Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

Pengaruh Edukasi Penggunaan OAINS Sebagai Terapi Dismenore Primer Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Siswi SMA Negeri Ngaglik Sleman Febrianti, Yosi; Ningrum, Vitarani Dwi Ananda; Maulana, Ishar
JURNAL PHARMASCIENCE Vol 1, No 2 (2014): JURNAL PHARMASCIENCE
Publisher : JURNAL PHARMASCIENCE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak            Dismenore primer adalah menstruasi yang disertai dengan rasa nyeri. OAINS merupakan terapi farmakologi untuk menangani dismenore primer. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh edukasi penggunaan OAINS sebagai terapi pencegahan terhadap penurunan intensitas nyeri dan mengetahui pengaruh faktor pengganggu berupa kecemasan, dukungan keluarga, dan keletihan terhadap intensitas nyeri pada dismenore primer. Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental semu yang bersifat non randomized control goup pretest postest design yang dilaksanakan pada bulan September sampai November 2013. Data diperoleh dari pengisian kuesioner dan wawancara langsung dengan responden. Metode edukasi yang diberikan dengan lisan dan tulisan selama 15 menit. Penilaian skor intensitas nyeri menggunakan Numeric Rating Scale (NRS). Sebanyak 72 siswi yang bersedia mengikuti penelitian yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu siswi SMA Negeri 1 sebagai kelompok kontrol dan SMA Negeri 2 sebagai kelompok perlakuan. Hasil uji Chi Square menunjukan bahwa ada pengaruh edukasi terhadap penurunan intensitas nyeri. Faktor pengganggu yang memiliki hubungan signifikan terhadap peningkatan intensitas nyeri adalah kecemasan sedangkan dukungan keluarga dan keletihan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap peningkatan intensitas nyeri.Kata kunci: Dismenorea primer, Edukasi, Numeric Rating Scale (NRS) AbstractPrimary dysmenorrhea is menstrual periods accompanied by pain. NSAIDs are pharmacological therapy to deal with primary dysmenorrhea. The purpose of this study is to determine the effect of the education on the use of NSAIDs as a preventive therapy to decrease pain intensity and determine the effect of confounding factors such as anxiety, family support, and fatigue to pain intensity in primary dysmenorrhea. This study used a quasi-experimental design that are non- randomized control goup pretest posttest design conducted in September through November 2013. Data were obtained from questionnaires and interviews with the respondents. Educational methods were given by written and spoken for 15 minutes. Assessment of pain intensity scores use the Numeric Rating Scale ( NRS ). A total of 72 students who are willing to follow the study were divided into 2 groups: SMA Negeri 1 as a control group and SMAN 2 as the treatment group. Chi Square test results showed that there was the influence of education on the reduction of pain intensity. Confounding factors that have a significant relationship with the increase in the intensity of pain is anxiety and fatigue while family support did not have a significant relationship with pain intensity.Keywords: Primary Dysmenorrhea, Education,  and Numeric Rating Scale (NRS).
Pengaruh Antipsikotik terhadap Penurunan Skor The Positive and Negative Syndrome Scale-Excited Component Sari, Chynthia P.; Ningrum, Vitarani D. A.; Sugiyarto, Okky P.; Purwandityo, Ayuningtyas G.; Febrianti, Yosi
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 7, No 1 (2018)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (572.746 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2018.7.1.19

