Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

EFFECTS OF Rhizopus oryzae FERMENTATION OF COCOA BYPRODUCT ON CERTAIN AMINO ACID AND THEOBROMINE CONTENTS Sriherwanto, Catur; Reksohadiwinoto, Budhi Santoso; Mahsunah, Anis Herliyanti; Suja’i, Imam; Toelak, Sarny; Rusmiyati, Mia
Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI) Vol 3, No 2 (2016): December 2016
Publisher : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (766.613 KB) | DOI: 10.29122/jbbi.v3i2.945

Abstract

Being the world’s third largest producer of cocoa (Theobroma cacao), Indonesia provides abundant cocoa pod husk byproduct. Despite its high content of biological materials, its use as animal feed, however, has been limited due to its low nutritive values and significant content of antinutritive substances. Thus, this study was aimed to investigate the changes of selected amino acids glutamate, aspartate, valine, alanine, and proline, as well as the antinutritional compound theobromine in cocoa byproduct-rice bran mixed substrate following fermentation using Rhizopus oryzae. The fermented substrate obtained had its true protein content increased from 1.95% to 23.16%. After analyses using ultra-performance liquid chromatography quadrupole time of flight mass spectrometry, the following amino acids, namely: total and free glutamates, total and free valine, total proline, as well as free alanine underwent increase, while the others decreased. The concentration of the antinutritional factor theobromine was below the limit detectable by HPLC.Keywords: Rhizopus oryzae, Theobroma cacao, theobromine, fermentation, amino acidsABSTRAKSebagai penghasil kakao (Theobroma cacao) terbesar ketiga di dunia, Indonesia mempunyai hasil samping melimpah berupa kulit cangkang kakao. Meskipun kandungan bahan biologisnya tinggi, penggunaan produk samping ini sebagai pakan ternak masih terbatas karena nilai gizi yang rendah serta kandungan zat antinutrisi yang tinggi. Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan mengetahui perubahan kandungan asam amino glutamat, aspartat, valin, alanin, dan prolin, serta senyawa antinutrisi teobromin dalam campuran hasil samping coklat-dedak padi pasca fermentasi menggunakan Rhizopus oryzae. Substrat hasil fermentasi mengalami peningkatan kandungan protein sejati dari 1,95% menjadi 23,16%. Hasil analisis menggunakan ultra-performance liquid chromatography quadrupole time of flight mass spectrometry, menunjukkan bahwa kandungan asam amino: glutamat total dan glutamat bebas, valin total dan valin bebas, prolin total, serta alanin bebas mengalami peningkatan, sementara asam amino selainnya mengalami penurunan. Kandungan antinutrisi teobromin berada di bawah ambang batas deteksi oleh HPLC.Kata kunci: Rhizopus oryzae, Theobroma cacao, teobromin, fermentasi, asam amino 
PEMURNIAN ENZIM SEFALOSPORIN-C ASILASE DAN OPTIMASI PROSES KROMATOGRAFI PENUKAR ION Nasution, Uli Julia; Wijaya, Silvia Melinda; Wibisana, Ahmad; Safarrida, Anna; Rachmawati, Indra; Puspitasari, Dian Japany; Naim, Sidrotun; Mahsunah, Anis Herliyanti; Wulyoadi, Sasmito; Suyanto, Suyanto
Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI) Vol 5, No 2 (2018): December 2018
Publisher : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1567.447 KB) | DOI: 10.29122/jbbi.v5i2.2902

