Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

TINDAK LANJUT REKOMENDASI PANITIA PENGAWAS PEMILIHAN KABUPATEN ACEH BARAT KEPADA PEMERINTAH DAERAH Apri Rotin Djusfi; Chandra Darusman S.; Phoenna Ath-Thariq; Muhammad Ikhwan Adabi; Jefrie Maulana; Eza Aulia
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 19 No 2 (2024): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/jhsk.v19i2.10639

Abstract

Salah satu pelanggaran yang berpotensi terjadi dalam tahapan pemilu di berbagai daerah adalah pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan lain yang bukan pelanggaran pemilu, bukan sengketa proses dan bukan tindak pidana pemilu. Pada pelaksanaan pemilu 2024, terdapat dugaan pelanggaran pemilu yang diduga dilakukan oleh oknum kepala desa di Kabupaten Aceh Barat. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan, Panwaslih Kabupaten Aceh Barat menyatakan terdapat dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya yaitu pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 29 huruf e jo. Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dengan demikian, Panwaslih Kabupaten Aceh Barat meneruskan dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya kepada pemerintah daerah Kabupaten Aceh Barat. Rekomendasi Panwaslih Kabupaten Aceh Barat memiliki kekuatan mengikat apabila diteruskan kepada penyelenggara pemilu lainnya seperti KIP Kabupaten. Namun sebaliknya, apakah suatu rekomendasi dari Panwaslih Kabupaten Aceh Barat kepada pemerintah daerah setempat juga memiliki kekuatan mengikat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kekuatan hukum rekomendasi Panwaslih Kabupaten Aceh Barat kepada pemerintah daerah dan untuk mengetahui apakah suatu rekomendasi dari Panwaslih Kabupaten Aceh Barat wajib ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu dengan cara melakukan penelitian kepustakaan sebagai bahan hukumnya. Pendekatan dari penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan mengikat atau kewajiban pemerintah daerah untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut memiliki batasan-batasan tertentu. Suatu rekomendasi tidak bersifat mengikat secara hukum namun rekomendasi tersebut menjadi penting untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah sebagai upaya menjaga pelaksanaan demokrasi agar berjalan sesuai dengan asas-asas pemilihan umum. Meskipun pemerintah daerah berkewajiban menindaklanjuti rekomendasi tersebut, namun tidak ada sanksi langsung jika rekomendasi tersebut tidak dijalankan. Rekomendasi Panwaslih kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Barat bersifat administratif dan bukan suatu bentuk keputusan yang mengikat secara langsung sehingga kewajiban pemerintah pemerintah daerah untuk menindaklanjuti bergantung kepada regulasi yang ada
TINJAUAN PENGISIAN JABATAN JAKSA AGUNG BERDASARKAN UU NO. 16 TAHUN 2004 DALAM MEWUJUDKAN INDEPEDENSI LEMBAGA KEJAKSAAN Muhammad Ali Murtadha; Eza Aulia; Jefrie Maulana
Ius Civile: Refleksi Penegakan Hukum dan Keadilan Vol 9, No 1 (2025): April
Publisher : Prodi Ilmu Hukum, Universitas Teuku Umar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35308/jic.v9i1.11584

Abstract

This study examines the normative regulation of Article 19 of Law Number 16 of 2004 concerning the appointment and dismissal of the Attorney General in Indonesia and its implications for prosecutorial independence. The research employs a normative juridical method using a statute approach, comparative approach, and conceptual approach. The findings indicate that the President's exclusive authority to appoint and dismiss the Attorney General without an adequate checks and balances mechanism poses a significant risk to the independence of the Attorney General’s Office. While the House of Representatives (DPR) has proposed legislative involvement in the appointment process, the final agreement between the government and DPR maintained full presidential authority. This raises concerns about potential political intervention and the dependency of the Attorney General on the executive branch. A comparative analysis reveals that other countries, such as the United States and Myanmar, implement stricter selection and dismissal mechanisms to ensure prosecutorial independence. In the United States, the Attorney General is appointed by the President with Senate approval and can be removed through an impeachment process. In Myanmar, the selection process involves independent oversight to maintain prosecutorial integrity. The study highlights the importance of implementing a stronger checks and balances system in Indonesia to prevent political influence and safeguard the professionalism of the Attorney General’s Office. Strengthening legal frameworks and ensuring institutional independence are crucial for maintaining the integrity of law enforcement. This study concludes that reforms in the Attorney General’s appointment mechanism are necessary to enhance the independence and credibility of the prosecutorial system in Indonesia.
PENYELESAIAN PERSELISIHAN INTERNAL PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH Djusfi, Apri Rotin; Eza Aulia; Jefrie Maulana
Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 12 No. 2 (2023): Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34304/jf.v12i2.170

Abstract

Bergabungnya individu-individu dalam suatu partai politik lokal, tidak menutup kemungkinan seiring dengan berjalan waktu berpotensi menimbulkan perselisihan di antara individu-individu tersebut. Atas dasar tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang penyelesaian perselisihan internal partai politik lokal. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh apabila musyawarah dan mufakat tidak tercapai maka perselisihan diselesaikan melalui arbitrase atau badan peradilan sesuai dengan perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan tersebut, keputusan yang telah diputuskan oleh mahkamah partai politik lokal atau sebutan lain tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Para pihak yang tidak menerima keputusan dari mahkamah partai politik lokal atau sebutan lain dapat mengajukan upaya hukum ke badan peradilan. Tidak adanya penyebutan badan peradilan yang berwenang menyelesaikan perselisihan internal partai politik lokal di dalam peraturan pemerintah tentang partai politik lokal di Aceh menimbulkan tafsir yang berbeda terkait badan peradilan tersebut. Hal ini menyebabkan tidak ada kepastian hukum bagi para pihak dan untuk itulah Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh perlu disempurnakan melalui revisi.