Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Penelitian Pasta Prada Bentuk Emulsi Untuk Produk Batik Lestari, Kun; Suhartini, Tien; Sutadi, Sutadi; Haryanti, Retno
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol. 15 (1996): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v15i1.1052

Abstract

Zat warna prada baik yang berujud bubuk maupun pasta dilekatkan pada kain dengan bantuan binder metalik dan air pada kekentalan tertentu. Dari hasil penelitian yang terdahulu (Sulaeman dkk., DKB., Nomer X, 1992), ternyata pada saat pasta prada dilekatkan masih terdapat indikasi ketidaklancaran aliran melalui lubang canting. Hambatan tersebut akan diatasi dengan merubah campuran pasta prada menjadi sistem emulsi.Dalam percobaan ini sebagai pembentuk fasa kontinyu dipilih zat-zat berikut: minyak ikan, vernis dan terpentin yang digunakan baik secara tunggal atau campurannya, sedang komposisi dan waktu pembentukan emulsi dibuat variatif. Untuk membentuk sistem emulsi, dicoba 2 (dua) jenis emulsifier yaitu glycerin dan emulcifier TS.Hasil percobaan menunjukkan bahwa pasta prada dalam bentuk emulsi (W/O) dengan fase kontinyu campuran minyak ikan, vernis dan terpentin (0,25 : 1 :1 ), emulsifier TS dan waktu pembentukan emulsi 5 menit, meningkatkan kelancaran aliran secara total dengan laju kering 5 – 10 menit baik pada katun maupun pada sutera, di samping keunggulan yang lain seperti kilau dan ketahanan luntur terhadap pencucian dan gosokan.Zat warna prada baik yang berujud bubuk maupun pasta dilekatkan pada kain dengan bantuan binder metalik dan air pada kekentalan tertentu. Dari hasil penelitian yang terdahulu (Sulaeman dkk., DKB., Nomer X, 1992), ternyata pada saat pasta prada dilekatkan masih terdapat indikasi ketidaklancaran aliran melalui lubang canting. Hambatan tersebut akan diatasi dengan merubah campuran pasta prada menjadi sistem emulsi.Dalam percobaan ini sebagai pembentuk fasa kontinyu dipilih zat-zat berikut: minyak ikan, vernis dan terpentin yang digunakan baik secara tunggal atau campurannya, sedang komposisi dan waktu pembentukan emulsi dibuat variatif. Untuk membentuk sistem emulsi, dicoba 2 (dua) jenis emulsifier yaitu glycerin dan emulcifier TS.Hasil percobaan menunjukkan bahwa pasta prada dalam bentuk emulsi (W/O) dengan fase kontinyu campuran minyak ikan, vernis dan terpentin (0,25 : 1 :1 ), emulsifier TS dan waktu pembentukan emulsi 5 menit, meningkatkan kelancaran aliran secara total dengan laju kering 5 – 10 menit baik pada katun maupun pada sutera, di samping keunggulan yang lain seperti kilau dan ketahanan luntur terhadap pencucian dan gosokan.
Pengolahan Limbah Cair Batik Proses Pencelupan Naphtol Untuk Memperkecil Kadar Pencemar Sulaeman, Sulaeman; Lestari, Kun; Sutadi, Sutadi
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol. 15 (1996): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v15i1.1054