Abstract

Purification of Cephalosporin-C Acylase and Its Optimization of Ion-Exchange ChromatographyABSTRACTCephalosporin-C acylase (CCA) has an important role in the one-step conversion of cephalosporin-C into 7-ACA. Purification process aims to increase specific activity of CCA enzyme. Purification began with cell lysis, ammonium sulphate precipitation, dialysis, ion exchange chromatography (IEC) and size exclusion chromatography. IEC optimization of elution step was also done to compare gradient and isocratic elusion. Purification was capable to increase the enzyme purity upto 33.66 fold, with specific activity of 3.00 U/mg and the yield reached 41.41%. Optimization of elusion during IEC showed that isocratic protein elusion was more efficient (taking shorter time, 3 column volume (CV) only) than that of gradient batch (up to 9 CV). SDS-PAGE analysis demonstrated that the recombinant CCA enzyme existed in two types, active enzyme containing α-subunit (25 kDa) and β-subunit (58 kDa), and inactive enzyme (83 kDa) as precursor. Furthermore, 30% ammonium sulphate saturated precipitation was able to precipitate this inactive CCA.Keywords: 7-ACA,CCA, cephalosporin C, protein purification, specific activity ABSTRAKSefalosporin-C asilase (CCA) merupakan enzim yang berperan penting dalam konversi satu tahap sefalosporin-C menjadi 7-ACA. Proses purifikasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan aktivitas spesifik enzim CCA. Proses purifikasi dimulai dari memecah sel, diikuti dengan tahap presipitasi menggunakan amonium sulfat, dialisis, kromatografi penukar ion (IEC) dan kromatografi eksklusi. Optimasi proses IEC pada tahap elusi juga dilakukan untuk membandingkan elusi enzim CCA secara gradien dan isokratik. Proses purifikasi pada penelitian ini mampu meningkatkan kemurnian enzim hingga 33,66 kali, dengan aktivitas spesifik sebesar 3,00 U/mg dan perolehan enzim sebesar 41,41%. Hasil optimasi IEC pada proses elusi secara isokratik lebih efisien dari segi waktu (hanya membutuhkan 3 kolom volume (CV) dibandingkan dengan secara gradien (sampai 9 CV). Hasil SDS-PAGE menunjukkan bahwa CCA rekombinan merupakan enzim dengan 2 macam bentuk yaitu enzim aktif, yang terdiri dari subunit α (25 kDa) dan β (58 kDa), dan enzim tidak aktif berupa prekursor (83 kDa). Proses presipitasi menggunakan amonium sulfat 30% tersaturasi dapat mengendapkan prekursor CCA.Kata Kunci: 7-ACA, aktivitas spesifik, CCA, purifikasi protein, sefalosporin C
EFFECTS OF Rhizopus oryzae FERMENTATION OF COCOA BYPRODUCT ON CERTAIN AMINO ACID AND THEOBROMINE CONTENTS Sriherwanto, Catur; Reksohadiwinoto, Budhi Santoso; Mahsunah, Anis Herliyanti; Suja’i, Imam; Toelak, Sarny; Rusmiyati, Mia
Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI) Vol. 3 No. 2 (2016): December 2016
Publisher : Balai Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (766.613 KB) | DOI: 10.29122/jbbi.v3i2.945

