggapan bahwa penggunaan obat rutin pada hipertensi dan diabetes mellitus (DM) dapat menyebabkan gagal ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan kuesioner valid dan reliabel yang dapat digunakan untuk mengukur miskonsepsi masyarakat tentang pengobatan jangka panjang pada hipertensi dan DM dengan kejadian gagal ginjal. Pengembangan kuesioner dilakukan dalam 5 tahap yakni konseptualisasi, konstruksi alat ukur, uji coba melalui studi 1 pada 240 mahasiswa/i medis dan non-medis, dan studi 2 pada 300 masyarakat di wilayah Kabupaten Sleman, tes revisi dan selanjutnya tahap analisis melalui uji reliabilitas alpha cronbach. Sementara itu, uji validitas dilakukan dengan membandingkan kuesioner ini dengan kuesioner terpercaya lainnya. Hasil skala pengetahuan tentang terapi hipertensi dan DM terkait kejadian gagal ginjal pada studi 1 dan studi 2 tersusun atas 4 variabel pengetahuan meliputi: pengetahuan terapi hipertensi dan DMT (α 0.742, α 823), miskonsepsi penggunaan obat rutin (α 0.835, α 0.805), pengetahuan obat penyebab gagal ginjal (α 0.582), (α 0.581), serta pengetahuan faktor risiko gagal ginjal (α  0.721, α 0.698). Hasil analisis ini menunjukkan bukti awal dan menyediakan instumen valid dan relevan untuk mengukur tingkat miskonsepsi masyarakat tentang pengobatan jangka panjang pada hipertensi dan DM terkait dengan gagal ginjal.
FAKTOR PASIEN YANG MEMPENGARUHI RESPONGLIKEMIK PENGGUNAAN MONOTERAPI METFORMIN PADA DIABETES MELITUS TIPE 2 Vitarani Dwi Ananda Ningrum; Zullies Ikawati; Ahmad Hamim Sadewa; M. Robikhul Ikhsan; Yunilistiaingsih Yunilistiaingsih
JURNAL MANAJEMEN DAN PELAYANAN FARMASI (Journal of Management and Pharmacy Practice) Vol 6, No 4
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jmpf.355

Abstract

Metformin sebagai obat antidiabetik oral terpilih pada terapi diabetes melitus tipe 2 (DMT2) menunjukkan ketidaktercapaian target glikemik pada 35 – 40% pasien. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor pasien yang berpengaruh terhadap respon glikemik penggunaan metformin tunggal pada pasien DMT2. Penelitian kohort prospektif dilakukan pada 5 Puskesmas periode Januari-Oktober 2015 dengan melibatkan pasien DMT2 dewasa tanpa riwayat disfungsi tiroid dan gagal hati kronik. Parameter respon glikemik menggunakan glukosa darah puasa (GDP) dan glycated albumin (GA). Sebanyak 35 pasien dengan rata-rata usia, indeks masa tubuh (IMT), serta eLFG masing-masing yaitu 50,48±6,67 tahun, 25,99±4,79 kg/m2, dan 96,49±18,17 mL/mnt terlibat dalam penelitian. Penelitian menunjukkan selain indeks glikemik awal, faktor demografi pasien tidak berkorelasi baik dengan nilai GDP, GA maupun perubahan nilai keduanya setelah penggunaan rutin monoterapi metformin. Sementara itu, lama terapi metformin sebelumnya mempengaruhi nilai GDP akhir dan perubahan nilai GDP (P<0,05), namun tidak dengan nilai GA setelah penggunaan monoterapi metformin. Penelitian ini merekomendasikan durasi penggunaan rutin metformin sebelumnya perlu dipertimbangkan untuk penentuan waktu pemantauan ketercapaian target glikemik penggunaan metformin dalam implikasinya terhadap penyesuaian besaran dosis pada pasien DMT2. 
Pengembangan Kuesioner Pengetahuan Masyarakat tentang Penyakit Ginjal Kronik Irwan Nuryana Kurniawan; Mursidha Rakhmi Salicha; Rahma Yuantari; Vitarani Dwi Ananda Ningrum
Jurnal Farmasi Indonesia Vol 19 No 2 (2022): Jurnal Farmasi Indonesia
Publisher : Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31001/jfi.v19i2.1849

