Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : LEX ADMINISTRATUM

KEDUDUKAN PERTH TREATY DALAM HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL SETELAH BERPISAHNYA TIMOR TIMUR DARI INDONESIA Anggie Stellamaris Tumbel; Emma V.T Senewe; Imelda Amelia Tangkere
LEX ADMINISTRATUM Vol. 11 No. 3 (2023): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Treaty between the Government of the Australia and the Government of the Republic of Indonesia establishing an Exclusive Economic Zone Boundary and Certain Seabed Boundaries, yang dikenal dengan perjanjian Indonesia-Australia Perth Treaty 1997, yang dilakukan kedua pihak pada Maret 1997 di kota Perth, Australia. Posisi Negara Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki batas maritim dengan negara tetangga mewajibkan Indonesia untuk menyelesaikan perbatasan maritimnya, agar tidak terjadi tumpang tindih kedaulatan dengan negara tetangga. Setelah terjadi pemisahan Timor Timur dari Indonesia pada tahun 2002, perjanjian ini belum diratifikasi dikarenakan masih mengandung wilayah Timor Timur. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui kedudukan Perth Treaty dalam peraturan hukum nasional dan hukum internasional yang mengatur mengenai perjanjian internasional. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dimana hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books), selanjutnya data dan infomasi yang diperoleh sebagai bahan primer dan sekunder sebagai bahan rujukan bidang hukum kemudian dideskripsikan dan diintegrasikan agar memperoleh informasi yang akurat untuk menjawab permasalahan. Adapun hasil penelitian kedudukan Perth Treaty menurut hukum nasional masih dalam tahap penandatanganan kedua belah pihak, tetapi belum sampai pada tahap pengesahan perjanjian sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional , bahwa perjanjian ini perlu diratifikasi dalam bentuk peraturan peraturan perundang-undangan. Kata Kunci : Perth Treaty, Perjanjian Internasional, Ratifikasi
KESADARAN HUKUM MASYARAKAT TERHADAP PUNGUTAN LIAR DALAM PELAYANAN PUBLIK OLEH PENYELENGGARA NEGARA (Studi Kasus Di Desa Wolaang Kecamatan Langowan Timur Kabupaten Minahasa) Bierhoff Nehemia Kembuan; Emma V.T Senewe; Feiby S Mewengkang
LEX ADMINISTRATUM Vol. 11 No. 4 (2023): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk meninjau bagaimana kesadaran hukum masyarakat terhadap pungutan liar oleh penyelenggara negara serta upaya pemberantasan pungutan liar oleh penegak hukum. Dan metode penelitian yang digunakan yaitu dengan pendekatan yuridis normatif, adapun kesimpulannya yakni: Kesadaran hukum masyarakat Desa Wolaang Kecamatan Langowan Timur Kabupaten Minahasa sehubungan dengan pungutan liar yang dilakukan oleh penyelenggara negara sangat rendah. Untuk memberantas pungutan liar yang sering terjadi di kantor pelayanan publik, pemerintah membentuk Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar atau yang biasa disebut Satgas Saber Pungli dibentuk sesuai dengan amanat Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2016.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENCIPTA KARYA SINEMATOGRAFI TERKAIT PEMBAJAKAN FILM MELALUI APLIKASI TELEGRAM Anas Tasya Anna Pasangka; Emma V.T Senewe; Jeany Anita Kermite
LEX ADMINISTRATUM Vol. 11 No. 4 (2023): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini mengkaji mengenai perlindungan hukum bagi pencipta karya sinematografi terkait pembajakan film di aplikasi media sosial telegram serta upaya yang dilakukan pencipta untuk melindungi karya sinematografi apabila terjadi pembajakan film. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian yursidis normatif melalui pendekatan peraturan Perundang- undangan. Hasil dari penelitian ini adalah perlindungan hukum yang diberikan terhadap pencipta karya sinematografi yakni merupakan perlindungan hukum preventif sebagai bentuk pencegahan terjadinya sengketa serta perlindungan hukum represif sebagai upaya meyelesaikan sengketa. Upaya preventif oleh pemerintah yakni pencatatan ciptaan pada Pangkalan Data Kekayaan Intelektual bagian Hak Cipta oleh Dirjen HKI Kementerian Hukum dan HAM RI, pemerintah juga melakukan pemblokiran link serta public channel yang berisi film hasil bajakan pada aplikasi telegram. Sedangkan upaya represif dari pemerintah yakni tindakan yang akan ditangani langsung oleh Lembaga peradilan administrasi dan peradilan umum. Upaya yang dapat dilakukan oleh pemilik hak cipta karya sinematografi apabila terjadi pembajakan film yakni mengambil upaya penyelesaian sengketa secara litigasi pada Pengadilan Niaga atau menyelesaikan sengketa secara non-litigasi. Kata Kunci: Perlindungan hukum, Karya Sinematografi, Pembajakan Film, Hak Cipta, Telegram.