Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PELAKSANAAN PASAL PASAL 9 AYAT (1) PERDA NOMOR. 12 TAHUN 2013, TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DI KOTA PONTIANAKDALAM HUBUNGANNYA DENGAN PEMBINAAN, PELATIHAN, PEMAGANGAN DAN PRODUKTIVITAS TENAGA TERJA (STUDI PADA DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOT - A01110001, ADHYTIA NUGRAHA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 1 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perubahan perkembangan masyarakat saat ini telah memberikan implikasi terhadap tuntutan kebutuhan pelayanan yang lebih baik dan prima.Dalam menjawab tuntutan tersebut, maka instansi pemerintah harus mampu meningkatkan kinerja dan profesionalisme yang diawali dengan penyusunan Renstra sebagai acuan pelaksanaan program dan kegiatan dalam mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan. Rencana Strategis merupakan proses sistematik yang berkelanjutan dari keputusan yang beresiko dengan memanfaatkan sebanyak-banyaknya pengetahuan antisipatif, mengorganisasi secara sistematis usaha-usaha melaksanakan keputusan tersebut dan mengukur hasil melalui umpan balik yang terorganisasi dan rapi. Dengan tersusunnya Rencana Strategis Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Pontianak, diharapkan dapat menjadi arah dan pedoman penyelenggaraan pembangunan di bidang sosial dan bidang ketenagakerjaan Kepala Bidang Tenaga Kerja mempunyai tugas pokok menyiapkan bahan dan merumuskan kebijakan teknis, menyelenggarakan pelayanan umum, melakukan pembinaan teknis, pelaporan dan evaluasi di bidang Tenaga Kerja. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Kepala Bidang Tenaga Kerja  mempunyai fungsi menyelenggarakan koordinasi ruang lingkup tugas yang meliputi bidang Tenaga Kerja.Salah satu unit kerja di Bidang ketenagakerjaan adalah  Seksi Penempatan, Pelatihan dan Produktivitas Tenaga Kerja yang mempunyai fungsi menyelenggarakan kegiatan yang meliputi ruang lingkup pelaksanaan Penyelenggaraan kegiatan teknis di bidang Penempatan, Pelatihan dan Produktivitas Tenaga Kerja Pasal 9 (1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan, pelatihan, pemagangan dan produktivitas tenaga kerja. (2) Dalam rangka meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja Pemerintah Daerah dapat membentuk unit pelaksana teknis pelatihan dan produktivitas tenaga kerja. (3) Untuk menunjang sebagaimana dimaksud ayat (2) Pemerintah Daerah wajib memiliki balai latihan kerja dan bekerjasama dengan perusahaan, dan lembaga pendidikan dan pelatihan swasta yang berhubungan dengan ketenagakerjaan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode empiris dengan pendekatan secara deskriptif analisis, dengan menggambarkan dan menganalisa keadaan sebenarnya yang terjadi pada saat penelitian dilakukan, kemudian menganalisa fakta tersebut guna memperoleh suatu kesimpulan.   Kata kunci : ketenagakerjaan, pelatihan.
Opportunities and Challenges to Realize a Law-Aware Village Resmaya Agnesia Mutiara Sirait; Yenny Aman Serah; Adhytia Nugraha
International Journal of Health, Economics, and Social Sciences (IJHESS) Vol. 5 No. 4: October 2023
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/ijhess.v5i4.4300

Abstract

Efforts to build legal awareness of rural communities have long been made for the welfare of the community. Carrying out the achievement of community legal awareness towards a legally aware village/village will find challenges and opportunities. The challenges and opportunities of realizing a legally aware village in this are associated with the press perspective of Lawrence M Friedman's theory, namely the theory of the legal system, namely aspects of the substance, structure, and culture of the law. The method used in this study uses a qualitative method with a sociological approach (social, legal approach) through questionnaires, interviews, and discussions with relevant stakeholders. The results of this study explain that the facts show that the achievement of coaching in legal awareness and the process of realizing a legally aware village is still very low. This study revealed that there were challenges in realizing a law-conscious village, namely low legal awareness regarding early marriage and the lack of legally aware family groups (kadarkum) in rural communities. However, it does not rule out the possibility that behind the challenges faced, there are also opportunities obtained by the involvement of students in the Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) program, which is organized by Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) as a companion for rural communities to helping to realize a law-conscious village. Researchers recommend further assessment actions as outlined in two policy texts.
Pengawasan Terhadap Peredaran Produk Pakaian Anak Tidak Memenuhi SNI Ditinjau Dari Undang-Undang Perlindugan Konsumen: Supervision of the Circulation of Children's Clothing Products Does Not Meet SNI in Terms of the Consumer Protection Law Resmaya Agnesia Mutiara Sirait; Setyo Utomo; Aleksander Sebayang; Adhytia Nugraha; Sri Ayu Septinawati; Samuel Marpaung
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 6 No. 12: DESEMBER 2023
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v6i12.4410