Abstract

Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan dengan satu atau lebih kriteria seperti delusi, halusinasi, cara berpikir dan berbicara yang tidak teratur, gangguan perilaku, dan gejala negatif. Antipsikotik merupakan terapi utama untuk pengobatan skizofrenia. Respon terapi pengobatan pasien dengan gangguan syaraf maupun jiwa seperti skizofrenia hanya dapat dilihat dari perbaikan gejala dan penurunan tingkat keparahan pasien yang dapat diukur melalui diagnosis dokter berdasarkan instrumen pengukuran seperti The Positive and Negative Syndrome Scale-Excited Component (PANSS-EC). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui presentase pengaruh pemilihan antipsikotik terhadap penurunan skor PANSS-EC dan mengetahui jenis antipsikotik yang paling memengaruhi penurunan PANSS-EC. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 2016 pada pasien skizofrenia akut di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang dengan menggunakan metode cross-sectional, observasional-analitik yang dilakukan secara prospektif. Data nilai selisih skor pre dan post PANSS-EC dari 97 pasien diambil secara acak (random) sebanyak 39 pasien. Berdasarkan hasil uji One Way ANOVA, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,021 (p <0,05), nilai linearitas F (0,03) <0,05, dan nilai Fhitung > Ftabel (2,584 >1,81), hal ini bermakna bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pemilihan antipsikotik terhadap penurunan skor PANSS-EC. Hasil uji asosiasi Eta menunjukkan bahwa besar pengaruh dari pemilihan antipsikotik terhadap penurunan skor PANSS-EC pasien adalah 73,80%. Berdasarkan hasil uji post hoc ANOVA, monoterapi klozapin merupakan terapi antipsikotik yang paling berbeda signifikan dengan level signifikansi (mean difference) 0,05 dibandingkan dengan monoterapi dan kombinasi antipsikotik lainnya. Sebanyak 73,80% penggunaan antipsikotik memengaruhi penurunan skor PANSS-EC dan klozapin merupakan terapi antipsikotik yang paling berbeda signifikan di antara monoterapi maupun kombinasi antipsikotik lainnya.Kata kunci: Antipsikotik, klozapin, PANSS-EC, skizofrenia The Influence of Antipsychotic to Decrease the Score of The Positive and Negative Syndrome Scale-Excited ComponentSchizophrenia is a psychiatric disorder with one or more of the following criteria: delusions, hallucinations, ways of thinking and talking that is irregular, behavioral disorders and negative symptoms. The treatment responsed of patients with neurological or psychiatric disorders only be seen from patient’s improved of symptomps and severity decreased that can be measured through doctor’s diagnosis based on instrument measurement such as The Positive and Negative Syndrome Scale-Excited Component (PANSS-EC). The aim of this study were to find out percentage of the antipsychotics selection effect to decrease score of PANSS-EC and to find out which type of antipsychotic that mostly influence the decrease. This study was conducted from January to March 2016 in patients with acute schizophrenia at RSJ (mental hospital) Prof. Dr. Soerojo Magelang using cross-sectional, observational-analytic based on prospective. The difference of pre and post PANSS-EC score of 97 patients were taken randomly as many as 39 patients. Based on the result of one way anova test, the value of significance was 0.021 (p >0.05), linearity F value (0.03), F value counted > F table (2.584 >1.81), which means there was a significant influence between antipsychotics selection with decrease of the PANSS-EC score. The result of Eta association showed that the effect of antipsychotics selection to decrease patient’s PANSS-EC score was 73.80%. Based on the result of post hoc anova test, clozapine monotherapy was the most significant antipsychotic therapy with a significance level of 0.05 (mean difference) compared to monotherapy or combination antipsychotics. 73.80% of antipsychotics selection influenced the decrease of patient’s PANSS-EC score, and clozapine was the most siginficant antipsychotic therapy compared to monotherapy or other combination antipsychotics.Keywords: Antipsychotic, clozapine, PANSS-EC, schizophrenia
Studi Penggunaan Kombinasi Antipsikotik pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Yogyakarta Anggie Indriani; Wikan Ardiningrum; Yosi Febrianti
Majalah Farmasetika Vol. 4, Supl. 1, Tahun 2019
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/mfarmasetika.v4i0.25882

Abstract

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang memengaruhi pemikiran dan persepsi seseorang. Pemberian antipsikotik saat ini masih menjadi pengobatan primer untuk pasien skizofrenia. 10-30% pasien skizoprenia mendapatkan kombinasi antipsikotik karena respon yang tidak adekuat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola dan profil efek samping dari penggunaan kombinasi antipsikotik pada pasien skizoprenia. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-observasional dengan rancangan cross-sectional (potong lintang). Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif menggunakan data rekam medik. Pola penggunaan kombinasi antipsikotik pada pasien skizofrenia yaitu kombinasi antipsikotik yang paling banyak digunakan adalah kombinasi risperidon – klozapin sebanyak 43,4%. Efek samping yang terjadi pada penggunaan kombinasi antipsikotik yaitu efek ekstrapiramidal yang berupa tremor, hipersalivasi, dan rigiditas sebanyak 15,2% pada penggunaan risperidon - klozapin. Kombinasi terbanyak yang sering digunakan pada pasien skizofrenia adalah kombinasi risperidon-klozapin, dan profil efek samping yang sering muncul dari penggunaan antipsikotik adalah efek ekstrapiramidal.
Analysis of the level of knowledge of mothers about self-medication to children in Cangkringan District, Yogyakarta Yosi Febrianti; Dessy Melanita; Bondan Ardiningtyas
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 16 No. 1 (2020): Jurnal Ilmiah Farmasi
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/jif.vol16.iss1.art8

