Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

POLITICS THROUGH FASHION: JOKOWI, SEMIOTICS, AND THE AGE OF SOCIAL MEDIA Mawar Sharon Terang; I Ketut Putra Erawan; Anak Agung Sagung Mirah Mahaswari Jayant
JWP (Jurnal Wacana Politik) Vol 8, No 1 (2023): JWP (Jurnal Wacana Politik) March
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jwp.v8i1.41610

Abstract

This study explores the complexity of Jokowi’s political fashion as a visual marker of status, identity, and political power, along with the digital technology advancement. The purpose of this article is to analysed details about Jokowi’s political power through fashion, which is related to five specific moments during the 2019 political campaign until his current leadership. The authors classified two typologies of clothing, including white and black shades of casual clothes and Indonesia’s traditional clothes. Roland Barthes’s semiotics theory and methods helps us to interpret series of symbols on Jokowi’s clothing. This is a qualitative research with document analysis procedure, including electronic material contain text and images (Jokowi’s Instagram archives) related to the main issue. Research shown that clothing wasn’t just an everyday business for Jokowi, but it is also tools that brands his personal identity. Public attention is often stolen when he incorporates local elements in his fashion style. The value of diversity (Kebhinnekaan) in Jokowi’s traditional clothing appearance couldn’t be separated with his identity as a president, as political figure, as Jokowi.
Dampak dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemilihan Umum Serentak 2019 di Indonesia Komang Chansya Prabahesty Mahesuari; I Ketut Putra Erawan; Ni Wayan Radita Novi Puspitasari
Deposisi: Jurnal Publikasi Ilmu Hukum Vol. 1 No. 4 (2023): Desember : Deposisi: Jurnal Publikasi Ilmu Hukum
Publisher : Lembaga Pengembangan Kinerja Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59581/deposisi.v1i4.1645

Abstract

Since 2004, Indonesians have been granted the opportunity to directly elect their president and vice president, leading to two rounds of elections to select legislative members, as well as the president. In 2019, the Indonesian government made a significant decision to conduct concurrent general elections for both legislative and presidential. This research adopts qualitative research methods and utilizes literature review as its data collection approach. The findings of this study reveal that the simultaneous holding of the 2019 General Election has yielded diverse impacts, primarily stemming from logistical challenges, duplicated data on the voters list, excessive information overload among the public leading to irrational voting decisions, and unfortunate casualties, including the loss of hundreds of election committee officers' lives. Consequently, it highlights the pressing need for the General Election Commission (KPU) to thoroughly evaluate and address these issues while organizing the 2024 elections simultaneously.
KEBIJAKAN OTONOMI KHUSUS PAPUA: EVALUASI DAN DAMPAK TERHADAP GERAKAN PAPUA MERDEKA Aulia Ghassani Zahra; I Ketut Putra Erawan; Tedi Erviantono; Efatha Filomeno Borromeu Duarte
Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial Vol. 3 No. 7 (2024): Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.6578/triwikrama.v3i7.3014

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan otonomi khusus Papua yang diimplementasikan oleh pemerintah Indonesia sebagai upaya untuk mengatasi konflik dan memenuhi aspirasi politik masyarakat Papua. Melalui pendekatan kualitatif dan studi kepustakaan, penelitian ini menganalisis sejauh mana kebijakan otonomi khusus telah berhasil mencapai tujuannya, serta dampaknya terhadap dinamika gerakan Papua Merdeka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan otonomi khusus belum sepenuhnya berhasil dalam meredakan konflik dan memenuhi aspirasi masyarakat Papua. Meskipun sebagian kelompok separatis memilih untuk terlibat dalam proses politik melalui lembaga-lembaga yang dibentuk dalam kerangka otonomi khusus, kelompok lain menolak kebijakan ini dan tetap memperjuangkan kemerdekaan melalui perjuangan bersenjata. Penelitian ini mengidentifikasi tantangan dan kendala signifikan dalam implementasi kebijakan, seperti kendala politik dan birokrasi, hambatan sosial, budaya, dan ekonomi, serta kurangnya sinergi antara aktor – aktor kunci. Untuk meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan, penelitian ini merekomendasikan peningkatan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, serta pendekatan yang lebih peka terhadap keragaman sosial dan budaya masyarakat Papua.
PENGARUH SOFT POWER KOREA DALAM MARGINALISASI KEBAYA SEBAGAI IDENTITAS BUDAYA INDONESIA Secelia A.P.Simanjuntak; I Ketut Putra Erawan; Tedi Erviantono
Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial Vol. 3 No. 8 (2024): Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.6578/triwikrama.v3i8.3211