Abstract

Penggunaan pakaian anak yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah hal yang pentinng untuk menjaga kesehatan dan keselamatan anak. Standar Nasional Indonesia merupakan parameter yang digunakan sebagai tolak ukur kelayakan suatu produk dapat beredar pada masyarakat, sehingga penerapan peraturan Standar Nasional Indonesia pada produk pakaian anak diperlukan untuk melindungi keamanan dan keselamatan konsumen. Ironisnya hal tersebut masih belum mejadi suatau kesadaran yang penting tehadap pihak pelaku usaha. Realitanya masih ditemukan peredaran pakaian anak yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia sehingga timbul pertanyaan bagaimanakah pengawasan terhadap peredaran pakaian anak yang tidak memenuhi SNI ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan sosiologis (social legal approach) melalui wawancara, dan diskusi dengan para pihak. Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kota Pontianak pihak yang bertanggung jawab dalam mengawasi peredaran produk yang dimasyarakat menjelaskan kurangnya pengetahuan konsumen maupun pelaku usaha serta faktor ekonomi konsumen yang termasuk dalam cluster menengah kebawah yang menjadi alasan utama masih beredarnya produk pakaian anak yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). The use of children's clothing that meets the Indonesian National Standard (SNI) is important to maintain children's health and safety. The Indonesian National Standard is a parameter used as a benchmark for the feasibility of a product to circulate to the public, so the application of Indonesian National Standard regulations on children's clothing products is needed to protect consumer security and safety. Ironically, this is still not an important awareness of business actors. The reality is that there is still the circulation of children's clothing that does not meet the Indonesian National Standard, so the question arises how to supervise the circulation of children's clothing that does not meet SNI in terms of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. The method used in this study is qualitative with a sociological approach (social legal approach) through interviews and discussions with the parties. The Department of Industry, Trade, Cooperatives and Small and Medium Enterprises of Pontianak City, the party responsible for supervising the circulation of products in the community, explained the lack of knowledge of consumers and business actors as well as consumer economic factors included in the lower middle cluster, which is the main reason for the circulation of children's clothing products that do not meet the Indonesian National Standard (SNI) .
Urgensi Pendidikan Pengawasan Pemilu Demi Mewujudkan Pemilu Jujur, Adil Serta Berintergritas di Kota Pontianak: The Urgency of Election Supervision Education to Realize Honest, Fair and Integrated Elections in Pontianak City Adhytia Nugraha; Setyo Utomo; Aleksander Sebayang; Sri Ayu Septinawati; Resmaya Agnesia Mutiara Sirait
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 1: JANUARI 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v7i1.4479

Abstract

Pemilu menjadi keniscayaan di negara dengan Sistem Demokrasi. Penyelenggaraan Pemilihan umum sendiri didasarkan pada pasal 22E Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945 tentang penyelenggaraan Pemilihan umum, sangat jelas bahwa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Pusat dan Badan Pengawas Pemilu Daerah bukan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab mutlak untuk menjalankan fungsi pengawasan pemilu yang demokratis. Pemilu demokratis juga membutuhkan peran aktif dari kalangan Masyarakat. Pemilu yang berkualitas, transparan, dan adil merupakan landasan utama bagi keberlangsungan demokrasi yang sehat. Untuk mencapai hal tersebut, pendidikan pengawasan pemilu bagi masyarakat sangatlah berperan penting dalam memastikan proses pemilu yang berintegritas dan mengedepankan asas luber jurdil dan berintegritas. Artikel ini membahas pentingnya pendidikan pengawasan pemilu dan implikasinya dalam mewujudkan asas luber jurdil serta integritas pemilu. Abstract: Elections are a necessity in countries with a democratic system. The implementation of general elections itself is based on article 22E of the Constitution of the Republic of Indonesia in 1945 concerning the holding of general elections, it is very clear that the Central Election Supervisory Board (Bawaslu) and the Regional Election Supervisory Agency are not the only parties who are absolutely responsible for carrying out the function of democratic election supervision. Democratic elections also require an active role from among the community. Quality, transparent, and fair elections are the main foundation for the survival of a healthy democracy. To achieve this, election supervision education for the public plays an important role in ensuring an election process with integrity and prioritizing the principles of luber jurdil and integrity. This article discusses the importance of election supervision education and its implications in realizing the principle of luber jurdil and election integrity.