Abstract

Being the world’s third largest producer of cocoa (Theobroma cacao), Indonesia provides abundant cocoa pod husk byproduct. Despite its high content of biological materials, its use as animal feed, however, has been limited due to its low nutritive values and significant content of antinutritive substances. Thus, this study was aimed to investigate the changes of selected amino acids glutamate, aspartate, valine, alanine, and proline, as well as the antinutritional compound theobromine in cocoa byproduct-rice bran mixed substrate following fermentation using Rhizopus oryzae. The fermented substrate obtained had its true protein content increased from 1.95% to 23.16%. After analyses using ultra-performance liquid chromatography quadrupole time of flight mass spectrometry, the following amino acids, namely: total and free glutamates, total and free valine, total proline, as well as free alanine underwent increase, while the others decreased. The concentration of the antinutritional factor theobromine was below the limit detectable by HPLC.Keywords: Rhizopus oryzae, Theobroma cacao, theobromine, fermentation, amino acidsABSTRAKSebagai penghasil kakao (Theobroma cacao) terbesar ketiga di dunia, Indonesia mempunyai hasil samping melimpah berupa kulit cangkang kakao. Meskipun kandungan bahan biologisnya tinggi, penggunaan produk samping ini sebagai pakan ternak masih terbatas karena nilai gizi yang rendah serta kandungan zat antinutrisi yang tinggi. Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan mengetahui perubahan kandungan asam amino glutamat, aspartat, valin, alanin, dan prolin, serta senyawa antinutrisi teobromin dalam campuran hasil samping coklat-dedak padi pasca fermentasi menggunakan Rhizopus oryzae. Substrat hasil fermentasi mengalami peningkatan kandungan protein sejati dari 1,95% menjadi 23,16%. Hasil analisis menggunakan ultra-performance liquid chromatography quadrupole time of flight mass spectrometry, menunjukkan bahwa kandungan asam amino: glutamat total dan glutamat bebas, valin total dan valin bebas, prolin total, serta alanin bebas mengalami peningkatan, sementara asam amino selainnya mengalami penurunan. Kandungan antinutrisi teobromin berada di bawah ambang batas deteksi oleh HPLC.Kata kunci: Rhizopus oryzae, Theobroma cacao, teobromin, fermentasi, asam amino 
PEMURNIAN ENZIM SEFALOSPORIN-C ASILASE DAN OPTIMASI PROSES KROMATOGRAFI PENUKAR ION Nasution, Uli Julia; Wijaya, Silvia Melinda; Wibisana, Ahmad; Safarrida, Anna; Rachmawati, Indra; Puspitasari, Dian Japany; Naim, Sidrotun; Mahsunah, Anis Herliyanti; Wulyoadi, Sasmito; Suyanto, Suyanto
Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI) Vol. 5 No. 2 (2018): December 2018
Publisher : Balai Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1567.447 KB) | DOI: 10.29122/jbbi.v5i2.2902