Abstract

AbstractBackground: Self-medication refers to an endeavor that is mostly frequently done by society in coping with any symptoms of disease prior to have an aid from medical practitioner. In this case, knowledge about medication and any disease complaints will bring about the impact on the medication use. Insufficiency of mother in understanding about drug and the way of using it in self-medication is potential to be a factor of medication error both for the mothers themselves and for their family. Knowledge required to properly do self-medication is by identifying the active substances, indication, contraindication, dosage and side effect of the medication.Objective: This research is designed to observed the description of the implementation of self-medication, the description of knowledge level of mothers about self-medication and factors determining the knowledge level of mothers. Method: In addition, this research used questionnaires written in accordance with the Guidelines of Free Medicine Use and Limited Free Medicine. Categorization of the knowledge level of mothers is based on the final score of the questionnaires.Results: The result then showed that the knowledge level of the mothers about the general knowledge of medicine was at 61% for those categorized into good knowledge and 39% for those categorized into medium-level knowledge. Meanwhile, in terms of knowledge level of mother about complaint and diseases treatable using self-medication was at 90% for those categorized into good knowledge and 10% for those categorized at medium-level knowledge.Conclusion: The factors determining the knowledge level of mothers included age, educational level and income. On the other hand, the factor that mostly determined the knowledge level of mother was educational level.Keywords: self-medication, knowledge level, YogyakartaIntisari Latar belakang: Swamedikasi adalah upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi gejala penyakit sebelum mencari pertolongan dari tenaga kesehatan Pengetahuan tentang obat dan keluhan penyakit berdampak pada penggunaan obat. Keterbatasan pengetahuan para ibu akan obat dan cara penggunaannya dalam swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) pada diri sendiri dan anggota keluarganya. Pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan swamedikasi dengan benar adalah mengetahui bahan aktif, indikasi, kontraindikasi, dosis, dan efek samping pengobatan. Tujuan: Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran pelaksanaan swamedikasi,mengetahui gambaran tingkat pengetahuan para ibu tentang swamedikasi dan mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan para ibu. Metode: Penelitian menggunakan kuesioner yang disusun berdasarakan Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Tebatas. Pembagian golongan tingkat pengetahuan para ibu berdasarkan skor akhir kuesioner. Hasil: Tingkat pengetahuan para ibu tentang informasi umum obat, sebanyak 61% ibu tergolong pengetahuan baik dan 39% ibu tergolong pengetahuan sedang. Tingkat pengetahuan para ibu tentang keluhan dan penyakit yang dapat diatasi dengan swamedikasi, sebanyak 90% ibu tergolong pengetahuan baik dan 10% ibu tergolong pengetahuan sedang.Kesimpulan: Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu antara lain usia, tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan. Sedangkan faktor yang paling mempengaruhi tingkat pengetahuan para ibu adalah tingkat pendidikan.Kata kunci : Swamedikasi, tingkat pengetahuan, para ibu, Cangkringan 
Respon pengobatan pada pasien diare spesifik rawat inap di Rumah Sakit Swasta Provinsi Banten Chynthia Pradiftha Sari; Hilda Yunita Indriani; Yosi Febrianti
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 14 No. 1 (2018): Jurnal Ilmiah Farmasi
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/jif.vol14.iss1.art04

