Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

HUBUNGAN ANTARA DURASI PEMBERIAN HAART (HIGHLY ACTIVE ANTI RETROVIRAL THERAPY) DENGAN PENINGKATAN LEVEL CD4 PADA PASIEN HIV DEWASA Wardoyo, Eustachius Hagni; Hartono, Teguh Sarry
Jurnal Kedokteran Vol 2 No 3 (2013)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Dinamika CD4 dikaitkan dengan durasi pemberian HAART memiliki keberagaman antar individu, antar seting waktu dan tempat. Dinamika CD4 paska HAART merupakan faktor penting baik dalam evaluasi klinis pasien HIV dan kepentingan epidemiologis. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan antara durasi pemberian HAART dengan peningkatan level CD4. Metodologi: Merupakan penelitian potong lintang dengan kriteria inklusi: 1. Usia pasien ≥18 tahun, pria dan wanita, 2. Memiliki angka CD4 pre ART (CD4 naïve) dan CD4 setelah ART, 3. Memiliki data CD4 naïve dan CD4 setelah HAART, 4. Memiliki selisih CD4 terakhir dengan CD4 naïve positif, dan 5. Memiliki kepatuhan berobat. Durasi pemberian HAART (bulan) dikelompokkan dalam kelompok waktu: 1)
Kepatuhan ODHA Pengguna Napza Suntik tanpa atau dengan Ko-infeksi TB/ Hepatitis Virus dalam Terapi Antiretroviral dan Metadon -, Surilena; -, Minawati; -, Rensa; -, Isadora; Suryani, Eva; Hartono, Teguh Sarry
Cermin Dunia Kedokteran Vol 42, No 7 (2015): Stem Cell
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (159.453 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v42i7.984

Abstract

Latar Belakang: Jumlah pengguna NAPZA suntik (penasun) terinfeksi HIV/AIDS (ODHA/orang dengan HIV AIDS) yang menjalani terapi antiretroviral (ART/antiretroviral therapy) dan metadon bersamaan makin meningkat. ODHA penasun di Indonesia rentan terko-infeksi oleh penyakit tuberkulosis (TB) dan hepatitis virus. Kombinasi konsumsi ARV, metadon, obat-obat untuk ko-infeksi, dan NAPZA secara bersamaan berefek negatif pada kepatuhan optimal ODHA pada ART. Tujuan: Memberi gambaran kepatuhan ODHA penasun yang menjalani ART dan metadon, dengan/tanpa ko-infeksi TB/hepatitis virus. Metode: Sejumlah 34 ODHA penasun yang menjalani terapi ARV di kios Atma Jaya dan puskesmas Tambora, pada Oktober - Desember 2012, mengikuti studi potong lintang ini. Responden mengisi kuesioner data demografis, status infeksi hepatitis virus dan TB, terapi ARV dan metadon, serta kepatuhan ART (self-report). Hasil: Grup 1 terdiri dari 20 ODHA penasun (58,8%) sedang/pernah terko-infeksi TB/hepatitis virus (9 orang terko-infeksi hanya TB dan sudah selesai terapi TB, 6 orang sedang dalam pengobatan TB, dan 5 orang terinfeksi virus hepatitis saja). Grup 2 terdiri dari 14 ODHA penasun (41,2%) tanpa koinfeksi TB dan hepatitis virus. Kepatuhan ART optimal dicapai oleh 9 orang (45%) pada grup 1, yaitu: 6 dari 9 (66,7%) responden yang selesai berobat TB, 1 dari 6 (16,7%) responden yang sedang berobat TB, dan 2 dari 5 (40%) responden yang menderita hepatitis virus. Di grup 2 terdapat 6 orang (42,9%) yang mencapai kepatuhan ART optimal. Simpulan: ART optimal dicapai < 50% total responden. Pada responden yang terko-infeksi; ART optimal dicapai oleh 66,7% responden yang telah menyelesaikan terapi TB, 16,7% responden yang belum menyelesaikan terapi TB, dan 40% responden yang menderita hepatitis virus.Background: People living with HIV/AIDS (PLWHA) who are intravenous drug users (IVDU) are increasing in number, and mostly are on both antiretroviral therapy (ART) and methadone maintenance therapy (MMT). In Indonesia, PLWHA and IVDU are more easily infected with tuberculosis (TB) and/or viral hepatitis. Co-infections and drug interaction may negatively affect their adherence to ART. Goal: To observe ART adherence among IVDU who were on MMT with PLWHA with/without co-infections (TB and/or viral hepatitis). Method: Thirty-four PLWHA who were IVDU from kios Atma Jaya and Tambora public primary health care participated in this cross-sectional study from October to December 2012. They filled out questionnaires on demographic data, previous viral hepatitis and TB infection, ART & MMT data, and adherence to ART by self report. Results: Group 1: 20 (58.8%) respondents were/had been co infected with TB/viral hepatitis (9 respondents had finished TB treatment, 6 respondents were on TB treatment, 5 respondents had untreated viral hepatitis only). Group 2: 14 (41.2%) respondents had never been co-infected with TB/ viral hepatitis. We found that nine respondents in group 1 (45%) and six respondents in group 2 (42,9%) adhered optimally to ART. Six (66,7%) respondents who had finished TB treatment, one respondent (16,7%) who were on TB drugs, and two respondents (40%) who had untreated viral hepatitis, adhered optimally to ART. Conclusions: Less than 50% respondents adhered optimally to ART. Respondents who had optimal ART adherence among those who had finished TB treatment, who were on TB drugs, and who had untreated viral hepatitis were 66.7%, 16.7%, and 40%.
Gambaran Kuantitatif Antibiotik Menggunakan Metode Defined Daily Dose (DDD) Di Ruang Rawat Inap RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Pada Januari-Juni 2019 Mariana, Nina; Indriyati, Indriyati; Widiantari, Aninda Dinar; Taufik, Muhammad; Wijaya, Chandra; Hartono, Teguh Sarry; Wijaya, Surya Oto; Firmansyah, Iman
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol. 7 No. 1 (2021)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.pji.2021.007.01.6

