Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

ANALYSIS OF STORM CATEGORY AND COALESCENCE ACTIVITY : RELATIONSHIP TO THE DAILY MEAN CATCHMENT RAINFALL (CASES CLOUD SEEDING OPERATIONAL IN LARONA AND CITARUM CATCHMENT AREA) Haryanto, Untung; Harsanti, Dini; Goenawan, R. Djoko; Adithya, Krisna
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 13, No 1 (2012): June 2012
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9468.306 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v13i1.2204

Abstract

Cloud seeding operational has been conducted in Indonesia. In this study, the two cases operational were analysis, ie Larona (2005) and Citarum Catchment Area (2011). The coalescence activity during operational were analysed using archives of NOAAGFS model sounding and it also used to determined storm category and ICA. For this purpose, the number parameters for moderate threshold range on Raob-55 software were reduced and modified with more suitable range for Indonesia region. Result indicated that in Larona Catchment Area, the most of the storm having category weak to moderate with mean of storm category 67% and 21% respectively, the mean ICA value was -5.7. Relative larger weight of Weak and Medium category of storm were shown in Citarum ie 72% for weak and 18%, with the mean of ICA was -2.7%. As consequences, proportion of Medium together with Strong category for Larona is larger than Citarum,resulting larger amount mean catchment rainfall for Larona (17.1mm) compare to the Citarum (5.2 mm). The coalescence actifity in cloud during operation was effective for booth of two area, but varies due to the varies of cloud base height temperature and potential buoyancy (PB). The mean of CCL temperature in Larona was 20.30C since PB was 3.80C. This study also found that mean 500mb temperature (T) and mean rising parcel (TP) in Larona catchments was more warmer comparing to the Citarum is -4.00C and -0.150C for Larona , and -5.30C and -1.50C for Citarum. Base of the result it has been concluded that ICA has inverse correlation to the mean daily catchments rainfall, since together of Medium and Strong Storm Category has positive correlation.Modifikasi awan sudah operasional. Pada studi ini dilakukan analisis dua kasus operasional , yaitu operasional di DAS (Daerah Aliran Sungai) Larona (2005) dan DAS Citarum (2011). Aktifitas koalesensi selama operasional dianalisis menggunakan arsip data sounding NOAA-GFS yang digunakan untuk menentukan ICA (Index Coalescence Activity – indeks aktifitas koealesensi) dan Storm Category – kategori awan hujan). Bagi keperluan ini banyaknya parameter dan rentang kategori moderat pada perangkat lunak Raob -55 di dikurangi dan dimodifikasi dengan yang paling sesuai dengan kondisi daerah di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan sebagian besar awan hujan yang ada memiliki kategori weak hingga moderat – yaitu 67% dan 21% di DAS Larona dengan rata-rata nilai ICA besarnya -5.7, sedangkan di DAS Citarum, nilai kategori ini lebih besar yaitu 72% dan 18% dengan nilai rata rata ICA adalah -2.7. Sebagai konsekuensinya adalah porsi awan hujan dengan kategori ini lebih banyak muncul di DAS Larona dibandingkan pada DAS Citarum dengan rata rata hujan masing masing 17.1mm di DAS Larona dan 5.2mm di DAS Citarum. Aktivitas koalesensi di kedua DAS ini sama-sama aktif, variasinya ditentukan oleh variasi ketinggian dasar awan konvektif (CCL) dan potensi daya apung awan (PB). Di DAS Larona CCL cukup hangat yaitu 20.30C , dengan nilai PB 3.80C. Pada sutudi ini juga di peroleh bahwa rata rata suhu dan suhu parsel paras 500mb pada DAS Larona lebih hangat (-4.00C dan -0.150C) dari pada di DAS Citarum (-5.30C dan -1.50C). Dari studi ini, disimpulkan bahwa ICA berkorelasi terbalik dengan curah hujan harian, dan berkorelasi positif dengan awan hujan berkategori “ sedang” dan “kuat” secara bersama-sama.
PERCOBAAN MENJALANKAN REGIONAL SPECTRAL MODEL (RSM) DAN VALIDASINYA BAGI DAERAH PANTURA 21 DAN 22 DESEMBER 1998 Kudsy, Mahally; Goenawan, R. Djoko
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 1, No 1 (2000): June 2000
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (605.929 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v1i1.2107