Abstract

Penelitian ini mengeksplorasi pengaruh soft power Korea Selatan dalam marginalisasi kebaya sebagai identitas budaya Indonesia. Melalui studi kasus pada komunitas-komunitas kebaya, penelitian ini mengungkap adanya hegemoni budaya Korea yang menciptakan konstruksi identitas hibrid di kalangan anak muda Indonesia. Budaya populer Korea dianggap lebih modern dan atraktif, sementara kebaya dipandang kuno dan tidak relevan. Namun, komunitas kebaya melakukan resistensi dengan menegaskan kembali kebaya sebagai identitas budaya Indonesia melalui negosiasi identitas dan hibriditas baru. Kebaya dipadukan dengan unsur-unsur modern untuk menarik minat generasi muda sambil mempertahankan warisan budaya. Temuan ini menyoroti dinamika budaya dan identitas di era globalisasi, serta peran soft power dalam mempengaruhi pergeseran budaya lokal. Upaya pelestarian dan revitalisasi kebaya menjadi penting untuk mempertahankan warisan budaya Indonesia dan memperkuat identitas nasional.
PERAN AKTOR POLITIK DALAM MEREDAM STIGMATISASI TERHADAP PENGUNGSI ROHINGYA DI INDONESIA Denica Sharon Siahaan; I Ketut Putra Erawan; Tedi Erviantono
Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial Vol. 3 No. 8 (2024): Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.6578/triwikrama.v3i8.3252

Abstract

Penelitian ini mengkaji peran aktor politik, seperti partai politik dan tokoh politik, dalam meredam stigmatisasi terhadap pengungsi Rohingya di Indonesia. Stigmatisasi masih terjadi akibat kurangnya pemahaman tentang status pengungsi dan stereotip negatif yang melekat pada etnis Rohingya. Aktor politik memiliki pengaruh dan kekuatan politik yang dapat digunakan untuk mengedukasi masyarakat serta mempromosikan kebijakan yang lebih ramah terhadap pengungsi. Upaya yang telah dilakukan antara lain mendorong peraturan perundang-undangan yang melindungi hak-hak pengungsi, mengkampanyekan penghapusan diskriminasi, dan memberikan dukungan bantuan kemanusiaan. Namun, tantangan seperti kurangnya komitmen, kepentingan politik, dan minimnya kesadaran tentang isu pengungsi masih menjadi kendala. Penelitian ini merekomendasikan peningkatan kerjasama antara pemerintah, aktor politik, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga internasional, serta keterlibatan masyarakat dalam meredam stigmatisasi melalui program-program yang mendorong interaksi dan pemahaman antar budaya.
HEGEMONI PATRIARKI DALAM BUDAYA MERARIQ KODEQ PADA PEREMPUAN SUKU SASAK BERDASARKAN PERSPEKTIF SUBALTERN DI DESA UBUNG, KABUPATEN LOMBOK TENGAH Ni Made Shintya Andriani; I Ketut Putra Erawan; Efatha Filomeno Borromeu Duarte
Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial Vol. 4 No. 2 (2024): Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.6578/triwikrama.v4i2.4303