Abstract

Latar Belakang. Penggunaan antibiotik yang tepat dapat meminimalkan terjadinya resistensi antibiotika. selain penghematan secara ekonomi. Oleh karena itu perlu adanya pemantauan dan evaluasi penggunaan antibiotik di fasilitas kesehatan dan feedback terhadap peresepan antibiotik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi secara kuantitatif penggunaan antibiotik baik jenis dan jumlah antibiotik berdasarkan klasifikasi Anatomical Therapeutic Chemical (ATC)  dengan  pengukuran Defined Daily Dose (DDD) sebagai metode terstandar pengukuran kuantitas penggunaan antibiotik. Metode. Penelitian ini adalah  observasional deskriptif,  menggunakan rancangan potong lintang pada periode Januari-Juni 2019 pada RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso. Kriteria inklusi berupa kasus pasien dewasa bukan kasus TB yang dirawat di ruang rawat inap non ICU dan penggunaan antibiotiknya masuk ke dalam klasifikasi Anatomical Therapueutic Chemical (ATC). Berdasarkan data rekam medik  terkumpul dalam lembar pengumpul data.Hasil. Sebanyak 96 status rekam medik dengan 51 kasus penyakit infeksi non bedah dan 45 kasus infeksi bedah yang menggunakan antibiotik. Difteri merupakan kasus infeksi non bedah terbanyak yaitu 10.5%. Distribusi penggunaan antibiotik golongan beta laktam kombinasi inhibitor betalaktamase sebanyak  37.28%, golongan sefalosporin  33.90%, golongan penisilin sebanyak 10,17%. Berdasarkan nilai DDD/patient day antibiotik Penicillin Prokain memiliki nilai tertiggi yaitu sebesar 97.22 dan nilai DDD/patient day terendah yaitu pada antibiotik meropenem yaitu sebesar 0.22.  Kesimpulan. Pada penelitian ini, kuantitas antibiotik berdasarkan nilai DDD/100 patient day tertinggi adalah Penisilin Prokain, seiring dengan difteri sebagai kasus penyakit infeksi non bedah terbanyak pada periode Januari-Juni 2019.  Mengingat penelitian dilakukan pada saat kejadian luar biasa difteri, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada periode berikutnya sebagai data pembanding kuantitas antibiotik di masa depan.
Gambaran Kuantitatif Antibiotik Menggunakan Metode Defined Daily Dose (DDD) Di Ruang Rawat Inap RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Pada Januari-Juni 2019 Mariana, Nina; Indriyati, Indriyati; Widiantari, Aninda Dinar; Taufik, Muhammad; Wijaya, Chandra; Hartono, Teguh Sarry; Wijaya, Surya Oto; Firmansyah, Iman
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol. 7 No. 1 (2021)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.pji.2021.007.01.6

Abstract

Latar Belakang. Penggunaan antibiotik yang tepat dapat meminimalkan terjadinya resistensi antibiotika. selain penghematan secara ekonomi. Oleh karena itu perlu adanya pemantauan dan evaluasi penggunaan antibiotik di fasilitas kesehatan dan feedback terhadap peresepan antibiotik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi secara kuantitatif penggunaan antibiotik baik jenis dan jumlah antibiotik berdasarkan klasifikasi Anatomical Therapeutic Chemical (ATC)  dengan  pengukuran Defined Daily Dose (DDD) sebagai metode terstandar pengukuran kuantitas penggunaan antibiotik. Metode. Penelitian ini adalah  observasional deskriptif,  menggunakan rancangan potong lintang pada periode Januari-Juni 2019 pada RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso. Kriteria inklusi berupa kasus pasien dewasa bukan kasus TB yang dirawat di ruang rawat inap non ICU dan penggunaan antibiotiknya masuk ke dalam klasifikasi Anatomical Therapueutic Chemical (ATC). Berdasarkan data rekam medik  terkumpul dalam lembar pengumpul data.Hasil. Sebanyak 96 status rekam medik dengan 51 kasus penyakit infeksi non bedah dan 45 kasus infeksi bedah yang menggunakan antibiotik. Difteri merupakan kasus infeksi non bedah terbanyak yaitu 10.5%. Distribusi penggunaan antibiotik golongan beta laktam kombinasi inhibitor betalaktamase sebanyak  37.28%, golongan sefalosporin  33.90%, golongan penisilin sebanyak 10,17%. Berdasarkan nilai DDD/patient day antibiotik Penicillin Prokain memiliki nilai tertiggi yaitu sebesar 97.22 dan nilai DDD/patient day terendah yaitu pada antibiotik meropenem yaitu sebesar 0.22.  Kesimpulan. Pada penelitian ini, kuantitas antibiotik berdasarkan nilai DDD/100 patient day tertinggi adalah Penisilin Prokain, seiring dengan difteri sebagai kasus penyakit infeksi non bedah terbanyak pada periode Januari-Juni 2019.  Mengingat penelitian dilakukan pada saat kejadian luar biasa difteri, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada periode berikutnya sebagai data pembanding kuantitas antibiotik di masa depan.