Articles
PERAN PEMERINTAH DAERAH DI BIDANG PERTANAHAN DALAM PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DI INDONESIA
ardiansyah, ardiansyah
jurnal de jure Vol 11, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Balikpapan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (0.844 KB)
Tulisan ini merupakan analisis yuridis tentang peran pemerintah daerah di bidang pertanahan Salah satu upaya pemerintah daerah dalam menanggulangi permasalahan hak ulayat masyarakat hukum adat adalah dengan melakukan penetapan tanah ulayat. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1.Bagaimanakah Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Bidang Pertanahan di Indonesia? 2.Bagaimanakah Peran Pemerintah Daerah dalam Pengakuan dan Perlindungan Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat di era Otonomi Daerah? Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum, khususnya penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang mengkaji suatu masalah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Kewenangan Pemerintah daerah dalam bidang pertanahan adalah Urusan Pemerintah Provinsi di bidang pertanahan meliputi izin lokasi; pengadaan tanah untuk kepentingan umum; penyelesaian sengketa tanah garapan; penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan; penetapan subjek dan objek redistribusi tanah serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee; penetapan tanah ulayat; pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong; perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten/kota. Pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat merupakan kebijakan dari pemerintah dan pemerintah daerah. Pengakuan itu diberikan melalui peraturan perundang-undangan.
Analisis Normatif Tentang Hasil Sidang Pemeriksaan Setempat Menjadi Dasar Tidak Diterimanya Gugatan
ardiansyah ardiansyah;
Sapto Hadi Pamungkas;
Mohammad Taufik
Jurnal de jure Vol 13, No 2 (2021): Jurnal Dejure
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Balikpapan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.36277/jurnaldejure.v13i2.587
Tujuan Penelitian ini untuk menganalisis terkait hasil sidang pemeriksaan setempat menjadi dasar tidak diterimanya gugatan dalam kajian putusan pengadilan negeri Balikpapan nomor: 236/Pdt.G/2019/PN.Bpp. Pemeriksaan setempat ini adalah pemeriksaan yang dilakukan secara langsung oleh hakim untuk melihat tanah yang menjadi objek sengketa. Hal ini dilakukan oleh hakim dengan tujuan untuk melakukan klarifikasi terhadap tanah yang menjadi objek sengketa. Jangan sampai tanah yang menjadi objek sengketa ternyata bukanlah tanah dari para pihak atau tanah yang menjadi objek sengketa ternyata tidak ada secara nyata. Dalam perkembangannya, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2001 (SEMA 7/2001) Tentang Pemeriksaan Setempat, Mahkamah Agung meminta perhatian Ketua/majelis hakim yang memeriksa perkara perdata dengan objek sengketa tanah untuk melakukan pemeriksaan setempat. Rumusan masalah ini bagaimana pertimbangan Majelis Hakim tentang hasil sidang pemeriksaan setempat menjadi dasar tidak diterimanya gugatan. Metode penulisan ini menggunakan pendekatan normatif dengan tipe judicial case study yaitu pendekatan studi kasus hukum karena suatu konflik yang tidak dapat diselesaikan oleh para pihak berkepentingan sehingga diselesaikan melalui putusan pengadilan. Putusan Pengadilan Negeri Balikpapan Nomor 236/Pdt.G/2019/PN.Bpp yang telah memutuskan bahwa gugatan tidak diterima dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim yang menyatakan bahwa tidak adanya kesesuaian antara Posita Gugatan hasil pemeriksaan setempat dan versi Para Tergugat telah ternyata tidak ada kesamaan dengan batas-batas tanah yang disengketakan, juga terdapat kerancuan atau ketidaksamaan pada waktu pemeriksaan setempat dimana pihak Penggugat tidak bisa menunjukkan batas-batas tanah yang disengketakan. Pertimbangan tersebut seharusnya sudah masuk dalam pokok perkara karena hasil pemeriksaan setempat harus didukung dengan hasil pemeriksaan bukti dan saksi dari para pihak.