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hegemoni patriarki dalam praktik budaya merariq kodeq dan dampak yang ditimbulkan dalam kehidupan perempuan suku Sasak. Melalui pendekatan kualitatif dengan metode wawancara dan studi kepustakaan, penelitian ini menganalisis kondisi kehidupan perempuan suku Sasak di Desa Ubung yang dihegemoni oleh patriarki dengan menggunakan teori subaltern. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik merariq kodeq menjadi hal yang dinormalisasi oleh masyarakat sekitar atas nama budaya dan memunculkan berbagai bentuk hegemoni patriarki. Meskipun dalam peraturan nasional maupun hukum lokal setempat sudah mengatur tentang pernikahan dini, nyatanya implementasi peraturan ini belum dilakukan dengan maksimal. Hal ini menyebabkan angka merariq kodeq di Desa Ubung masih cukup tinggi dan posisi perempuan seakan tidak berdaya karena tekanan dari masyarakat yang masih sangat patriarki. Penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor pendorong terjadinya merariq kodeq seperti dari segi ekonomi, pendidikan, sosial, dan psikologis serta dampak yang ditimbulkan dari praktik ini yang tidak terlepas dari kurangnya sinergi antara aktor – aktor terkait. Untuk dapat menghentikan praktik merariq kodeq, penelitian ini merekomendasikan penegasan terhadap peraturan dan dan hukuman yang telah ada, agar masyarakat tidak lagi mendukung atau bahkan memaksa budaya merariq kodeq ini terus berjalan, serta perlunya kerjasama antar berbagai lembaga terkait dengan masyarakat setempat.
TRANSFORMASI ENERGI BERKELANJUTAN DI INDONESIA: KEBIJAKAN DAN TANTANGAN TRANSISI DARI BATU BARA KE ENERGI TERBARUKAN SELAMA DUA PERIODE KEPEMIMPINAN JOKOWI Amy Nathalia Rebecca; I Ketut Putra Erawan; Tedi Erviantono
Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial Vol. 4 No. 5 (2024): Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.6578/triwikrama.v4i5.4624

Abstract

Penelitian ini menganalisis transformasi energi berkelanjutan di Indonesia selama dua periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo (2014-2024). Dengan menggunakan metode studi pustaka, penelitian ini mengevaluasi perkembangan kebijakan energi terbarukan, implementasinya, serta tantangan yang dihadapi dalam transisi energi. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam kontribusi energi terbarukan terhadap bauran energi nasional, dari 6,2% pada 2014 menjadi 11,5% pada 2023. Kebijakan utama yang mendorong transformasi ini meliputi Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), kebijakan feed-in tariff, dan rencana phase-out pembangkit listrik tenaga batu bara. Meskipun demikian, pencapaian target energi terbarukan masih terkendala oleh hambatan regulasi, keterbatasan infrastruktur, dan tantangan pembiayaan. Penelitian ini juga menganalisis dampak kebijakan terhadap perubahan lanskap industri energi, ketahanan energi nasional, dan kontribusi terhadap komitmen perubahan iklim Indonesia. Rekomendasi untuk akselerasi transisi energi mencakup harmonisasi regulasi, perbaikan iklim investasi, pengembangan infrastruktur, dan peningkatan kerjasama internasional. Kesimpulannya, meskipun Indonesia telah menunjukkan kemajuan dalam transformasi energi berkelanjutan, diperlukan upaya lebih besar untuk mencapai target energi terbarukan dan berkontribusi signifikan terhadap mitigasi perubahan iklim global.
PERSPEKTIF COUNTER-HEGEMONY TERHADAP PERAN GIRL UP SEA DALAM MENGATASI PERIOD POVERTY DI INDONESIA MELALUI INSTAGRAM Amanda Kania Prabanari; I Ketut Putra Erawan; Tedi Erviantono
Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial Vol. 4 No. 5 (2024): Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.6578/triwikrama.v4i5.4695