Abstract

Telah dilakukan cara pengolahan limbah cair batik hasil proses pencelupan dengan zat warna Naphtol secara laboratoris. Limbah cair diidentifikasi dan kemudian diolah dengan cara koagulasi, pengendapan, penyaringan dan absorpsi.Lima contoh-uji masing-masing 500 ml limbah cair dikoagulasikan dengan menggunakan: larutan tawas 10% 35,0 ml, larutan tawas 10% 40,0 ml, campuran larutan tawas 10% dan H2SO4 teknis masing-masing 20,0 ml dan 1,5 ml, campuran larutan tawas 10% dan H2SO4 teknis 20,0 ml dan 2,0 ml serta campuran larutan tawas 10% dan kaporit 5% 25,0 ml dan 12,5 ml. Kelima contoh-uji kemudian diaduk, diendapkan, disaring dan diabsorpsi dengan karbon aktif.Dari hasil penelitian, penggunaan larutan tawas 10% sebanyak 40,0 ml pada 500 ml limbah cair atau penggunaan tawas padt sebanyak 8 g/1 limbah cair dengan waktu pengendapan selama 24 jam dan waktu kontak dengan karbon aktif selama 5 menit merupakan kondisi terbaik yang dapat menurunkan nilai parameter pencemar atau efisiensi pengolahan sebesar 95 – 98%.Telah dilakukan cara pengolahan limbah cair batik hasil proses pencelupan dengan zat warna Naphtol secara laboratoris. Limbah cair diidentifikasi dan kemudian diolah dengan cara koagulasi, pengendapan, penyaringan dan absorpsi.Lima contoh-uji masing-masing 500 ml limbah cair dikoagulasikan dengan menggunakan: larutan tawas 10% 35,0 ml, larutan tawas 10% 40,0 ml, campuran larutan tawas 10% dan H2SO4 teknis masing-masing 20,0 ml dan 1,5 ml, campuran larutan tawas 10% dan H2SO4 teknis 20,0 ml dan 2,0 ml serta campuran larutan tawas 10% dan kaporit 5% 25,0 ml dan 12,5 ml. Kelima contoh-uji kemudian diaduk, diendapkan, disaring dan diabsorpsi dengan karbon aktif.Dari hasil penelitian, penggunaan larutan tawas 10% sebanyak 40,0 ml pada 500 ml limbah cair atau penggunaan tawas padt sebanyak 8 g/1 limbah cair dengan waktu pengendapan selama 24 jam dan waktu kontak dengan karbon aktif selama 5 menit merupakan kondisi terbaik yang dapat menurunkan nilai parameter pencemar atau efisiensi pengolahan sebesar 95 – 98%.
Unggulan Ekonomis Penggunaan Zat Penguat Lapisan Peka Sinar Dari Gondorukem untuk Kasa Cap Lestari, Kun
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah No. 16 (1997): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v0i16.1065

Abstract

Dibuat formulasi zat penguat lapisan peka sinar yang komponen utamanya adalah gondorukem. Gondorukem dicairkan dengan beberapa pelarut organik selektif sampai kekentalan tertentu. Untuk meningkatkan laju pengeringan, sistem larutan gondorukem setelah diberi stabilisator diemulsikan dengan kecepatan pengadukan 5000 RPM (konstant, selama 5 menit dengan pengemulsinya dibuat variatif.Formulasi yang mempunyai tingkat ketahanan optimal ditentukan sebagai berikut: zat penguat lapisan peka cahaya setelah dioleskan diatas lapisan peka sinar (pada kasa cap) diamati laju pengeringannya kemudian diuji ketahanannya terhadap gosokan (mekanik) dan pasta zat warna (kimia). Nilai ketahanannya dibandingkan dengan ketahanan zat penguat peka sinar yang biasa dipakai seperti: lak merah, renyulux dan kopal vernis. Dari hasil percobaan, ternyata bahwa formulasi yang menggunakan pelarut organik terpentin dan emulsifier TS memberikan ketahanan yang paling baik dengan laju pengeringan sekitar 3 jam (alamiah) atau 2 jam (dibantu kipas angin), nilai ketahanan gosok 3-4, sedikit lebih rendah dari nilai ketahanan gosok lak merah (4), sedang komposisinya sebagai berikut: gondorukem : terpentin = 1 : 1. asam sitrat 0,5%, air 5% dan pengemulsi 0,325% - 0,35%.Dibuat formulasi zat penguat lapisan peka sinar yang komponen utamanya adalah gondorukem. Gondorukem dicairkan dengan beberapa pelarut organik selektif sampai kekentalan tertentu. Untuk meningkatkan laju pengeringan, sistem larutan gondorukem setelah diberi stabilisator diemulsikan dengan kecepatan pengadukan 5000 RPM (konstant, selama 5 menit dengan pengemulsinya dibuat variatif.Formulasi yang mempunyai tingkat ketahanan optimal ditentukan sebagai berikut: zat penguat lapisan peka cahaya setelah dioleskan diatas lapisan peka sinar (pada kasa cap) diamati laju pengeringannya kemudian diuji ketahanannya terhadap gosokan (mekanik) dan pasta zat warna (kimia). Nilai ketahanannya dibandingkan dengan ketahanan zat penguat peka sinar yang biasa dipakai seperti: lak merah, renyulux dan kopal vernis. Dari hasil percobaan, ternyata bahwa formulasi yang menggunakan pelarut organik terpentin dan emulsifier TS memberikan ketahanan yang paling baik dengan laju pengeringan sekitar 3 jam (alamiah) atau 2 jam (dibantu kipas angin), nilai ketahanan gosok 3-4, sedikit lebih rendah dari nilai ketahanan gosok lak merah (4), sedang komposisinya sebagai berikut: gondorukem : terpentin = 1 : 1. asam sitrat 0,5%, air 5% dan pengemulsi 0,325% - 0,35%.
Penelitian Nilai Beban Pencemaran Pada Beberapa Ekstrak Zat Warna Alam Lestari, Kun; Sulaeman, Sulaeman
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah No. 18 (2001): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v0i18.1091