Abstract

Paper ini membahas hasil-hasil dari percobaan menjalankan Regional Spectral Model(RSM) menggunakan data ECHAM. Percobaan menjalankan RSM dilakukan untuk simulasi kondisi cuaca tanggal 21 dan 22 Desember 1998 dan hasilnya dibandingkan dengan kondisi cuaca yang actual. Percobaan dilakukan dengan menggunakan interval 6 jam. RSM mampu membuat prediksi 1-3 bulan kedepan. Luaran dari model untuk area tertentu telah dianalisa dan dikalibrasi dengan menggunakan data satelit dan synop, sementara hubungan dari luaran telah dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil analisa menunjukkan bahwa prediksi seperti tutupan awan, curah hujan, gerakan ke atas dan surface lifted index sesuai dengan nilai aktual.This paper discusses about the results of experimental run of the Regional Spectral Model (RSM) using the ECHAM data. The run was made to simulate conditions of 21 and 22 December 1998 and the results were compared with the actual condition. The run was made by using 6-hour intervals. The RSM is capable to make 1 to 3-month forecasts. The output of this model for the selected area were analysed and calibrated using satellite and synoptic data, while the relationship of the output was qualitatively and quantitatively analized. The analyses revealed that the results of predictions such as cloud coverage, rainfall, upmotion and the surface lifted index were in accordance to the actual values.
HASIL PENGUKURAN PARTIKEL ASAP GROUND PERTICLES GENERATOR (GPG) DI LAB TMC PUSPIPTEK SERPONG PADA 11 APRIL 2013 Goenawan, R. Djoko; Haryanto, Untung; Sudibyo, Pitoyo Sarwono; Asmoro, Bambang; Pamuji, Pamuji
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 14, No 1 (2013): June 2013
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (381.627 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v14i1.2683

