Indonesia memiliki ekosistem terumbu karang terluas di dunia dengan perkiraan sekitar 51.020 km² atau sekitar 17,95% dari total terumbu karang dunia. Namun faktanya, 71,2% terumbu karang Indonesia berada dalam kondisi buruk hingga cukup akibat perubahan iklim dan aktivitas manusia. Coral bond merupakan instrumen pendanaan inovatif berbasis pasar yang dirancang untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan (financing gap) konservasi terumbu karang. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi literatur dan analisis komparatif terhadap berbagai publikasi ilmiah, laporan kebijakan, serta studi kasus internasional terkait penerapan coral bond dan instrument blue finance lainnya. Melalui metode ini, dilakukan gap analysis untuk mengidentifikasi tantangan utama dalam penerapan mekanisme pendanaan berkelanjutan bagi konservasi terumbu karang di Indonesia. Berdasarkan hasil kajiam dirumuskan solusi konseptual dan usulan kebijakan yang berfokus pada penguatan tata kelola blue financing, pengembangan kerangka regulasi yang mendukung, dan peningkatan kapasitas kelembagaan dalam implementasi instrumen keuangan berbasis hasil (outcome-based financing). Hasil analisis menunjukkan bahwa Indonesia Coral Bond dengan nilai US$10 juta dapat menjadi instrumen non-sovereign dan non-debt yang efektif untuk mendukung target pencapaian 30% kawasan konservasi laut pada 2045. Strategi implementasi memerlukan penguatan baseline data, kapasitas kelembagaan, dan keterlibatan multi-stakeholder dengan menggunakan standar verifikasi IUCN Green List dan outcome-based payment mechanism.Indonesia possesses the largest coral reef ecosystem in the world, covering approximately 51,020 km², or around 17.95% of global coral reef coverage. However, 71.2% of Indonesia’s coral reefs are in fair to poor condition due to climate change and anthropogenic pressures. The coral bond is an innovative market-based financing instrument designed to address the financing gap in coral reef conservation efforts. This study employs a literature review and comparative analysis, drawing on scientific publications, policy reports, and international case studies on the implementation of coral bonds and other blue finance instruments. Through a gap analysis, the research identifies the main challenges and limitations in applying sustainable financing mechanisms for coral reef conservation in Indonesia. Based on the findings, the study proposes conceptual solutions and policy recommendations to strengthen blue finance governance, develop a supportive regulatory framework, and enhance institutional capacity to implement innovative, outcome-based financing mechanisms. The analysis indicates that an Indonesia Coral Bond valued at US$10 million could serve as an effective non-sovereign and non-debt instrument to support the national target of achieving 30% marine protected areas by 2045. The proposed implementation strategy emphasizes strengthening baseline data, institutional capacity-building, and multi-stakeholder engagement, using the IUCN Green List verification standard and an outcome-based payment mechanism.