Abstract

Penelitian ini mengkaji upaya komunitas Girl Up Southeast Asia (SEA) dalam menggunakan Instagram untuk menciptakan counter-hegemony dalam period poverty di Indonesia. Dalam meneliti isu ini, peneliti menggunakan teori counter-hegemony dari Antonio Gramsci. Selain itu, peneliti juga menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik observasi online serta studi pustaka untuk menganalisis peran Girl Up SEA. Hasil penelitian menunjukan bahwa Girl Up SEA berhasil memanfaatkan fitur visual dan interaktif Instagram untuk menormalisasi percakapan tentang menstruasi, membingkai isu ini sebagai masalah hak asasi dan kesetaraan gender, serta memobilisasi dukungan untuk aksi nyata. Peneliti berargumen bahwa Instagram memiliki potensi sebagai alat advokasi yang efektif dengan menggarisbawahi pentingnya integrasi aktivisme daring dan kolaborasi lintas sektor untuk mencapai perubahan sosial yang berkelanjutan. Namun, tantangan seperti jangkauan terbatas dan potensi echo chamber menunjukkan perlunya strategi yang lebih komprehensif. Implikasi untuk pengembangan strategi advokasi kesehatan reproduksi di era digital perlu dibahas lebih lanjut, menekankan pentingnya adaptasi pendekatan komunikasi, penggunaan data untuk evaluasi dampak, dan peningkatan kapasitas digital aktivis muda.
REFORMASI PENDIDIKAN DAN DEMOKRASI: STUDI KASUS GERAKAN BAD STUDENT DALAM THAI PROTEST 2020 Amanda, Tessalonika; I Ketut Putra Erawan; Gede Indra Pramana
Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial Vol. 4 No. 7 (2024): Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.6578/triwikrama.v4i7.4921

Abstract

A R T I C L E I N F O Article history: Received January 00, 2023 Revised March 00, 2023 Accepted March 00, 2023 Available online April 00, 2023 Kata Kunci: gerakan; Bad Student; demokrasi; monarki; pendidikan Keywords: Movement; Bad Student; democracy; monarchy; education This is an open access article under the CC BY-SA license. Copyright © 2023 by Author. Published by Universitas Pendidikan Ganesha. A B S T R A K Penelitian ini mengkaji Gerakan Bad Student dalam aksi Thai Protest 2020 sebagai gerakan sosial yang signifikan di Thailand. Menggunakan teori gerakan sosial oleh Charles Tilly, penelitian ini menganalisis bagaimana kelompok pelajar ini memobilisasi diri untuk melawan dominasi pemerintah dan monarki dengan tuntutan reformasi pendidikan dan demokrasi. Data dikumpulkan melalui studi literatur, termasuk jurnal, artikel, buku, media, dan informasi media massa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gerakan Bad Student berhasil membangun identitas kolektif yang kuat dan menggunakan beragam strategi aksi protes yang kreatif dan terorganisir. Para siswa mampu menarik perhatian publik dan mendapat dukungan luas, meskipun menghadapi tindakan represif dari pemerintah. Kesimpulan penelitian ini menyoroti pentingnya solidaritas jaringan, klaim bersama, dan pemanfaatan kesempatan politik dalam keberhasilan gerakan sosial. Gerakan Bad Student tidak hanya menyoroti ketidakadilan dalam sistem pendidikan, tetapi juga menegaskan perlunya kebebasan berekspresi dan demokrasi dalam menjunjung tinggi hak asasi manusia untuk membangun masyarakat yang lebih adil di Thailand. A B S T R A C T This paper examines the Bad Student Movement in Thai Protest 2020 as a significant social movement in Thailand. Using Charles Tilly's theory of social movements, this research analyzes how this group of students mobilized against the domination of the government and monarchy with demands for education reform and democracy. Data was collected through a literature study, including journals, articles, books, media, and mass media information. The results showed that the Bad Student Movement managed to build a strong collective identity and used a variety of creative and organized protest strategies. The students were able to attract public attention and gain widespread support, despite facing repressive measures from the government. The conclusion of this research highlights the importance of network solidarity, shared claims, and the utilization of political opportunities in the success of social movements. The Bad Student movement not only highlighted injustices in the education system, but also emphasized the need for freedom of expression and democracy in upholding human rights to build a more just society in Thailand.