Abstract

ABSTRAK  Telah dilakukan pengukuran distribusi dan konsentrasi asap partikel dari hasil penyalaan GPG yang dilakukan di Lap TMC - Puspiptek Serpong. Alat yang digunakan dalam pengukuran baik besar, distribusi dan konsentrasi partikel adalah menggunakan LightHouse (LH) yang bisa menampilkan secara langsung dalam layar monitor alat tersebut. Yang secara langsung terbaca dalam monitoring LH adalah besar partikel dan jumlah partikel per satuan volume (m3). Kisaran alat pengukur partikel LH bisa mengukur terkecil 0.3 mikron hingga 5 mikron dengan rincian 0.3, 0.5, 1.0, 2.5, dan 5 mikron. Light House (LH) adalah satu satunya alat yang biasa digunakan untuk pengukuran udara dan lingkungan dari Laboratorium Aerosol, PTKMR BATAN. Telah dilakukan pengukuran partikel dari asap GPG (Ground Particles Generator) sebanyak 21 kali sampling. Sekali pegambilan sampling asap diperlukan waktu sebanyak 5 menit dan pengukuran udara dalam wadah sampling tersebut juga diperlukan waktu sekitar 5 menit. Selain pengukuran dengan menggunakan LH, juga dilakukan pengukuran dengan menggunakan Impaktor Kaskade Type Anderson dengan 12 tingkat yang memungkinkan pengukuran dari 0.1 mikron hingga 9 mikron. Waktu yang diperlukan cukup lama, yaitu antara pukul 13.15 hingga 18.15 WIB yaitu 5 jam. Impaktor tidak bisa langsung terbaca hasil pengukuran partikelnya namun harus di proses kemudian di kondiskan serta dilakukan penimbangan partikel yang mengendap di setiap tingkatan, sehingga bisa diketahui distribusi partikel tersebut setiap tingkat dari 0.1 mikron hingga partikel terbesar yaitu 9 mikron. Hasil sementara dari pengukuran menggunakan LH dari sebanyak 21 sampel adalah untuk partikel 0.3 mikron memiliki jumlah partikel terbesar mencapai 495.466.815/m3 atau 495 partikel/cm3 asap dan terkecil sebanyak  51.767.763/m3 atau 52 partikel/cm3 asap. Sementara, untuk partikel yang terukur 0.5 mikron terbanyak mencapai 8.969.923/m3 atau 9 partikel/cm3 asap dan terkecil 84.755.200 partikel/cm3 atau 85 partikel/cm3. Sedangkan, partikel yang terukur 1.0, 2.5 dan 5.0 mikron di LH tidak terpantau atau tidak ada sama sekali alias Nol (skala 1 cm3). Tampak puncak distribusinya diperkirakan kurang dari 0.3 mikron (antara 0.1 – 0.05 mikron), sebagai “tail” kanan distribusi (jika dianggap normal) adalah 0.5 mikron. Perkiraan tersebut akan di buktikan dengan menggunakan Impaktor yang bisa mengukur partikel terkecil 0.1 mikron.    ABSTRACT  Measurement of Concentration Distribution and smoke particles from the ignition GPG conducted in TMC-Lab Puspiptek Serpong. Measurement tool used in both large, the distribution and concentration of particles is using Light-House (LH) which can display directly in the device monitor screen which is directly readable in monitoring large particles and LH is the number of particles per unit volume (m3). LH range of gauges can measure the smallest particles 0.3 microns to 5 microns with the details 0.3, 0.5, 1.0, 2.5 and 5 microns. Light House (LH) is the only tool used to measure air and environment of the Aerosol Laboratory, PTKMR BATAN in Jakarta. Have performed measurements of the smoke particles GPG (Ground Particles Generator) as much as 21 times the sampling. Once pegambilan sampling smoke take as many as 5 minutes and air measurements in the sampling container also takes about 5 minutes as well. In addition to measurements by using LH, also be measured by using the cascade Impaktor Type Anderson with 12 levels that allow measurement of 0.1 microns to 9 microns. It takes quite a long time, which is between 13:15 to 18:15 hrs ie 5 hour. Impaktor can not directly read the results of measurements of the particles but must be in process later in kondiskan and sediment particles weighing is done at every level, so they can know the distribution of particles of 0.1 microns each level until the largest particles is 9 microns. Interim results of measurements using as many as 21 samples of LH is for 0.3 micron particles have the greatest number of particles reaching 495 partikel/cm3 495.466.815/m3 or as much smoke and the smallest 52 partikel/cm3 51.767.763/m3 or smoke. While, for the measured particles 0.5 microns or 9 the highest reaches 8.969.923/m3 partikel/cm3 smoke and smallest partikel/m3 84,755,200 or 85 partikel/cm3. Whereas, particles measured 1.0, 2.5 and 5.0 microns in LH is not monitored or none at all, aka Zero. Looks peak distribution estimated to be less than 0.1 microns, as the "tail" distribution right (if it is considered normal) is 0.5 microns. The estimate will be proved by using Impaktor that can measure the smallest particles of 0.1 microns.
ANALYSIS OF STORM CATEGORY AND COALESCENCE ACTIVITY : RELATIONSHIP TO THE DAILY MEAN CATCHMENT RAINFALL (CASES CLOUD SEEDING OPERATIONAL IN LARONA AND CITARUM CATCHMENT AREA) Haryanto, Untung; Harsanti, Dini; Goenawan, R. Djoko; Adithya, Krisna
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 13, No 1 (2012): June 2012
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9468.306 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v13i1.2204