Abstract

 AbstractBackground: Specific diarrhea is one of the digestive system diseases that occurs in 1.8 million of the world's population characterized by the frequency of defecation, with liquid consistency, blood velocity.Objective: to invite the response of diarrhea excavation in patients with specific diarrhea hospitalization in Banten Province Private HospitalMethod: The study was conducted in a retrospective descriptive manner with cross-sectional design. Data was taken from 105 inpatients taken in medical records from 2013-2014. Subject data were take from adult patients 18-60 years with a specific diagnosis in the inpatient ward of Banten Province Private Hospital.Results: Distribution of subjects with the highest diarrhea age> 40 years in both men and women,> 30% of positive mucous blood stools about leukocytes. The most antidiarrheal types consisted of electrolyte fluid (71.4% Ringer Lactate), single anti diarrhea (attapulgite 52.38%), combination anti diarrhea (attapulgite and loperamide 18.09%), quinolone antibiotic (ciprofloxacin 21.9%). Treatment given to diarrhea patients.Conclusion: The treatment used is Ringer Lactate (RL), attapulgite, combination of attapulgite and loperamide, and ciprofloxacin responding well to the comparison of the frequency of diarrhea in patients with specific diarrhea in Banten Province Private Hospital.Keywords: Response to treatment, specific diarrhea, decrease frequency of diarrhea IntisariLatar belakang: Diare spesifik merupakan salah satu penyakit sistem pencernaan yang terjadi pada 1,8 juta penduduk dunia ditandai dengan meningkatnya frekuensi buang air besar, dengan konsistensi cair, disertai darah.Tujuan: Menilai respon penggobatan diare pada pasien diare spesifik rawat inap di RS Swasta provinsi BantenMetode: Penelitian dilakukan secara deskriptif retrospektif dengan rancangan potong-lintang. Data diambil dari 105 pasien rawat inap yang tercantum dalam rekam medik tahun 2013-2014. Data subjek uji yang diambil meliputi usia pasien dewasa 18-60 tahun dengan diagnosa diare spesifik di bangsal rawat inap RS Swasta provinsi Banten.Hasil: Distribusi subjek uji diare spesifik terbanyak usia >40 tahun baik pada laki-laki dan perempuan, > 30% positif feses berlendir berdarah terdapat leukosit. Jenis antidiare terbanyak yang digunakan berupa cairan elektrolit (Ringer Laktat 71.4%), antidiare tunggal (attapulgite 52,38%), antidiare kombinasi (attapulgite dan loperamide 18,09%), antibiotik kuinolon (siprofloksasin 21,9%). Pengobatan yang diberikan pada pasien diare spesifik berespon baik terhadap penurunan frekuensi diare diamati dari mulai pasien masuk rumah sakit hingga pasien menyelesaikan pengobatan. Kesimpulan: Pengobatan yang digunakan yaitu Ringer Laktat (RL), attapulgite, kombinasi attapulgite dan loperamide, serta siprofloksasin berespon baik terhadap penurunan frekuensi diare pada pasien diare spesifik di RS Swasta Provinsi Banten. Kata kunci: Respon pengobatan, diare spesifik, penurunan frekuensi diare 
KAJIAN POTENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DENGAN GANGGUAN FUNGSI GINJAL DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE 2009-2013 Endang Sulistiyowatiningsih; Sebtia Nurul Hidayati; Yosi Febrianti
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 12 No. 1 (2016): Jurnal Ilmiah Farmasi
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

 Abstract Heart disease is one of the leading cause of death in the world that can induce renal impairment. Aim of this study was to describe potential of drug interaction in treatment of heart failure with impaired renal function. Research conducted in Dr. Sardjito Hospital in Yogyakarta for hospitalized patient. This is a descriptive study with retrospective crosssectional research design from 2009-2013. The result showed 70 patients were eligible from total 119 patients. The most potential of drug interaction were furosemide and ACE inhibitor occured amongst 35 patients with level significance 3. Meanwhile, furosemide and aspirin were potentially happened in35 patients with level significance 5, furosemid and digoxin in 27 patients with level significance 1, aspirin and captopril in 25 patients with level significance 4. Keywords : heart failure, kidney failure, drug interactions Intisari Gagal jantung adalah salah satu penyebab utama kematian di dunia yang dapat meningkat dengan adanya gangguan pada ginjal. Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan interaksi terapi potensialpada pasien gagal jantung dengan gangguan fungsi ginjal. Penelitian ini dilakukan pada pasien yang menjalani rawat inap di RS Dr.Sardjito Yogyakarta. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan rancangan studi potong lintang dan pengambilan data dilakukan secara restrospektif tahun 2009 – 2013. Hasil penelitian menunjukkan 70 pasien memenuhi kriteria inklusi dari total subyek 119 pasien. Interaksi obat yang paling potensial terjadi adalah furosemid dan ACEI sebanyak 35 pasien dengan level signifikansi 3, furosemid dan aspirin pada 35 pasien dengan level signifikansi 5, furosemid dan digoksin dengan level signifikansi 1 serta aspirin dan kaptopril dengan level signifikansi 4. Kata kunci : gagal jantung, gagal ginjal, interaksi obat 
The use of anti-hyperlipidemia in a private hospital in Yogyakarta during 2013-2019 Yosi Febrianti; Saepudin Saepudin; Dian Medisa; Haryo Tetuko; Siti Nurul Fadhillah Hasanah
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 17 No. 2 (2021): Jurnal Ilmiah Farmasi
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/jif.vol17.iss2.art7

