Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

ASPEK PIDANA DALAM PENIPUAN ONLINE DENGAN MODUS INVESTASI Ranita Gustisia Janis; Elko Lucky Mamesah; Debby Telly Antow
LEX PRIVATUM Vol. 11 No. 4 (2023): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aturan-aturan hukum yang mendasari berlakunya platform investasi online serta konsekuensi yuridis bagi pelaku dan korban penipuan online dengan modus investasi. Menggunakan metode penelitian hukum normatif, dimana penulis mencari dan menentukan aturan-aturan, prinsip-prinsip, maupun doktrin-doktrin yang berkaitan dengan penelitian ini. Media online dengan jangkauannya yang tidak terbatas membuat banyak aspek lambat laun menjadi terseret dan dipengaruhi oleh perkembangan ini, berbagai kemudahan menjadi bagian dari dampak positif penggunaan internet atau media online. Dampak positif dari keberadaan media online, tak luput dari dampak negatif salah satunya dimana masyarakat diperhadapkan dengan praktik kejahatan penipuan online dengan modus investasi yang memanfaatkan media elektronik sebagai tempat dilakukannya tindak Kejahatan. Sebagai hasil dari penelitian ini, penulis menemukan bahwa terdapat empat regulasi yang mendasari berlakunya platform investasi online dimana keempat aturan tersebut memiliki beberapa persamaan termasuk menyangkut keharusan dan kewajiban bagi penyelenggara untuk bertanggung jawab serta memastikan keamanan dan keandalan dari sistem elektronik dalam hal ini platform investasi online. Selanjutnya bagi pelaku penipuan dapat diberatkan dengan pertanggungjawaban hukum sebagai hasil perbuatannya dimana dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara dan denda sedangkan bagi korban penipuan dapat diberikan perlindungan hukum dan ganti atas kerugian yang dialami. Kata kunci: Penipuan, Media Online, Investasi, Aturan Hukum, Konsekuensi Yuridis.
PELAKSANAAN PEMERIKSAAN SETEMPAT SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA PERDATA Rico Manshold Franklin Kandou; Elko Lucky Mamesah; Ronny Sepang
LEX ADMINISTRATUM Vol. 11 No. 5 (2023): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembuktian merupakan sebuah upaya untuk me- yakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan, dengan demikian nampak bahwa pembuktian hanya diperlukan dalam persengketaan atau perkara dimuka hakim atau pengadilan, pemeriksaan merupakan salah satu proses untuk mendapatkan pembuktian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pemeriksaan setempat sebagai bahan pertimbangan hakim dalam memutus perkara perdata dan bagaimana kekuatan pembuktian setempat dalam memutuskan perkara perdata, metode penelitian yang digunakan di dalam penulisan hukum ini adalah penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris, Pelaksanaan pemeriksaan setempat hakim menilai fakta-fakta perkara yang terjadi pada sidang sebelumnya saat pembuktian, pada saat pemeriksaan setempat, dengan menganalisis fakta-fakta yang didalilkan penggugat, tergugat dan juga saksi, yang menjadi pertimbangan hakim pada sidang pemeriksaan setempat adalah bukti surat bukti tulisan/ surat yaitu seperti sertifikat tanah, hakim memeriksa surat-surat apakah sesuai atau tidak, selanjutnya hakim memperhatikan keterangan yang di dalilkan saksi, pengakuan dari penggugat dan tergugat mengenai letak, luas dan batas-batas objek sengketa dengan begitu hakim menilai, punya persangkaan dari semua bukti-bukti yang disampaikan. Pelaksanaan pemeriksaan setempat sebagai bahan pertimbangan hakim dalam memutus perkara perdata, hakim melihat langsung lokasi objek sengketa, menilai letak, luas, batas dari objek sengketa apakah ada, kuat dalam pembuktian dengan adanya pemeriksaan setempat disertai pemeriksaan alat bukti tulis/surat sertifikat tanah, keterangan ahli, data dari juru ukur. Kata Kunci: TANAH, PEMERIKSAAN SETEMPAT, PERKARA PERDATA
PENERAPAN KEBIJAKAN HAK AKSESIBILITAS DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYANDANG DISABILITAS DI INDONESIA Maria Christina Karen Paruntu; Friend Henry Anis; Elko Lucky Mamesah