Abstract

Cloud seeding operational has been conducted in Indonesia. In this study, the two cases operational were analysis, ie Larona (2005) and Citarum Catchment Area (2011). The coalescence activity during operational were analysed using archives of NOAAGFS model sounding and it also used to determined storm category and ICA. For this purpose, the number parameters for moderate threshold range on Raob-55 software were reduced and modified with more suitable range for Indonesia region. Result indicated that in Larona Catchment Area, the most of the storm having category weak to moderate with mean of storm category 67% and 21% respectively, the mean ICA value was -5.7. Relative larger weight of Weak and Medium category of storm were shown in Citarum ie 72% for weak and 18%, with the mean of ICA was -2.7%. As consequences, proportion of Medium together with Strong category for Larona is larger than Citarum,resulting larger amount mean catchment rainfall for Larona (17.1mm) compare to the Citarum (5.2 mm). The coalescence actifity in cloud during operation was effective for booth of two area, but varies due to the varies of cloud base height temperature and potential buoyancy (PB). The mean of CCL temperature in Larona was 20.30C since PB was 3.80C. This study also found that mean 500mb temperature (T) and mean rising parcel (TP) in Larona catchments was more warmer comparing to the Citarum is -4.00C and -0.150C for Larona , and -5.30C and -1.50C for Citarum. Base of the result it has been concluded that ICA has inverse correlation to the mean daily catchments rainfall, since together of Medium and Strong Storm Category has positive correlation.Modifikasi awan sudah operasional. Pada studi ini dilakukan analisis dua kasus operasional , yaitu operasional di DAS (Daerah Aliran Sungai) Larona (2005) dan DAS Citarum (2011). Aktifitas koalesensi selama operasional dianalisis menggunakan arsip data sounding NOAA-GFS yang digunakan untuk menentukan ICA (Index Coalescence Activity ? indeks aktifitas koealesensi) dan Storm Category ? kategori awan hujan). Bagi keperluan ini banyaknya parameter dan rentang kategori moderat pada perangkat lunak Raob -55 di dikurangi dan dimodifikasi dengan yang paling sesuai dengan kondisi daerah di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan sebagian besar awan hujan yang ada memiliki kategori weak hingga moderat ? yaitu 67% dan 21% di DAS Larona dengan rata-rata nilai ICA besarnya -5.7, sedangkan di DAS Citarum, nilai kategori ini lebih besar yaitu 72% dan 18% dengan nilai rata rata ICA adalah -2.7. Sebagai konsekuensinya adalah porsi awan hujan dengan kategori ini lebih banyak muncul di DAS Larona dibandingkan pada DAS Citarum dengan rata rata hujan masing masing 17.1mm di DAS Larona dan 5.2mm di DAS Citarum. Aktivitas koalesensi di kedua DAS ini sama-sama aktif, variasinya ditentukan oleh variasi ketinggian dasar awan konvektif (CCL) dan potensi daya apung awan (PB). Di DAS Larona CCL cukup hangat yaitu 20.30C , dengan nilai PB 3.80C. Pada sutudi ini juga di peroleh bahwa rata rata suhu dan suhu parsel paras 500mb pada DAS Larona lebih hangat (-4.00C dan -0.150C) dari pada di DAS Citarum (-5.30C dan -1.50C). Dari studi ini, disimpulkan bahwa ICA berkorelasi terbalik dengan curah hujan harian, dan berkorelasi positif dengan awan hujan berkategori ? sedang? dan ?kuat? secara bersama-sama.
HASIL PENGUKURAN PARTIKEL ASAP GROUND PERTICLES GENERATOR (GPG) DI LAB TMC PUSPIPTEK SERPONG PADA 11 APRIL 2013 Goenawan, R. Djoko; Haryanto, Untung; Sudibyo, Pitoyo Sarwono; Asmoro, Bambang; Pamuji, Pamuji
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 14, No 1 (2013): June 2013
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (381.627 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v14i1.2683