Abstract

To reduce the prevalence of chronic kidney disease, a pillar of health paradigms through community empowerment has been introduced. Society with profound knowledge of such disease has proved to be able to raise awareness of kidney disease early detection. Meanwhile, limited data on public knowledge of chronic kidney disease make the education programs in health promotion seem ineffective. This study therefore aims to develop a questionnaire with high validity and reliability to assess public knowledge of this disease. The development included five stages of conceptualisation, instrument construction, a trial with Study 1 of 240 medical and non-medical students and Study 2 of 300 participants from Sleman Regency in Yogyakarta, a test of the revision, and an analysis using the Cronbach’s alpha reliability test. A validity test compared this questionnaire with another reliable questionnaire. Both studies yielded a knowledge scale with two variables comprising kidney disease knowledge (risk factors, causes, symptoms, management) and kidney disease prevention knowledge with Cronbach’s alpha of 0.623 and 0.703 (Study 1) and 0.361 and 0.545 (Study 2). This has proved that the preliminary psychometric evidence (factor structure, reliability, convergent validity) satisfied the requirements for an instrument used to measure public knowledge of chronic kidney disease.
Validation of Questionnaires and the Effect of Educational Videos on the Knowledge of Hyperlipidemia Patients at Banjarbaru Utara Primary Health Care Silviana, Mega; Mafruhah, Okti Ratna; Ningrum, Vitarani Dwi Ananda
Tropical Health and Medical Research Vol. 6 No. 1 (2024): Tropical Health and Medical Research
Publisher : Baiman Bauntung Batuah Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35916/thmr.v6i1.113

Abstract

Hyperlipidemia patients have a high risk of cardiovascular disease and stroke. Low patient knowledge causes therapy failure. Education can be provided to overcome this problem. No questionnaire instrument can measure the level of knowledge of hyperlipidemia patients. The level of knowledge of hyperlipidemia patients at Banjarbaru Utara Primary Health Care has never been studied. The research aimed to validate the questionnaire and determine the effect of educational videos on patient knowledge at the Banjarbaru Utara Primary Health Care, Banjarbaru City, South Kalimantan. The research method used to validate the questionnaire was cross-sectional, while to determine the effect of educational videos on the patient's level of knowledge using a quasi-experimental method using One Group Pre – Post Design. The research was conducted in January – March 2024 at Banjarbaru Utara Primary Health Care. The study involved eight experts, 40 patients in questionnaire validation, and 100 patients to determine the effect of educational videos. The results of questionnaire content validation show that the Content Validity Ratio (CVR) value is in the range of 0.750 – 1.000, while the Content Validity Index (CVI) value is in the range of 0.875 – 1.000. The validity test with Person Correlation shows that ten out of 20 statements on the questionnaire are considered valid (>0.312). The Cronbach's Alpha value is 0.655, indicating the questionnaire is reliable. The patient's knowledge before being given the educational video had a score of 5.96 (scale 1 – 10), while after it, it had a score of 8.73. There was an increase in the level of knowledge, reaching 46.47%. The conclusion is that the Hyperlipidemia Knowledge Questionnaire (HKQ), which consists of 10 statements, is declared valid and reliable. Educational videos significantly influence (p-value 0.000) in increasing knowledge of hyperlipidemia patients.
The Practice of Home Medication Review (HMR) by Community Pharmacists: a Scoping Review Silviana, Mega; Mafruhah, Okti Ratna; Ningrum, Vitarani Dwi Ananda
Jurnal Pharmascience Vol 11, No 2 (2024): Jurnal Pharmascience
Publisher : Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jps.v11i2.17878

