Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Disabled Women's Rights in Indonesian Islamic Family Law: A Mubadalah Perspective El Masrar, Adelheid; Burhanuddin, Ahmad; Nawawi, M. Anwar
Journal of Islamic Mubadalah Vol. 1 No. 1 June (2024)
Publisher : Pondok Pesantren Darul Fata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.70992/84x5yp18

Abstract

This article examines gender discrimination against women with disabilities, this discrimination is due to the article on polygamy regulated in Islamic family law. The question to be answered is how are the rights of women with disabilities in Islamic family law in the perspective of mubadalah? Then what are the steps to fulfill the rights of women with disabilities in Islamic family law? The method of this article uses qualitative, the type of research article is library research, namely literature study, the approach is carried out normatively, which is focused on the Polygamy Article in Islamic Family law, the theory used is mubadalah. The results show that Islamic family law governing polygamy shows a gender-biased law that discourages women with disabilities. The article on polygamy is not in line with the values of equality in mubadalah theory. Recommendations, the polygamy article needs a judicial review to the Constitutional Court, changing the article to make it more equal between men and women.        
Hak Privasi Perempuan dalam Iddah: Studi Antara Normativitas Islam dan Hak Asasi Manusia Nawawi, M. Anwar
Jurnal Mahkamah : Kajian Ilmu Hukum dan Hukum Islam Vol. 4 No. 1 June (2019)
Publisher : Institut Agama Islam Ma'arif NU (IAIMNU) Metro Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25217/jm.v4i1.395

Abstract

Gender berasal dari konsep hubungan social yang membedakan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan, pembedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan karena keduanya terdapat perbadaan bilogis atau kodrat, melainkan dibedakan menurut kedudukan, fungsi dan peran masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Bentuk ketidak-adilan gender yang berupa proses marginalisasi perempuan adalah suatu pemiskinan atas satu jenis kelamin tertentu dalam hal ini disebabkan oleh perbedaan gender, ketidak-adilan gender menyebabkan ketidaknyamanan serta terbelenggunya hak kebebasan perempuan. Iddah bagi perempuan sangat memberikan posisi ketidak adilan bagi perempuan di mana hak-hak privasi perempuan terbelenggu dengan normative itu sendiri, oleh karena itu maslah iddah ini perlu pemaknaan ulang demi keadilan dan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan dan memberikan hak gerak yang lebih luas, yang tentunya yang lebih manusiawi bagi perempuan. Dalam masalah iddah, bagi laki-laki dan perempuan tetap memandang bahwa ketentuan-ketentuan iddah yang terkait dengan masa tunggu adalah mengandung hikmah bagi laki-laki mapun perempuan. Bahwa perkawinan adalah ikatan suci suami isteri dengan tujuan beribadah kepada Allah, sehingga, baik perempuan maupun laki-laki yang pernah terikan dalam ikatan perkawinan itu tidak begitu saja dengan mudah melupakan kesan dari mantan isterinya dan juga tidak melakukan tindakan yang mengarah kepada perbuatan zalim, dengan perempuan yang telah dicerai, khususnya bagi laki-laki agar tidak cepat-cepat untuk mengambil keputusan untuk mengambil pasangan baru tanpa memperhatikan kepentingan (perasaan) mantan suami isteri. Hak perempuan dalam masa iddah adalah meliputi hak dan kewajiban belajar, bersosial, ekonomi, berpolitik.
NEGOSIASI SOSIAL ATAS KEPEMILIKAN SESAN PASCA PERCERAIAN KARENA PERSELINGKUHAN: STUDI PADA KOMUNITAS ADAT LAMPUNG PEPADUN DI KECAMATAN MARGA TIGA Rahmanita, Ajeng Gaiska; Asnawi, Habib Shulton; Mukhlisin, Ahmad; Nawawi, M. Anwar
Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 19 No 2 (2025): SEPTEMBER
Publisher : Institut Agama Islam Ngawi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56997/almabsut.v19i2.2136

Abstract

This study aims to explore the social perception of the Lampung Pepadun indigenous community regarding the ownership of sesan following divorce due to infidelity. Sesan refers to household goods provided by the bride’s family in traditional marriages, serving symbolic, social, and cultural functions. Employing a qualitative approach and case study method in Nabang Baru Village, Marga Tiga District, this research investigates family deliberation dynamics, gender relations, and value shifts in post-divorce sesan distribution. The findings reveal that in infidelity cases, the wife’s family assumes authority over the sesan without formal involvement of customary leaders. Family deliberation becomes the primary mechanism to uphold social justice, with the sesan redirected to the child as a moral responsibility. Pepadun custom in this context shows flexibility it is not rigid, but remains alive through social negotiation. Women emerge as active agents defending rights and family dignity. The study concludes that the indigenous social system is not static but adaptive to the realities of domestic conflict, emphasizing moral legitimacy and community-based justice through deliberative practices. Keywords: Sesan, Pepadun, Divorce, Gender, Social Negotiation  
Tradisi Bubak Kawah dalam Perkawinan Masyarakat Adat Jawa Perspektif Islam Nusantara In’am, Salsabila; Muslimin, A.; Asnawi, Habib Shulthon; Nawawi, M. Anwar
Jurnal Adat dan Budaya Indonesia Vol. 7 No. 2 (2025)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jabi.v7i2.93341

Abstract

Artikel ini mengkaji tentang pratik tradisi bubak kawah perspektif Islam Nusantara Desa Candra Jaya, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, yang melatarbelakangi peneliti untuk mengkaji tradisi bubak kawah tersebut terdapat dalam pratiknya, seperti halnya memutari rumah 3 kali dan pembelian es cendol dengan menggunakan transaksi uang genting. Tradisi bubak kawah di Desa Candra Jaya harus dilakukan oleh anak pertama perempuan tidak boleh bungsu. Tradisi bubak kawah dalam pratiknya apakah menyimpang atau tidak dengan ajaran Islam, tetapi dilihat dari masyarakat Desa tersebut ada yang menyakini dan ada yang tidak karena dengan pratiknya dianggap seperti hal-hal yang menyimpang ajaran Islam namun tidak lain dengan masyarakat yang menyakini tradisi ini dengan alasan mengharap berkah dari Allah SWT dan rasa syukur orang tua karena sudah menikahkan anak pertamanya. Pratik tradisi bubak kawah menggambarkan adanya kultur antara Islam dan budaya. Artikel ini untuk mengkaji sinkretisme budaya dan agama, bagaimana Islam Nusantara menyikapi tradisi bubak kawah, serta relevansinya di masyarakat saat ini. Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah kualitatif, dengan pendekatan antropologi budaya dan menggunakan teknik pengumpulan data, observasi, dokumen dan wawancara. Sumber data diperoleh dari Tokoh Adat dan orang tua mempelai perempuan sebagai nara sumber data tradisi bubak kawah di Desa Candra Jaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi bubak kawah perspektif Islam Nusantara termasuk dalam Akulturasi antara Islam dan budaya, tidak menyimpang ajaran Islam, Akulturasi anatra Islam itulah yang dapat disebut kedalam Islam Nusantara. Tradisi bubak kawah ini perlu dilestarikan karena mengandung nilai Keislaman dalam budaya. Artikel ini bertujuan untuk menambah wawasan, menginspirasi, dan menjaga budaya Islam Nusantara, dengan fatwa ulama sebagai refrensi bagi masyarakat dan peneliti.