Abstract

ABSTRAK  Telah dilakukan pengukuran distribusi dan konsentrasi asap partikel dari hasil penyalaan GPG yang dilakukan di Lap TMC - Puspiptek Serpong. Alat yang digunakan dalam pengukuran baik besar, distribusi dan konsentrasi partikel adalah menggunakan LightHouse (LH) yang bisa menampilkan secara langsung dalam layar monitor alat tersebut. Yang secara langsung terbaca dalam monitoring LH adalah besar partikel dan jumlah partikel per satuan volume (m3). Kisaran alat pengukur partikel LH bisa mengukur terkecil 0.3 mikron hingga 5 mikron dengan rincian 0.3, 0.5, 1.0, 2.5, dan 5 mikron. Light House (LH) adalah satu satunya alat yang biasa digunakan untuk pengukuran udara dan lingkungan dari Laboratorium Aerosol, PTKMR BATAN. Telah dilakukan pengukuran partikel dari asap GPG (Ground Particles Generator) sebanyak 21 kali sampling. Sekali pegambilan sampling asap diperlukan waktu sebanyak 5 menit dan pengukuran udara dalam wadah sampling tersebut juga diperlukan waktu sekitar 5 menit. Selain pengukuran dengan menggunakan LH, juga dilakukan pengukuran dengan menggunakan Impaktor Kaskade Type Anderson dengan 12 tingkat yang memungkinkan pengukuran dari 0.1 mikron hingga 9 mikron. Waktu yang diperlukan cukup lama, yaitu antara pukul 13.15 hingga 18.15 WIB yaitu 5 jam. Impaktor tidak bisa langsung terbaca hasil pengukuran partikelnya namun harus di proses kemudian di kondiskan serta dilakukan penimbangan partikel yang mengendap di setiap tingkatan, sehingga bisa diketahui distribusi partikel tersebut setiap tingkat dari 0.1 mikron hingga partikel terbesar yaitu 9 mikron. Hasil sementara dari pengukuran menggunakan LH dari sebanyak 21 sampel adalah untuk partikel 0.3 mikron memiliki jumlah partikel terbesar mencapai 495.466.815/m3 atau 495 partikel/cm3 asap dan terkecil sebanyak  51.767.763/m3 atau 52 partikel/cm3 asap. Sementara, untuk partikel yang terukur 0.5 mikron terbanyak mencapai 8.969.923/m3 atau 9 partikel/cm3 asap dan terkecil 84.755.200 partikel/cm3 atau 85 partikel/cm3. Sedangkan, partikel yang terukur 1.0, 2.5 dan 5.0 mikron di LH tidak terpantau atau tidak ada sama sekali alias Nol (skala 1 cm3). Tampak puncak distribusinya diperkirakan kurang dari 0.3 mikron (antara 0.1 ? 0.05 mikron), sebagai ?tail? kanan distribusi (jika dianggap normal) adalah 0.5 mikron. Perkiraan tersebut akan di buktikan dengan menggunakan Impaktor yang bisa mengukur partikel terkecil 0.1 mikron.    ABSTRACT  Measurement of Concentration Distribution and smoke particles from the ignition GPG conducted in TMC-Lab Puspiptek Serpong. Measurement tool used in both large, the distribution and concentration of particles is using Light-House (LH) which can display directly in the device monitor screen which is directly readable in monitoring large particles and LH is the number of particles per unit volume (m3). LH range of gauges can measure the smallest particles 0.3 microns to 5 microns with the details 0.3, 0.5, 1.0, 2.5 and 5 microns. Light House (LH) is the only tool used to measure air and environment of the Aerosol Laboratory, PTKMR BATAN in Jakarta. Have performed measurements of the smoke particles GPG (Ground Particles Generator) as much as 21 times the sampling. Once pegambilan sampling smoke take as many as 5 minutes and air measurements in the sampling container also takes about 5 minutes as well. In addition to measurements by using LH, also be measured by using the cascade Impaktor Type Anderson with 12 levels that allow measurement of 0.1 microns to 9 microns. It takes quite a long time, which is between 13:15 to 18:15 hrs ie 5 hour. Impaktor can not directly read the results of measurements of the particles but must be in process later in kondiskan and sediment particles weighing is done at every level, so they can know the distribution of particles of 0.1 microns each level until the largest particles is 9 microns. Interim results of measurements using as many as 21 samples of LH is for 0.3 micron particles have the greatest number of particles reaching 495 partikel/cm3 495.466.815/m3 or as much smoke and the smallest 52 partikel/cm3 51.767.763/m3 or smoke. While, for the measured particles 0.5 microns or 9 the highest reaches 8.969.923/m3 partikel/cm3 smoke and smallest partikel/m3 84,755,200 or 85 partikel/cm3. Whereas, particles measured 1.0, 2.5 and 5.0 microns in LH is not monitored or none at all, aka Zero. Looks peak distribution estimated to be less than 0.1 microns, as the "tail" distribution right (if it is considered normal) is 0.5 microns. The estimate will be proved by using Impaktor that can measure the smallest particles of 0.1 microns.
PERCOBAAN MENJALANKAN REGIONAL SPECTRAL MODEL (RSM) DAN VALIDASINYA BAGI DAERAH PANTURA 21 DAN 22 DESEMBER 1998 Kudsy, Mahally; Goenawan, R. Djoko
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 1, No 1 (2000): June 2000
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (605.929 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v1i1.2107