Abstract

Zat Pewarna Alam (ZWA) akan direkomendasikan sebagai pewarna yang ramah baik bagi lingkungan maupun kesehatan, disebabkan karena kandungan komponen alaminya mempunyai nilai beban pencemaran yang rendah, mudah terdegradasi secara biologis dan tidak beracun. Pernyataan tersebut perlu diyakinkan kebenarannya. Telah dilakukan pengujian terhadap ekstrak pekat (0,75-1,00° Be) dari 13 jenis sumber ZWA dari beberapa daerah di Indonesia yaitu: bakau, secang. sonokeling. bayam, markisa. bengkirai, nangka, pinus, kruing, kara benguk, tingi, tegeran dan mengkudu. Bahan pencemaran dinyatakan terhadap nilai BOD5, COD dan kandungan Fe (besi) dalam ekstrak pekat yang telah tersimpan selama ±12 bulan. Dari hasil pengujian terlihat bahwa kadar BOD5 dan COD dari 13 jenis ekstrak ZWA mempunyai nilai 1700 mg/l. Tujuh jenis ekstrak ZWA yaitu ekstrak dari kayu nangka, kayu pinus. kayu kruing, kulit kara benguk, kulit kayu tingi, kayu tegeran dan akar mengkudu mempunyai nilai BOD5 dan COD 1000 mg/l, sedangkan ekstrak kulit batang bakau, kayu secang, kayu sonokeling, kayu buyam, kulit buah markisa dan kayu bengkirai mempunyai nilai BOD5 dan COD antara 1100 - 1700 mg/I. Dibandingkan dengan beban pencemaran yang diakibatkan oleh limbah cair pada pencelupan batik menggunakan zat warna sintetis (ZWS) seperti Indigosol yang mempunyai nilai BOD5 = 3.053 mg/I, COD = 10.230 mg/I, dan Naphtol yang mempunyai nilai BOD5 = 5.411 mg/I, COD= 19.921 mg/I maka beban pencemaran ekstrak pekat ZWA masih jauh lebih kecil. Melihat perbandingan COD/BOD5 (=1,3-1,6), beban pencemaran ekstrak pekat ZWA dapat dikelompokkan ke dalam golongan air limbah rumah tangga (COD/BOD5 (2).Zat Pewarna Alam (ZWA) akan direkomendasikan sebagai pewarna yang ramah baik bagi lingkungan maupun kesehatan, disebabkan karena kandungan komponen alaminya mempunyai nilai beban pencemaran yang rendah, mudah terdegradasi secara biologis dan tidak beracun. Pernyataan tersebut perlu diyakinkan kebenarannya. Telah dilakukan pengujian terhadap ekstrak pekat (0,75-1,00° Be) dari 13 jenis sumber ZWA dari beberapa daerah di Indonesia yaitu: bakau, secang. sonokeling. bayam, markisa. bengkirai, nangka, pinus, kruing, kara benguk, tingi, tegeran dan mengkudu. Bahan pencemaran dinyatakan terhadap nilai BOD5, COD dan kandungan Fe (besi) dalam ekstrak pekat yang telah tersimpan selama ±12 bulan. Dari hasil pengujian terlihat bahwa kadar BOD5 dan COD dari 13 jenis ekstrak ZWA mempunyai nilai 1700 mg/l. Tujuh jenis ekstrak ZWA yaitu ekstrak dari kayu nangka, kayu pinus. kayu kruing, kulit kara benguk, kulit kayu tingi, kayu tegeran dan akar mengkudu mempunyai nilai BOD5 dan COD 1000 mg/l, sedangkan ekstrak kulit batang bakau, kayu secang, kayu sonokeling, kayu buyam, kulit buah markisa dan kayu bengkirai mempunyai nilai BOD5 dan COD antara 1100 - 1700 mg/I. Dibandingkan dengan beban pencemaran yang diakibatkan oleh limbah cair pada pencelupan batik menggunakan zat warna sintetis (ZWS) seperti Indigosol yang mempunyai nilai BOD5 = 3.053 mg/I, COD = 10.230 mg/I, dan Naphtol yang mempunyai nilai BOD5 = 5.411 mg/I, COD= 19.921 mg/I maka beban pencemaran ekstrak pekat ZWA masih jauh lebih kecil. Melihat perbandingan COD/BOD5 (=1,3-1,6), beban pencemaran ekstrak pekat ZWA dapat dikelompokkan ke dalam golongan air limbah rumah tangga (COD/BOD5 (2).
Pembuatan Pewarna Biru Dari Tanaman Indigofera tinctoria Lestari, Kun; Riyanto, Riyanto
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah No. 21 (2004): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v0i21.1107

