Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENGARUH DIET PROTEIN DAN SUPLEMENTASI VITAMIN D3 PADA MASA MENYUSUI TERHADAP ERUPSI GIGI INSISIVUS SENTRALIS MANDIBULA ANAK TIKUS MALNUTRISI Riski Amalia Hidayah; Rakmawati Rakmawati; Aris Aji Kurniawan; Anindita Laksitasari; Meylida Ichsyani
Scripta Biologica Vol 10, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Biologi | Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.sb.2023.10.1.1296

Abstract

ABSTRAKMalnutrisi akibat kekurangan protein saat kehamilan berisiko melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR) dan berdampak pada pertumbuhan tulang dan gigi anak. Kekurangan protein saat kehamilan dapat menyebabkan terjadinya gangguan mineralisasi gigi, ganggguan maturasi gigi, hambatan erupsi gigi,  kegoyahan gigi bahkan kehilangan gigi akibat penurunan kualitas tulang alveolar. Protein sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme kalsium dalam tulang dan gigi. Vitamin D3 berperan dalam homeostasis kalsium dan fosfor yang dibutuhkan untuk mineralisasi jaringan keras termasuk tulang dan gigi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui umur pertama erupsi dan panjang pertumbuhan gigi insisivus mandibula sentralis kanan dan kiri saat masa erupsi pada anak malnutrisi yang menyusu pada induk dengan perlakuan diet protein dan suplementasi vitamin D3. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan post test only control group design.  Sampel penelitian menggunakan 30 ekor tikus Rattus novergicus galur wistar yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu 2 kelompok kontrol meliputi kontrol positif (K+) berupa anak tikus dengan berat badan (BB) normal yang menyusu pada induk yang diberikan perlakuan diet protein standar dan suplementasi vitamin D dosis 0,036 IU/ hari peroral serta kontrol negatif (K-) berupa anak tikus malnutrisi yang menyusu pada induk yang diberikan perlakuan diet protein rendah selama masa menyusui. Kelompok perlakuan meliputi 3 kelompok anak tikus malnutrisi yang menyusu pada induk dengan diet protein standar dengan suplementasi vitamin D dosis 0,036 IU/ hari peroral (P1), diet protein standar dengan suplementasi vitamin D dosis 0,036 IU/ hari peroral (P2) serta diet protein standar saja selama masa menyusui. Hari pertama erupsi diukur secara visual dan panjang pertumbuhan gigi diukur pada umur 14 hari dan 22 hari dengan menggunakan sliding caliper. Hasil penelitian menunjukkan bahwa erupsi paling cepat terjadi pada kelompok K+ kemudian P1. Kelompok P2 dan P3 mengalami kecepatan erupsi yang sama yaitu pada rerata umur 10,2 hari, sedangkan kelompok K- mengalami erupsi gigi paling lambat yaitu mencapai rerata umur 11,5 hari. Pemberian diet protein standar dan vitamin D3 dosis 0,036 IU/hari peroral menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap panjang pertumbuhan gigi. Pemberian diet protein standar menunjukkan perbedaan bermakna terhadap panjang pertumbuhan gigi. Pemberian diet protein rendah dan vitamin D3 dosis 0,036 IU/hari peroral menunjukkan perbedaan bermakna terhadap panjang pertumbuhan gigi insisivus sentralis mandibula kiri namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada regio kanan. Kombinasi diet protein standar dengan vitamin D3 dosis 0,036 IU/ hari per oral yang saat masa menyusui mempercepat waktu erupi gigi dan meningkatkan panjang pertumbuhan gigi insisivus sentralis mandibula kanan dan kiri anak tikus dari umur 14 hingga 22 hari. 
Aktivitas antibiofilm ekstrak etanol kulit bawang merah (Allium cepa L.) dalam menghambat pembentukan biofilm Staphylococcus aureus ATCC 25923 Alya Ghina Rosyada; Christiana Cahyani Prihastuti; Dwi Nur Indah Sari; Setiawati Setiawati; Meylida Ichsyani; Anindita Laksitasari; Restian Febi Andini; Aris Aji Kurniawan
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Vol 35, No 1 (2023): April 2023
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jkg.v35i1.42451