Abstract

Praktik farmasi klinik yang berkolaborasi dengan petugas kesehatan lain di tingkat komunitas masih terbatas. HMR bertujuan untuk meningkatkan kesehatan pasien dan meningkatkan kualitas pengobatan melalui kolaborasi perawatan kesehatan. Home Medication Review (HMR) merupakan pelayanan kesehatan di rumah yang mengoptimalkan pelayanan kesehatan pasien serta penggunaan dan pengelolaan obat setelah tidak adanya pemantauan langsung dari petugas kesehatan. HMR dilakukan secara kolaboratif oleh dokter umum dan apoteker di Puskesmas. Artikel review ini bertujuan untuk memberikan gambaran rinci mengenai praktik HMR oleh apoteker komunitas yang mencakup tujuan, tahapan, durasi, dan manfaat HMR serta karakteristik demografi pasien. Review tersebut meliputi artikel penelitian yang dipublikasikan selama tahun 2013 – 2023. Artikel tersebut didapat melalui PubMed dengan kata kunci “(Home Medication Review) DAN (Home Medicine Review)”. Artikel berbahasa Inggris dimasukkan, diekstraksi, dan disajikan dalam sebuah tabel. Empat belas artikel relevan menggambarkan praktik HMR yang melibatkan intervensi apoteker, termasuk rujukan ke dokter umum, untuk mengidentifikasi Masalah Terkait Obat (DRPs), mengoptimalkan pengobatan, meningkatkan kepatuhan pengobatan, dan studi farmakoekonomi. Pasien berusia 18 tahun hingga lanjut usia berasal dari klinik dan fasilitas kesehatan primer atau di panti jompo. HMR juga diberikan kepada pasien dengan satu atau lebih penyakit kronis yang diobati dengan beberapa obat. HMR berlangsung selama 3–18 bulan dengan tahapan persiapan, identifikasi pasien, persetujuan dokter dan pasien, pencatatan data pasien, penilaian awal, kunjungan rumah, identifikasi masalah, intervensi, penilaian akhir, dan laporan HMR. HMR secara signifikan mengurangi kejadian DRP, meningkatkan kepatuhan pengobatan, meningkatkan hasil terapi, meningkatkan pengetahuan, meningkatkan status kesehatan, dan meningkatkan kolaborasi apoteker-dokter. HMR meningkatkan peran apoteker dalam layanan farmasi klinis kolaboratif di masyarakat.Kata Kunci: Masalah Pengobatan, Apoteker Komunitas, Kolaborasi  Interprofesional, Farmasi Klinik, Pelayanan KesehatanClinical pharmacy practices in collaboration with other health workers at the community level remain limited. Home Medication Review (HMR) is a home health service that optimizes patient health care and drug use and management after no direct monitoring from health workers. HMR is collaboratively performed by general practitioners and pharmacists of primary health care. HMR aimed to improve patient health and enhance the quality of medication through healthcare collaboration.This review article aims to provide a detailed description of HMR practice by community pharmacists that includes the purpose, stages, duration, and benefits of HMR and patients’ demographic characteristics. The review includes the research articles published during 2013 - 2023. The articles were searched via PubMed with the keywords "(Home Medication Review) AND (Home Medicine Review)". English articles were included, extracted, and presented in a table. Fourteen relevant articles described the practice of HMR involving pharmacist intervention, including referrals to general practitioners, for identifying Drug-Related Problems (DRPs), optimizing treatment, improving medication adherence, and pharmacoeconomic studies. Patients aged 18 years to elderly are from clinics and primary health facilities or in nursing homes. HMR is also provided for patients with one or more chronic diseases treated with several drugs. HMR lasts for 3 – 18 months with stages of preparation, patient identification, doctor and patient agreement, patient data recording, initial assessment, home visit, problem identification, intervention, final assessment, and HMR report. HMR significantly reduces DRP incidence, increases medication adherence, improves therapeutic outcomes, increases knowledge, improves health status, and increases pharmacist-doctor collaboration. HMR enhances pharmacists’ role in collaborative clinical pharmacy services in the community.