Abstract

Paper ini membahas hasil-hasil dari percobaan menjalankan Regional Spectral Model(RSM) menggunakan data ECHAM. Percobaan menjalankan RSM dilakukan untuk simulasi kondisi cuaca tanggal 21 dan 22 Desember 1998 dan hasilnya dibandingkan dengan kondisi cuaca yang actual. Percobaan dilakukan dengan menggunakan interval 6 jam. RSM mampu membuat prediksi 1-3 bulan kedepan. Luaran dari model untuk area tertentu telah dianalisa dan dikalibrasi dengan menggunakan data satelit dan synop, sementara hubungan dari luaran telah dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil analisa menunjukkan bahwa prediksi seperti tutupan awan, curah hujan, gerakan ke atas dan surface lifted index sesuai dengan nilai aktual.This paper discusses about the results of experimental run of the Regional Spectral Model (RSM) using the ECHAM data. The run was made to simulate conditions of 21 and 22 December 1998 and the results were compared with the actual condition. The run was made by using 6-hour intervals. The RSM is capable to make 1 to 3-month forecasts. The output of this model for the selected area were analysed and calibrated using satellite and synoptic data, while the relationship of the output was qualitatively and quantitatively analized. The analyses revealed that the results of predictions such as cloud coverage, rainfall, upmotion and the surface lifted index were in accordance to the actual values.
STRUCTURAL EQUATION MODELING : DETERMINANT OF WORK MOTIVATION AND ITS IMPLICATION ON EMPLOYEE PERFORMANCE OF PT. JASA MARGA JAKARTA Diniamalia, Diniamalia; Zami, Alex; Alhempi, R. Rudi; Goenawan, R. Djoko
Jurnal Apresiasi Ekonomi Vol 12, No 3 (2024)
Publisher : Institut Teknologi dan Ilmu Sosial Khatulistiwa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31846/jae.v12i3.828