Abstract

ABSTRAKPendahuluan: Permasalahan dental maupun medis banyak disebabkan oleh biofilm bakteri di dalam rongga mulut. Salah satu bakteri penyusun biofilm yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini merupakan jenis bakteri Gram positif yang bersifat patogen oportunistik dalam rongga mulut serta memiliki mekanisme pembentukan biofilm yang kompleks. Kulit bawang merah mengandung senyawa fitokimia seperti flavonoid, saponin, fenol, tanin, alkaloid, dan steroid yang dilaporkan bersifat antibiofilm sehingga berpotensi sebagai alternatif obat kumur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aktivitas antibiofilm ekstrak etanol kulit bawang merah (EKBM) konsentrasi 6,25%; 12,5%; 25%; 50%; dan 100% dalam menghambat pembentukan biofilm S. aureus. Metode: Penelitian ini meruoakan penelitian eksperimental laboratoris in vitro dengan rancangan penelitian posttest-only control group design.Ekstrak dibuat menggunakan metode maserasi etanol 96% dengan perendaman selama 15 hari. Kontrol positif penelitian ini adalah CHG 0,2% dan kontrol negatif berupa DMSO 1%. Penghambatan pembentukan biofilm diukur menggunakan Microtiter Plate Assay (MPA) dengan panjang gelombang 595 nm. Data hasil pembacaan MPA dianalisis secara statistik dengan uji Kruskal-Wallis dan uji post hoc Mann-Whitney. Hasil: Persentase penghambatan biofilm tertinggi ada pada EKBM 25% (92,86+1,45%) namun hasil ini masih lebih rendah daripada kelompok kontrol positif (94,74+0,56%) secara bermakna (p<0,05). Tidak terdapat perbedaan pengaruh yang bermakna (p<0,05) antara persentase penghambatan pembentukan biofilm oleh EKBM 12,5% (92,74+0,98%) dengan EKBM 25% secara statistik. Simpulan: Penghambatan pembentukan biofilm oleh EKBM terhadap biofilm S. aureus yang paling efektif terdapat pada konsentrasi 12,5%.Kata kunci: Allium cepa L, biofilm, kulit bawang merah, Staphylococcus aureus.ABSTRACTIntroduction: Many dental and medical problems are caused by bacterial biofilms in the oral cavity. One of the bacteria that form the biofilm is Staphylococcus aureus. This bacterium is a type of Gram-positive bacteria which is an opportunistic pathogen in the oral cavity and has a complex biofilm formation mechanism. Shallot peel contains phytochemical compounds such as flavonoids, saponins, phenols, tannins, alkaloids, and steroids which are reported as antibiofilms so that they have the potential as an alternative mouthwash. This study aims to analyzed the antibiofilm activity of ethanolic extract of shallot peel (EESP) with a concentration of 6.25%; 12.5%; 25%; 50%; and 100% in inhibiting the formation of S. aureus biofilms. Methods: This research was an experimental study. Extracts were prepared using 96% ethanol maceration method by immersion for 15 days. The positive control in this study was CHG 0.2% and the negative control was DMSO 1%. Inhibition of biofilm formation was measured using a Microtiter Plate Assay (MPA) with a wavelength of 595 nm. The data from the MPA readings were analyzed statistically by the Kruskal-Wallis test and the Mann-Whitney post hoc test. Results: The highest percentage of biofilm inhibition was in EESP 25% (92.86+1.45%) but this result was significantly lower than the positive control group (94.74+0.56%) (p<0.05). There was no significant difference (p<0.05) between the percentage of inhibition of biofilm formation of EESP 12.5% (92.74+0.98%) and EESP 25% statistically. Conclusion: The most effective inhibition of biofilm formation by EESP against S. aureus biofilms was found at a concentration of 12.5%.Keywords: Allium cepa L, biofilm, shallot peel, Staphylococcus aureus