Zakki Mubarok
Universitas Karya Husada Semarang

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN DAN PEMBERIAN SANKSI PIDANA BAGI PELAKU HATE SPEECH PADA MASA PEMILU DI INDONESIA Zakki Mubarok; Khamarudhin Syahrul Jihad
Smart Law Journal Vol. 3 No. 1 (2024): Februari 2024
Publisher : Universitas Karya Husada Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34310/slj.v3i1.12

Abstract

Law enforcement and the public are increasingly paying attention to the rise of hate speech in public life during the election season. Hate speech that targets individuals based on culture, ethnicity, race, religion, disability, sexual orientation, gender, skin color, nationality, or other characteristics can lead to hatred, provocation, incitement, violence, and even national division in the election season. Speech that encourages hate can create tension in society and lead to acts of discrimination, violence and/or death if it is not handled effectively, immediately and in accordance with the law. The author raises two issues regarding hate speech in response to its increasingly detrimental impact on victims: the need for criminal punishment for perpetrators of hate speech and legal protection for victims of hate speech. After analyzing research materials, this research uses a normative writing methodology and approaches legislative issues related to hate speech. The findings of this research provide legal protection to victims of hate speech which can give them a sense of security and protect individuals who are also targets of hate speech. Speech that encourages hatred is considered a criminal offense because every person who, whether intentionally or unintentionally, commits an unlawful act is required by the relevant law to be responsible for his or her actions and is considered guilty of an act that is punishable by imprisonment or a fine.
SANKSI PIDANA BAGI PELAKU PERKAWINAN ANAK DIBAWAH UMUR DI INDONESIA Zakki Mubarok; Zenda Vidya Uttamo
Smart Law Journal Vol. 2 No. 2 (2023): Agustus 2023
Publisher : Universitas Karya Husada Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34310/slj.v2i2.32

Abstract

Juridically, child marriage is a form of violence against children which violates children's rights and is contrary to the State's commitment to protect children from violence and discrimination. In Indonesia, marriage is regulated in Law Number 16 of 2019 Amendments to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage which regulates the minimum age limit for a person to marry. In fact, we often find minors getting married, even though they do not meet these criteria. Various reasons were put forward, ranging from economic, social, low education, culture and even incidents of being pregnant first. Through normative legal research with qualitative analysis, this paper describes the high number of child marriages in Indonesia. Based on data from the Central Statistics Agency (BPS) for 2020 child marriage shows a rate of 10.82% in Indonesia. Children who are married under the age of 18 are very vulnerable to various problems. As a result of child marriage, it causes losses not only to children and their families, but also to the State. Child marriage has implications for education, the economy, health, domestic violence and even human trafficking and has the potential to cause intergenerational poverty. Efforts to eliminate child marriage are the target of SDGs point 5.3 in 2030. For this reason, a prevention strategy is needed so that child marriage does not occur, so that child-friendly cities are created in Indonesia. The results showed that: underage child marriages indicated violations of several regulations, namely, the Marriage Law, the Child Protection Law and Article 288 of the Criminal Code. Even though indications of several violations have been found, until now there have been no strict, clear and written regulations regarding sanctions for perpetrators of underage child marriages, only the consequences arising from underage child marriages are subject to criminal sanctions contained in the Article 288 of the Criminal Code. Recognizing the need to enact written laws and regulations, the Ministry of Religion drafted a Draft Law on Applied Law for the Religious Courts which aims to prevent underage child marriages. This draft law provides for fines of up to Rp. 6,000,000.- (six million rupiah) to the perpetrators of underage child marriage and imprisonment for 3 months plus a fine of Rp. 12,000,000 (twelve million rupiah) for the headman who is married.
KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DI INDONESIA Zakki Mubarok; Pandu Dwi Nugroho
Smart Law Journal Vol. 1 No. 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Universitas Karya Husada Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34310/slj.v1i1.54