Abstract

This study aims to test and analyze the influence of Training, Organizational Culture, Perceived Organization Support (POS) and Work Motivation on the Performance of PT. Jasa Marga, Tbk, Jakarta's Implementing Employees - both partially and simultaneously. This study uses descriptive and quantitative methods through survey techniques. The research instrument uses a questionnaire with a Likert scale. Data analysis is processed using the SPSS version 24 program, and Structural Equation Modeling (SEM) with the Lisrel 8.72 program. The population is 7790 people while the sample is determined based on the Slovin formula of 220 people drawn through proportional random sampling techniques. The results of the study on Structure-1, prove: Training, Organizational Culture and POS simultaneously contribute 87% to the Work Motivation of PT. Jasa Marga, Tbk, Jakarta's Implementing Employees. Partially, POS has the most dominant influence with the dimensions that most reflect: Welfare Support and indicators: Concern for Environmental Conditions. While Organizational Culture has no significant effect. Structure 2, proves: Training, Organizational Culture, POS and Work Motivation simultaneously contribute 92% to the Performance of PT. Jasa Marga, Tbk, Jakarta's Implementing Employees. Partially, Training has the most dominant influence on Employee Performance, while Organizational Culture and POS are not proven to have an effect. The dimension that best reflects Training is: Training Participants with the indicator: Training is able to improve Employee Careers. Other important findings from the results of this study are: Work motivation only plays a role as a Partial Mediator for organizational culture and POS, while Training does not mediate.Keywords : Employee Performance, Work Motivation, Training, Organizational Culture, Perceived Organizational Support (POS).
THE EFFECT OF JOB STRESS AND ORGANIZATIONAL CLIMATE ON TURNOVER INTENTION WITH JOB SATISFACTION AS A MEDIATION VARIABLE Lukas, Amos; Goenawan, R. Djoko; Moeins, Anoesyirwan
PENANOMICS: International Journal of Economics Vol. 3 No. 1 (2024): April
Publisher : Yayasan Pusat Cendekiawan Intelektual Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56107/penanomics.v3i1.160

Abstract

This study explores the influence of work stress and organizational climate on turnover intention by considering the role of job satisfaction as a mediator. Through analysis of 135 respondents from several housing development companies in Pekanbaru City, using the Simple Random Sampling method, we found that work stress has a positive and significant influence on the desire to change jobs. Apart from that, job satisfaction has also been proven to mediate the relationship between job stress and turnover intention. The results also show that organizational climate has a negative and significant influence on turnover intention, however, job satisfaction also mediates the relationship between organizational climate and desire to change jobs. Proposed suggestions include expanding mental wellbeing support programs to deal with work stress, improving communication between management and employees to improve organizational climate, implementing balanced work policies to increase job satisfaction, and conducting interviews to identify key factors that drive turnover intention.
Desain dan Implementasi Pembersih Udara Portabel dengan Anion Generator Ananda, Muhammad Rafli; Sumaryo, Sony; Goenawan, R. Djoko
eProceedings of Engineering Vol. 10 No. 5 (2023): Oktober 2023
Publisher : eProceedings of Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak— Masalah kualitas udara di Indonesia sebagai latar belakang penelitian ini didasarkan pada fakta bahwa Indonesia berada di peringkat 17 dari 180 negara sebagai negara dengan kualitas udara terburuk di dunia per 2021. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan sebuah sistem pembersih udara portable yang dapat membantu meningkatkan kualitas udara di dalam ruangan. Berbagai macam penelitian dilakukan untuk mengatasi penurunan kualitas udara khsusunya didalam ruangan. Pada penelitian Tugas Akhir ini akan dibuat suatu sistem pembersih udara portable yang dapat meningkatkan kualitas udara di dalam ruangan. Sistem akan diuji dengan memantau kualitas udara di dalam ruangan berukuran 3x3 m2 sebelum dan sesudah menggunakan pembersih udara yang di buat. Hasil dari perancangan sistem pembersih udara portable dengan anion generator yang dintegrasikan dengan sensor Particulate Matter GP2Y1010AU0F memiliki tingkat akurasi sebesar 95.88% dan rata-rata konsentrasi ion yang dihasilkan dari anion generator sebesar 6.771.000 ion/cm3. Pembersih udara ini dapat mengurangi polutan Particulate Matter selama 1 menit.Kata kunci— Kualitas Udara, Pembersih Udara Portable, Anion Generator, Sensor Particulate Matter GP2Y1010AU0F