Abstract

Tanaman Indigofera yang terdapat di beberapa daerah di persada nusantara (Jawa, Bali, Kalimantan, Sumatera dll) menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai potensi SDA yang melimpah yang dikaitkan dengan perbendaharaan sumber pewarna alami. Sementara itu telah dilakukan percobaan pengambilan zat warna indigo dari daun dan ranting tanaman liar Indigofera tinctoria secara fermentasi dingin. Dalam daun dan ranting tanaman Indigofera terdapat zat warna alam yang mengandung senyawa indigoida dengan struktur >N-H dan kromofor gugus carbonyl (>C == 0).Daun dan ranting tanaman Indigo/era segar direndam dalam air dengan perbandingan 1: 5. Ekstrak larutan dibuat suasana alkalis dengan penambahan kapur untuk mengendapkan indigo.Dari hasil percobaan ternyata bahwa kondisi optimum pembuatan pasta indigo dari daun segar tanaman Indigofera tinctoria adalah pada penggunaan kapur/alkali 30 g/kg daun, dengan waktu fermentasi antara 24 - 48 jam (24 jam<wakiu fermentasi < 48 jam). Sedang rata - rata hasil /kg daun dan ranting segar adalah 167,2 g pasta murni, 197,2 g pasta dan kapur, dan randemen 16, 72 %. Dengan memvariasikan jenis dan dosis reduktor untuk melarutkan kembali pasta indigo dan kemudian digunakan untuk mewarnai serat katun dan sutera ternyata kesempurnaan proses reduksi pasta indigo dan hasil pewarnaan terbaik (baik sutera maupun katun) dicapai oleh larutan pewarna yang menggunakan reduktor gula merah sejumlah berat pasta. Hasil pewarnaan diuji ketahanan luntur warnanya terhadap pencucian, gosokan, keringat asam dan sinar matahari yang menghasilkan ni/ai baik (4 - 5).Tanaman Indigofera yang terdapat di beberapa daerah di persada nusantara (Jawa, Bali, Kalimantan, Sumatera dll) menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai potensi SDA yang melimpah yang dikaitkan dengan perbendaharaan sumber pewarna alami. Sementara itu telah dilakukan percobaan pengambilan zat warna indigo dari daun dan ranting tanaman liar Indigofera tinctoria secara fermentasi dingin. Dalam daun dan ranting tanaman Indigofera terdapat zat warna alam yang mengandung senyawa indigoida dengan struktur >N-H dan kromofor gugus carbonyl (>C == 0).Daun dan ranting tanaman Indigo/era segar direndam dalam air dengan perbandingan 1: 5. Ekstrak larutan dibuat suasana alkalis dengan penambahan kapur untuk mengendapkan indigo.Dari hasil percobaan ternyata bahwa kondisi optimum pembuatan pasta indigo dari daun segar tanaman Indigofera tinctoria adalah pada penggunaan kapur/alkali 30 g/kg daun, dengan waktu fermentasi antara 24 - 48 jam (24 jam<wakiu fermentasi < 48 jam). Sedang rata - rata hasil /kg daun dan ranting segar adalah 167,2 g pasta murni, 197,2 g pasta dan kapur, dan randemen 16, 72 %. Dengan memvariasikan jenis dan dosis reduktor untuk melarutkan kembali pasta indigo dan kemudian digunakan untuk mewarnai serat katun dan sutera ternyata kesempurnaan proses reduksi pasta indigo dan hasil pewarnaan terbaik (baik sutera maupun katun) dicapai oleh larutan pewarna yang menggunakan reduktor gula merah sejumlah berat pasta. Hasil pewarnaan diuji ketahanan luntur warnanya terhadap pencucian, gosokan, keringat asam dan sinar matahari yang menghasilkan ni/ai baik (4 - 5).