Abstract

Background: Lipid modifying agents have an important role in the primary and secondary prevention of cardiovascular diseases such as coronary heart disease and stroke. The use of lipid-modifying agents tends to increase along with the increasing prevalence of these diseases.Objectives: To determine the utilization of lipid modifying agents for hospitalized patients in a private hospital in Yogyakarta during the period of 2013 - 2019 in regard to the agents used and their quantity.Methods: The main data for this study were aggregate data on the use of lipid modifying agents for hospitalized patients during 2013-2019 obtained from the hospital pharmacy department. After identification of the names of lipid modifying agents, the quantities of these drugs were then calculated in units of defined daily dose (DDD) and the final quantity was expressed in DDD/100 bed days (BD). The R2 value from linear regression was used to determine the trend of use of individual agents over the period.Results: There were two pharmacological subgroups of lipid modifying agents used during the period of 2013 – 2019 with an average of total quantity of 14.81 DDD/100 BD. Utilization of statins was approximately 90% of the total use, and utilization of fibrates tended to decrease over the period. Individually, simvastatin use decreased significantly over the period (R2 = 0.885), but atorvastatin use continued to increase (R2 = 0.908) with 10-fold increase from 2013 to 2019.Conclusion: The lipid modifying agents used during the period 2013 - 2019 were predominantly statins, and the utilization of atorvastatin increased significantly during this period.Keywords: lipid modifying agents, ATC/DDD, fibrates, statinsIntisariLatar Belakang: Antihiperlipidemia memiliki peran penting dalam pencegahan primer maupun sekunder penyakit kardiovaskular terutama penyakit jantung koroner dan stroke. Penggunaan golongan obat tersebut di berbagai fasilitas kesehatan cukup tinggi seiring dengan masih tingginya prevalensi penyakit kardiovaskular.Tujuan: Untuk mengetahui profil penggunaan antihiperlipidemia untuk pasien rawat inap di salah satu rumah sakit swasta di Yogyakarta selama periode tahun 2013 – 2019 berdasarkan jenis obat dan kuantitas penggunaannya.Metode: Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data agregat penggunaan antihiperlipidemia untuk pasien rawat inap selama tahun 2013 - 2019 yang diperoleh dari instalasi farmasi rumah sakit. Setelah mengetahui jenis obat antihiperlipidemia yang digunakan, kuantitas penggunaan obat-obat tersebut dihitung dalam satuan defined daily dose (DDD) dan kuantitas akhir dinyatakan dalam DDD/100 bed days (BD). Nilai R2 dari persamaan garis lurus digunakan untuk mengetahui kecenderungan peningkatan atau penurunan penggunaan obat antihiperlipidemia secara individual selama periode tahun 2013 – 2019.Hasil: Terdapat dua golongan antihiperlipidemia yang digunakan selama periode tahun 2013 – 2019, yaitu golongan statin dan fibrat, dengan rata-rata kuantitas penggunaan secara total sebesar 14,81 DDD/100 BD. Penggunaan antihiperlipidemia golongan statin secara rata-rata sekitar 90% dari keseluruhan antihiperlipidemia yang digunakan dan penggunaan obat golongan fibrat cenderung menurun dari tahun ke tahun. Secara individual, simvastatin menunjukkan penggunaan yang menurun secara signifikan dari tahun ke tahun (R2=0,885) namun sebaliknya penggunaan atorvastatin terus meningkat (R2=0,908) dengan peningkatan hampir 10 kali lipat dari tahun 2013 ke tahun 2019.Kesimpulan: Antihiperlipidemia yang digunakan selama periode tahun 2013 – 2019 sebagian besar merupakan golongan statin dan atorvastatin yang penggunaannya yang meningkat secara signifikan.Kata kunci: antihiperlipidemia, ATC/DDD, fibrat, statin
The profile of anxiety, stress, and depression among pharmacy students in Universitas Islam Indonesia Mutiara Herawati; Aldia Dwi Karinaningrum; Yosi Febrianti
Jurnal Ilmiah Farmasi 2022: Special Issue
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/jif.specialissue2022.art17