KAJIAN NORMATIF AKTA JUAL BELI TANPA ITIKAD BAIK
Ardiansyah Ardiansyah;
Devvy Berliana Thalita;
Nurul Wahyu Wijayanti;
Laras Febriani
Jurnal de jure Vol 12, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Balikpapan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (739.406 KB)
|
DOI: 10.36277/.v12i1.380
Artikel ini bertujuan untuk mengetahui kajian normatif terkain Akta Jual Beli (AJB) tanpa itikad baik di Kota Balikpapan. Artikel ini termasuk dalam jenis penelitian hukum yuridis normatif yang bersifat perspektif. Data yang digunakan adalah data sekunder dan teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dimana kami meneliti dan mengkaji berbagai aspek-aspek teori, filosofi, perbandingan, struktur/komposisi, konsistensi, penjelasan umum dan penjelasan pada tiap pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang serta bahasa yang digunakan adalah bahasa hukum. Hasil penelitian menunjukan bahwa kajian normatif terkait Akta Jual Beli (AJB) tanpa itikad baik meliputi seluruh tahapan pembuatan perjanjian dan pasca perjanjian. Dalam hal membuat perjanjian ada satu asas yang harus kita patuhi bersama, yaitu asas itikad baik sebagai landasan pembuantan perjanjian. Seperti yang tercantum dalam Pasal 1338 Ayat (3) KUHPerdata yang mengatur itikad baik sebagai landasan seseorang melakukan perbuatan hukum dalam membuat suatu perjanjian. Sehingga dari hasil pengamatan kami perjanjian yang dibuat dari awal hingga akhir tersebut sama sekali tidak menjalankan asas itikad baik dengan semestinya.Â
PENAFSIRAN HUKUM TENTANG PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI BERDASARKAN SURAT KETERANGAN TANAH
Ardiansyah Ardiansyah
Jurnal Yudisial Vol 13, No 3 (2020): DOCUMENTARY EVIDENCE
Publisher : Komisi Yudisial RI
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29123/jy.v13i3.344
ABSTRAKAwal permasalahan yang dibahas dalam Putusan Nomor 93/Pdt.Bth/2017/PN.Bpp adalah akta pengikatan perjanjian jual beli yang ditandatangani pada saat satu hari setelah Putusan Nomor 78/Pdt.G/2013/PN.Bpp. Majelis hakim dalam amar putusan menyatakan bahwa pelawan adalah pembeli yang beriktikad baik serta menyatakan sah secara hukum dan mengikat bagi yang memiliki surat keterangan tanah yang dijadikan bukti dalam persidangan yang dibuat oleh asisten wedana. Penelitian ini berfokus pada bagaimana pertimbangan hakim dalam menentukan surat keterangan yang dibuat oleh asisten wedana tertanggal 20 September 1968 adalah sah dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat telah sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia dan bagaimanakah penafsiran hakim dalam mengesahkan Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 65 dan Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 67. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode yuridis normatif dengan pendekatan studi kasus. Kesimpulan dari penelitian ini adalah majelis hakim kurang cermat memahami perbedaan antara surat keterangan tanah dengan akta yang dibuat oleh PPAT sementara (camat) dan majelis hakim juga keliru jika surat keterangan tersebut hanya diketahui oleh asisten wedana tapi dalam faktanya surat keterangan tersebut dibuat oleh asisten wedana. Berdasarkan pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 78/Pdt.G/2013/PN.Bpp bahwa pengikatan jual beli antara turut terlawan dengan pelawan tidak ada iktikad baik dalam melakukan perbuatan hukum jual beli, karena menjual tanah yang masih dalam proses hukum di pengadilan.Kata kunci: perjanjian pengikatan jual beli; iktikad baik; surat keterangan tanah. ABSTRACT The early issues discussed in Decision Number 93/Pdt.Bth/2017/PN.Bpp is agreement deed of sale and purchase agreement signed one day after the Decision Number 78/Pdt.G/2013/PN.Bpp. The panel of judges in the verdict stated that contrarian was a buyer who had good intentions and declared legally valid and binding to those who owned a land certificate that used as evidence in the trial prepared by assistant wedana. Does this research focus on how the judge's consideration in determining the certificate made by the assistant wedana dated 20th September 1968 was valid and had a binding legal force that appropriates with the applicable law in Indonesia and how the judge's interpretation in ratifying the sale and purchase Agreement Deed Number 65 and the Sale and Purchase Agreement Deed Number 67. The research method used in this paper is a normative juridical method with a case study approach. This research concludes that the panel of judges is less accurate in understanding the difference between the land certificate and the deed made by the temporary PPAT (subdistrict). The panel of judges also has mistaken if the assistant wedana only knows the certificate. But the fact, not only knew but also assistant wedana created the certificate based on judge's consideration in Decision Number 78/Pdt.G/2013/PN.Bpp that the sale and purchase agreement between co-defendant and contrarian had no good intention in performing a legal act of buying and selling by selling the land that still in legal proceedings in court. Keywords: sale and purchase agreement; good intention; land certificate.