LEX PRIVATUM Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis bentuk penyandang hak disabilitas dan untuk mengetahui dan menganalisis upaya pemerintah dalam memenuhi hak penyandang disabilitas. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: 1. Pengaturan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas adalah mengenai aksesibilitas sesuai dengan penerapan instrumen hukum mengenai perlindungan penyandang disabilitas. 2. Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam pemenuhan dan melindungi hak penyandang disabilitas adalah mengenai aksesibilitas, memberikan bantuan, memedulikan terhadap hak-hak penyandang disabilitas, wajib menyediakan pelayanan publik yang setara. Kata Kunci : hak aksesibilitas, penyandang disabilitas
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK DESAIN INDUSTRI ATAS KESAMAAN PRODUK DESAIN INDUSTRI Mitia Christy Mokodompit; Merry Elisabeth Kalalo; Elko Lucky Mamesah
LEX ADMINISTRATUM Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pemegang hak desain industri atas kesamaan produk desain industri dan untuk mengetahui penyelesaian hukum terhadap sengketa kesamaan produk desain industri. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: 1. Perlindungan hukum terdiri atas dua bentuk, yaitu perlindungan hukum preventif merupakan segala yang diupayakan untuk mencegah suatu hal terjadi. Sedangkan hukum represif merupakan perlindungan akhir yang berupa pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang telah dilakukan. Perlindungan hukum terhadap pemegang hak desain industri diatur dalam UU No. 31 Tahun 2000 tentang desain industri. Perlindungan hukum terhadap pemegang hak desain industri sangat diperlukan untuk menjamin perlindungan hak-hak pendesain dan menetapkan hak serta kewajibannya, tetapi selain itu juga untuk menjaga agar orang lain yang tidak bertanggung jawab tidak menyalahgunakan hak desain industri tersebut. 2. Penyelesaian hukum terhadap sengketa kesamaan produk desain industri dapat diselesaikan melalui jalur litigasi atau melalui pengadilan dan non litigasi atau di luar pengadilan. Mekanisme penyelesaian sengketa di bidang desain industri sebagaimana yang telah diatur secara terus terang dalam UU No. 31 Tahun 2000 tentang desain industri, yaitu pemegang hak desain industri atau penerima lisensi dapat menggugat siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan melanggar hak desain industri, berupa gugatan ganti rugi dan/ atau penghentian semua perbuatan yang terkait dengan lingkup hak desain industri ke pengadilan niaga. Para pihak juga dapat menyelesaikan perselisihan atau sengketa tersebut lewat Alternative Dispute Resolution (ADR). Kata Kunci : hak desain industri, kesamaan produk desain industri
FORCE MAJEURE SEBAGAI ALASAN TIDAK TERPENUHINYA SUATU PERJANJIAN UTANG PIUTANG Cicilian Tasya Pinontoan; Elko Lucky Mamesah; Grace H. Tampongangoy
LEX PRIVATUM Vol. 13 No. 3 (2024): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami dasar sebuah keadaan dikatakan sebagai force majeure dan untuk melakukan kajian terhadap penyelesaian perjanjian utang piutang dengan alasan keadaan memaksa atau force majeure. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Secara umum, suatu keadaan dapat dianggap sebagai force majeure jika memenuhi beberapa kriteria, seperti bersifat absolut, tidak dapat diprediksi sebelumnya, di luar kemampuan dan kontrol seseorang, tidak dapat dihindari, dan menghalangi seseorang untuk memenuhi kewajibannya. 2. Penyelesaian utang piutang dalam keadaan force majeure dapat dilakukan berupa renegosiasi kontrak antara para pihak yang terlibat, restrukturisasi utang, atau pengurangan bunga. Jika penyelesaian damai tidak tercapai, maka sengketa dapat dibawa ke pengadilan dan juga jika penyelesaian utang piutang debitur meninggal dunia dan debitur memiliki ahli waris maka perjanjian utang piutangnnya akan berlanjut dan tanggungannya diberikan kepada ahli warisnya, sedangkan jika debitur tidak memiliki ahli waris maka perjanjian utang piutang tersebut telah dianggap selesai. Kata Kunci : force majeure, alasan tidak terpenuhinya suatu perjanjian utang piutang