Abstract

Abstract Background: Implementation of the new curriculum is tiresome for both lecturers and students. Students who are passive and have limited cognitive abilities will feel depressed. This condition can cause anxiety leading to stress and ultimately depression. The enhancement of graduation standards for apothecary students rises the depression risk factors, especially for retaker students (students who do not pass the Indonesian Pharmacist Competency Exam).Objective: This study aimed to identify the level of anxiety, stress, and depression among undergraduate pharmacy and pharmacist profession students.Method: This study was a cross-sectional design that employed the students of undergraduate and apothecary programs. Respondents involved in this study were undergraduate students in the 2nd, 3rd, and 4th year (n=451) and professional students from batches 35, 36, and 37 (n=271). The DASS 42 questionnaire (Depression Anxiety Stress Scale) was used to identify depression. The data were analyzed descriptively.Result: The number of respondents who met the inclusion criteria was 668. Most undergraduate students had moderate levels of anxiety, normal stress, and normal depression, while apothecary students had normal profiles for all parameters.Conclusion: The various activities and pressure during the learning process triggered psychological disorders for only 5% of respondents.Keywords: Anxiety, stress, depression, DASS-42 Intisari Latar belakang: Implementasi kurikulum baru sangat menguras pikiran dan tenaga, baik dosen maupun mahasiswa. Bagi mahasiswa yang pasif dan memiliki kemampuan kognitif terbatas akan merasakan kondisi tertekan. Kondisi tersebut dapat menyebabkan kecemasan yang meningkat menjadi stress dan pada akhirnya depresi. Peningkatan standar kelulusan mahasiswa apoteker berpotensi meningkatkan faktor risiko kejadian depresi, terutama bagi mahasiswa retaker (mahasiwa yang tidak lulus Ujian Kompetensi Apoteker Indonesia). Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan, stress, dan depresi mahasiswa S1 farmasi dan profesi apoteker.Metode: Penelitian menggunakan rancangan cross-sectional kepada mahasiswa program studi farmasi dan profesi apoteker. Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah mahasiswa strata pertama pada tahun ke-2,3, dan 4 (n=451) serta mahasiswa profesi angkatan 35, 36, dan 37 (n=271). Alat yang digunakan untuk mengidentifikasi depresi adalah kuesioner DASS 42 (Depression Anxiety Stress Scale). Data yang diolah secara deskriptif.Hasil: Jumlah responden yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 668. Mayoritas mahasiswa S1 memiliki profil tingkat kecemasan sedang, stress normal, dan depresi normal, sedangkan pada mahasiswa profesi apoteker memiliki profil tingkat kecemasan, stress, dan depresi normal. increaseKesimpulan: Dengan berbagai aktivitas dan tekanan selama proses pembelajaran, mayoritas mahasiswa tidak mengalami gangguan psikis, meskipun 5% diantaranya menyatakan mengalami gangguan.Kata kunci : Kecemasan, stress, depresi, DASS-42
Pengaruh Antipsikotik terhadap Penurunan Skor The Positive and Negative Syndrome Scale-Excited Component Ayuningtyas G. Purwandityo; Yosi Febrianti; Chynthia P. Sari; Vitarani D. A. Ningrum; Okky P. Sugiyarto
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 7, No 1 (2018)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (806.733 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2018.7.1.19