KONSEP COORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Ardiansyah Ardiansyah
Al-'Adl Vol 12, No 1 (2019): Al-'Adl
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (248.196 KB)
|
DOI: 10.31332/aladl.v12i1.1386
The concept of Corporate Social Responsibility in Indonesia has not run effectively, CSR is a form of the company's commitment to participate in sustainable economic development to improve the quality of life and benefits that are beneficial, both for the company itself, the local community, and society in general. the implementation of CSR aims to enable the company to carry out its business activities properly and minimize the risks that arise from the surrounding community and from the environment in which they conduct business activities. This paper is a literary study that will raise the concept of CSR in relation to the concept of justice in Islamic perspective, from here the author tries to review this CSR concept with the concept of justice in Islamic perceptions where Islam is fair in all forms of business and business not just achieving profit for employers but also the responsibility to the community and the environment for balance.
UPAYA HAKIM MEDIATOR DALAM MENGOPTIMALKAN MEDIASI SEBAGAI PENYELESAIAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA MAJENE
Ardiansyah Ardiansyah;
Nurjannah Nurjannah
QISTHOSIA : Jurnal Syariah dan Hukum Vol. 3 No. 2 (2022)
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam STAIN Majene Jurusan Syariah dan Ekonomi Bisnis Islam STAIN Majene
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46870/jhki.v3i2.385
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya hakim mediator dalam mengoptimalkan mediasi sebagai penyelesaian perkara perceraian di Pengadilan Agama Majene. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis empiris, Pendekatan hukum empiris adalah pendekatan socio-legal karena membutuhkan berbagai disiplin ilmu sosial dan hukum dalam mengamati keberadaan hukum positif. Pendekatan menjadi penting sebab mampu membagikan pandangan yang lebih menyeluruh atas fenomena hukum di masyarakat, melalui pendekatan yurudis empiris ini akan diperoleh fakta-fakta mengenai upaya mediator dalam proses pelaksanaan mediasi pada kasus perceraian di Pengadilan Agama Majene. Adapun hasil penelitian dalam penelitian ini adalah Upaya mediator dalam mengoptimalkan mediasi kasus perceraian pada Pengadilan Agama Majene adalah yang pertama mengoptimalkan penerapan Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di pengadilan, yang kedua memberikan nasehat kepada suami istri tentang rumah tangga, yang ketiga memberikan gambaran pertimbangan kepada para pihak tentang dampak perceraian, yang keempat memberikan nasehat agama (siraman rohani), dan yang terakhir melakukan pertemuan terpisah (Kaukus).
Comparative Study of the Concept of the Welfare State According to Liberal, Islamic and the 1945 Constitution
Abdul Rahman;
Nur Akifah Janur;
Ardiansyah
Jurisprudentie: Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Vol 9 No 2 (2022): Volume 9 Nomor 2 Desember 2022
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum uin alauddin
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/jurisprudentie.v9i2.33362
This research aims to elaborate the thinking between the concept of the welfare state and the current understanding of democracy in Indonesia. the research used is normative legal research using a conceptual approach. The research results show that the concept of the welfare state emerged as an alternative to constitutional democracy in the 20th century, which was a reaction to the influence of liberal pluralism in the 19th century. This thinking gave rise to the proposition "the least government is the best government". The Welfare State is currently proven to be able to develop the economy while increasing the standard of living of the people. The current crisis of the welfare state, which is often debated, both in Europe and the United States, is not about its existence, but only about its size and capacity. The welfare state is nothing new in Islam. Before being implemented in the West, the Islamic world practiced it first.