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEJALAN KAKI DI AREA ZEBRA CROSS MENURUT UU LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN Wulan Maria Imelk Roeroe; Debby Telly Antow; Elko Lucky Mamesah
LEX PRIVATUM Vol. 14 No. 2 (2024): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan penggunaan zebra cross bagi pejalan kaki menurut UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap kecelakaan pejalan kaki di zebra cross. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pengaturan penggunaan zebra cross bagi pejalan kaki dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Indonesia menekankan pentingnya pejalan kaki dalam lalu lintas. Pejalan kaki memiliki hak untuk menggunakan zebra cross sebagai tempat yang aman untuk menyeberang jalan. Pejalan kaki juga memiliki kewajiban untuk menggunakan zebra cross dan fasilitas penyeberangan lainnya yang telah disediakan untuk mereka demi keselamatan pribadi dan kelancaran lalu lintas. Dalam UndangUndang ini juga mengatur bagi pengendara kendaraan bermotor diwajibkan untuk memberikan prioritas kepada pejalan kaki yang menyeberang di zebra cross. Kegagalan untuk mematuhi kewajiban ini dapat mengakibatkan sanksi pidana yang termuat dalam UU, mencakup pelanggaran bagi yang tidak memberikan prioritas bagi pejalan kaki di zebra cross dan pelanggaran lampu lalu lintas. 2. Perlindungan hukum terhadap kecelakaan pejalan kaki di zebra cross merupakan aspek penting dalam upaya meningkatkan keselamatan dan hak-hak pejalan kaki. Salah satu bentuk perlindungan terhadap korban kecelakaan lalu lintas adalah adanya ganti kerugian yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas Dan Angkutan Jalan. Perlindungan hukum terhadap kecelakaan pejalan kaki di zebra cross adalah upaya yang memerlukan kerjasama antara pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat. Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Pejalan Kaki, Zebra Cross.
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI HAK DAN KEWAJIBAN DALAM KEGIATAN PEMAGANGAN Kania Indah Putri Kesek; Ronny A. Maramis; Elko Lucky Mamesah
LEX PRIVATUM Vol. 14 No. 2 (2024): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hak dan kewajiban peserta magang dalam kegiatan pemagangan di perusahaan dan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap peserta magang dalam kegiatan pemagangan. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: 1. Regulasi yang ada, seperti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Permenaker No. 6 Tahun 2020, dan Permenakertrans No. PER.08/MEN/V/2008, mengatur tentang perjanjian pemagangan yang memuat mengenai hak dan kewajiban peserta magang. Sesuai Pasal 1320 KUHPerdata suatu perjanjian dapat dianggap sah, harus memenuhi 4 syarat yaitu kesepakatan, kecakapan, suatu hal tertentu, sebab yang halal. Jika salah satu dari syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka perjanjian dianggap tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum. Pemenuhan hak peserta magang seringkali tidak terlaksana dengan baik karena perjanjian pemagangan belum mencantumkan hak dan kewajiban masing-masing pihak secara lengkap sesuai ketentuan. 2. Perlindungan hukum bagi peserta magang baik di dalam maupun di luar negeri merupakan upaya untuk memastikan hak-hak terjaga selama magang. Perjanjian pemagangan memberikan dasar hukum yang melindungi hak peserta magang dari eksploitasi. Pasal 1338 KUHPerdata menjelaskan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat seperti undang-undang. Sehingga apa yang disepakati dalam perjanjian harus dipenuhi sesuai ketentuan. Upaya perlindungan hukum terhadap penyelenggaraan pemagangan yang diatur dalam Permenaker No. 6 Tahun 2020 dalam Pasal 25 sampai Pasal 28 guna menjamin penyelenggaraan pemagangan, juga mendapat sanksi administratif, dan mencabut izin penyelenggaraan program magang. Jika terjadi pelanggaran yang tidak sesuai dengan perjanjian magang dapat diselesaikan melalui jalur litigasi maupun non litigasi. Serta dapat melapor ke Disnaker. Kata Kunci : kegiatan pemagangan, hak dan kewajiban peserta magang.