Abstract

Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan dengan satu atau lebih kriteria seperti delusi, halusinasi, cara berpikir dan berbicara yang tidak teratur, gangguan perilaku, dan gejala negatif. Antipsikotik merupakan terapi utama untuk pengobatan skizofrenia. Respon terapi pengobatan pasien dengan gangguan syaraf maupun jiwa seperti skizofrenia hanya dapat dilihat dari perbaikan gejala dan penurunan tingkat keparahan pasien yang dapat diukur melalui diagnosis dokter berdasarkan instrumen pengukuran seperti The Positive and Negative Syndrome Scale-Excited Component (PANSS-EC). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui presentase pengaruh pemilihan antipsikotik terhadap penurunan skor PANSS-EC dan mengetahui jenis antipsikotik yang paling memengaruhi penurunan PANSS-EC. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 2016 pada pasien skizofrenia akut di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang dengan menggunakan metode cross-sectional, observasional-analitik yang dilakukan secara prospektif. Data nilai selisih skor pre dan post PANSS-EC dari 97 pasien diambil secara acak (random) sebanyak 39 pasien. Berdasarkan hasil uji One Way ANOVA, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,021 (p <0,05), nilai linearitas F (0,03) <0,05, dan nilai Fhitung > Ftabel (2,584 >1,81), hal ini bermakna bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pemilihan antipsikotik terhadap penurunan skor PANSS-EC. Hasil uji asosiasi Eta menunjukkan bahwa besar pengaruh dari pemilihan antipsikotik terhadap penurunan skor PANSS-EC pasien adalah 73,80%. Berdasarkan hasil uji post hoc ANOVA, monoterapi klozapin merupakan terapi antipsikotik yang paling berbeda signifikan dengan level signifikansi (mean difference) 0,05 dibandingkan dengan monoterapi dan kombinasi antipsikotik lainnya. Sebanyak 73,80% penggunaan antipsikotik memengaruhi penurunan skor PANSS-EC dan klozapin merupakan terapi antipsikotik yang paling berbeda signifikan di antara monoterapi maupun kombinasi antipsikotik lainnya.Kata kunci: Antipsikotik, klozapin, PANSS-EC, skizofrenia The Influence of Antipsychotic to Decrease the Score of The Positive and Negative Syndrome Scale-Excited ComponentSchizophrenia is a psychiatric disorder with one or more of the following criteria: delusions, hallucinations, ways of thinking and talking that is irregular, behavioral disorders and negative symptoms. The treatment responsed of patients with neurological or psychiatric disorders only be seen from patient’s improved of symptomps and severity decreased that can be measured through doctor’s diagnosis based on instrument measurement such as The Positive and Negative Syndrome Scale-Excited Component (PANSS-EC). The aim of this study were to find out percentage of the antipsychotics selection effect to decrease score of PANSS-EC and to find out which type of antipsychotic that mostly influence the decrease. This study was conducted from January to March 2016 in patients with acute schizophrenia at RSJ (mental hospital) Prof. Dr. Soerojo Magelang using cross-sectional, observational-analytic based on prospective. The difference of pre and post PANSS-EC score of 97 patients were taken randomly as many as 39 patients. Based on the result of one way anova test, the value of significance was 0.021 (p >0.05), linearity F value (0.03), F value counted > F table (2.584 >1.81), which means there was a significant influence between antipsychotics selection with decrease of the PANSS-EC score. The result of Eta association showed that the effect of antipsychotics selection to decrease patient’s PANSS-EC score was 73.80%. Based on the result of post hoc anova test, clozapine monotherapy was the most significant antipsychotic therapy with a significance level of 0.05 (mean difference) compared to monotherapy or combination antipsychotics. 73.80% of antipsychotics selection influenced the decrease of patient’s PANSS-EC score, and clozapine was the most siginficant antipsychotic therapy compared to monotherapy or other combination antipsychotics.Keywords: Antipsychotic, clozapine, PANSS-EC, schizophrenia
PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN UKM SEBAGAI PENGGERAK EKONOMI DESA. (DESA HARJOBINANGUN, PAKEM, SLEMAN, DI YOGYAKARTA) Lutfi Chabib; Yosi Febrianti; Abdul Hakim; Muhammad Safarullah; Bambang Subekti
Asian Journal of Innovation and Entrepreneurship Vol 1 No 03 (2016): September 2016
Publisher : UII

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Small and medium enterprise (SME/UKM) plays an important role in the national economic development, due its role in the economic growth and employee recruitment as well as its role in the development of product distribution. During the economic crysis that occured in this country a few years ago, which affected to the collapse of many big scale firms, Small and Medium Enterprise (SME/UKM) proved tougher in facing the crisis. Small and Medium Enterprise (SME/UKM) Dharma Karya is located in Harjobinangun, Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Small and Medium Enterprise (SME/UKM) Dharma Karya has problems which are cannot grow as much as possible due to a limitation of facilities of production process so it can’t be produce many product in maximum amount. The other problem is Small and Medium Enterprise (SME/UKM) Dharma Karya cannot sell their product in market because a limitation of skill and the product socialization. So that, KKN PPM UII is conducting a progam of procurement of required equipment and mentoring of entrepreneurship motivation, improvement of product quality, packaging products, quality of packaging, networking and cooperation. This program can improve the quality and productivity of Small and Medium Enterprise (SME/UKM) so that improve the rural economy.