Abstract

Anak angkat adalah bagian dari segala tumpuhan dan harapan kedua orang tua sebagai penerus hidup. Mempunyai anak merupakan tujuan dari adanya perkawinan untuk menyambung keturunan serta kelestarian harta kekayaan. Mempunyai anak adalah kebanggaan dalam keluarga. Namun, demikian tujuan tersebut terkadang tidak dapat tercapai sesuai dengan harapan. Beberapa pasangan hidup, tidaklah sedikit dari mereka mengalami kesulitan dalam memperoleh keturunan. Sedang keinginan untuk mempunyai anak nampaknya begitu besar. Sehingga kemudian diantara merekapun ada yang mengangkat anak.Tujuan penelitian ini adalah  untuk  mengetahui   kedudukan anak angkat dalam  pembagian harta warisan di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal yaitu penelitian kepustakaan atau doktrinal yang mengacu kepada peraturan-peraturan yang tertulis dan bahan-bahan hukum lainnya. Bersifat deskriptif dengan mengetahui dan menggambarkan fakta di lapangan terhadap aplikasi ketentuan hukum yang sudah ada dan hidup di dalam masyarakat dan juga preskriptif kualitatif dengan memberikan argumentasi teori dan hasil penelitian yang telah dilakukan. Hasil menunjukkan bahwa  pengangkatan anak termasuk dalam kategori perbuatan hukum, yang mengakibatkan hak dan kewajiban bagi para pihak. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam terdapat perbedaan pengaturan tentang kedudukan anak angkat terhadap orang tua angkatnya. Hal tersebut berimplikasi pada proses pembagian warisan. Pembagian warisan terhadap anak angkat menurut Kompilasi Hukum Islam menggunakan wasiat wajibah, sedangkan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, anak  angkat mendapat warisan yang sama dengan anak sah.
PENERAPAN HUKUM DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA LEMBAGA PINJAMAN ONLINE ILEGAL DI INDONESIA Zakki Mubarok
Smart Law Journal Vol. 1 No. 2 (2022): Agustus 2022
Publisher : Universitas Karya Husada Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34310/slj.v1i2.66

Abstract

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya disektor teknologi finansial telah dimanfaatkan oleh lembaga pinjaman online (pinjol) ilegal untuk melakukan kejahatan. Dalam kondisi darurat pandemi Covid-19 banyak masyarakat yang terdesak hutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hutang yang masyarakat dapatkan berasal dari dana pinjaman online yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. Maraknya pinjaman online ilegal dinilai telah meresahkan masyarakat karena masyarakat sering mendapat teror tagihan dan intimidasi dari lembaga pinjaman online tersebut. Tujuan penelitian  ini adalah untuk mengkaji penerapan hukum dan pertanggungjawaban pidana lembaga pinjaman online ilegal di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal. Penelitian hukum normatif yang juga disebut sebagai penelitian kepustakaan atau doktrinal. Karena dalam penulisan ini mengacu kepada peraturan-peraturan yang tertulis dan bahan-bahan hukum lainnya. Sifat yang dimiliki dalam penulisan ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan fakta di lapangan terhadap aplikasi ketentuan hukum yang sudah ada dan hidup di dalam masyarakat dan juga preskriptif kualitatif yaitu untuk memberikan argumentasi teori oleh penulis atas hasil penelitian yang telah dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa :  lembaga pinjaman online ilegal yang telah menimbulkan keresahan dan kerugian bagi masyarakat, baik materiil maupun non materiil tidak cukup hanya dicabut izin operasional dan aplikasinya, tetapi perlu diproses hukum pidana. Jika tidak, mereka akan membuat bisnis baru dengan mengubah nama dan aplikasinya.
KEWENANGAN APARAT PENEGAK HUKUM DALAM MELAKUKAN UPAYA PENYAMARAN DALAM MENANGANI KASUS PENYALAHGUNAAN NARKOBA Zakki Mubarok; Zenda Vidya Uttamo
Smart Law Journal Vol. 2 No. 1 (2023): Februari 2023
Publisher : Universitas Karya Husada Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34310/slj.v2i1.74

Abstract

Di Indonesia, kasus penyalahgunaan dan peredaran narkoba di masyarakat merupakan masalah serius. Generasi muda dapat disasar oleh jaringan pengedar untuk menjadi korban berikutnya dalam kondisi apapun, tanpa kecuali. Aparat penegak hukum, khususnya polisi, memiliki kewenangan untuk melakukan penyamaran guna mengungkap kasus ini. Teknik ini memiliki efektivitas yang baik dalam mengidentifikasi jaringan pengedar narkoba. Ketika jaringan pengedar narkoba menggunakan taktik ranjau, cara ini menemui tantangan karena polisi (yang menyamar) tidak ketemu kurir secara langsung.