Abstract

Purification of Cephalosporin-C Acylase and Its Optimization of Ion-Exchange ChromatographyABSTRACTCephalosporin-C acylase (CCA) has an important role in the one-step conversion of cephalosporin-C into 7-ACA. Purification process aims to increase specific activity of CCA enzyme. Purification began with cell lysis, ammonium sulphate precipitation, dialysis, ion exchange chromatography (IEC) and size exclusion chromatography. IEC optimization of elution step was also done to compare gradient and isocratic elusion. Purification was capable to increase the enzyme purity upto 33.66 fold, with specific activity of 3.00 U/mg and the yield reached 41.41%. Optimization of elusion during IEC showed that isocratic protein elusion was more efficient (taking shorter time, 3 column volume (CV) only) than that of gradient batch (up to 9 CV). SDS-PAGE analysis demonstrated that the recombinant CCA enzyme existed in two types, active enzyme containing α-subunit (25 kDa) and β-subunit (58 kDa), and inactive enzyme (83 kDa) as precursor. Furthermore, 30% ammonium sulphate saturated precipitation was able to precipitate this inactive CCA.Keywords: 7-ACA,CCA, cephalosporin C, protein purification, specific activity ABSTRAKSefalosporin-C asilase (CCA) merupakan enzim yang berperan penting dalam konversi satu tahap sefalosporin-C menjadi 7-ACA. Proses purifikasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan aktivitas spesifik enzim CCA. Proses purifikasi dimulai dari memecah sel, diikuti dengan tahap presipitasi menggunakan amonium sulfat, dialisis, kromatografi penukar ion (IEC) dan kromatografi eksklusi. Optimasi proses IEC pada tahap elusi juga dilakukan untuk membandingkan elusi enzim CCA secara gradien dan isokratik. Proses purifikasi pada penelitian ini mampu meningkatkan kemurnian enzim hingga 33,66 kali, dengan aktivitas spesifik sebesar 3,00 U/mg dan perolehan enzim sebesar 41,41%. Hasil optimasi IEC pada proses elusi secara isokratik lebih efisien dari segi waktu (hanya membutuhkan 3 kolom volume (CV) dibandingkan dengan secara gradien (sampai 9 CV). Hasil SDS-PAGE menunjukkan bahwa CCA rekombinan merupakan enzim dengan 2 macam bentuk yaitu enzim aktif, yang terdiri dari subunit α (25 kDa) dan β (58 kDa), dan enzim tidak aktif berupa prekursor (83 kDa). Proses presipitasi menggunakan amonium sulfat 30% tersaturasi dapat mengendapkan prekursor CCA.Kata Kunci: 7-ACA, aktivitas spesifik, CCA, purifikasi protein, sefalosporin C
OPTIMASI WAKTU INDUKSI DALAM MENGEKSPRESIKAN GEN PROINSULIN SECARA INTRASELULER MENGGUNAKAN INANG PICHIA PASTORIS Martius, Efrida; Laoditta, Febraska; Sofia, Dewi Yustika; Mahsunah, Anis Herliyanti
Jurnal Riset Biologi dan Aplikasinya Vol 2, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Gen proinsulin telah berhasil diinsersi pada galur Pichia pastoris X33, GS115 dan KM71H pada penelitian sebelumnya, namun masih memerlukan optimasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ekspresi galur P. pastoris dan waktu induksi yang optimal dalam mengekspresikan proinsulin. Ekspresi proinsulin dilakukan pada suhu 20 °C selama 120 jam untuk pemilihan galur terbaik. Variasi lama induksi yang digunakan adalah 0, 24, 48, 72, 96, 120 dan 144 jam untuk mengetahui waktu induksi optimal. Kultur kemudian dilisis, dielektroforesis menggunakan Tricine SDS PAGE dan divisualisasikan dengan pewarnaan perak. Berdasarkan ketebalan pita yang terbentuk pada gel elektroforesis, galur X33-X2 menghasilkan proinsulin terbanyak dibandingkan GS115-G11 dan KM71H-K4.. Ekspresi proinsulin optimal pada 120 jam dan mengalami penurunan proinsulin pada waktu induksi 144 jam akibat akumulasi metanol. Galur X33-X2 merupakan inang terbaik dan waktu induksi 120 jam merupakan waktu induksi optimal dalam mengekspresikan proinsulin secara intraseluler. Hasil ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam mengembangkan produksi insulin di Indonesia.
Optimasi Waktu Induksi dalam Mengekspresikan Gen Proinsulin secara Intraseluler Menggunakan Inang Pichia pastoris Martius, Efrida; Laoditta, Febraska; Sofia, Dewi Yustika; Mahsunah, Anis Herliyanti
Jurnal Riset Biologi dan Aplikasinya Vol 2, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/jrba.v2n1.p26-35

Abstract

Gen proinsulin telah berhasil diinsersi pada galur Pichia pastoris X33, GS115 dan KM71H pada penelitian sebelumnya, namun masih memerlukan optimasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ekspresi galur P. pastoris dan waktu induksi yang optimal dalam mengekspresikan proinsulin. Ekspresi proinsulin dilakukan pada suhu 20 °C selama 120 jam untuk pemilihan galur terbaik. Variasi lama induksi yang digunakan adalah 0, 24, 48, 72, 96, 120 dan 144 jam untuk mengetahui waktu induksi optimal. Kultur kemudian dilisis, dielektroforesis menggunakan Tricine SDS PAGE dan divisualisasikan dengan pewarnaan perak. Berdasarkan ketebalan pita yang terbentuk pada gel elektroforesis, galur X33-X2 menghasilkan proinsulin terbanyak dibandingkan GS115-G11 dan KM71H-K4.. Ekspresi proinsulin optimal pada 120 jam dan mengalami penurunan proinsulin pada waktu induksi 144 jam akibat akumulasi metanol. Galur X33-X2 merupakan inang terbaik dan waktu induksi 120 jam merupakan waktu induksi optimal dalam mengekspresikan proinsulin secara intraseluler. Hasil ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam mengembangkan produksi insulin di Indonesia.