Purwanti, Unsa Elen
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Amanah sebagai Batas Tanggung Jawab Pemimpin: Analisis Penerapan Isi Hadis tentang Batasan Kewenangan Pemimpin Aji , Michelle Salma Khotom; Purwanti, Unsa Elen; Khamim, Khamim
Verfassung: Jurnal Hukum Tata Negara Vol 3 No 1 (2024)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat IAIN Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30762/vjhtn.v3i1.415

Abstract

Pemimpin merupakan unsur penting dalam suatu tatanan negara, sebab tanpa adanya seorang pemimpin, maka suatu negara tidak akan berjalan dengan baik. Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku dan batasan-batasan kewenangan. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan hadis yang berisi tentang batas-batas kewenangan seorang pemimpin dan peran apa saja yang dilakukan seorang pemimpin yang amanah. Artikel ini menggunakan metode kajian studi pustaka, yaitu dengan cara mengumpulkan referensi sebanyak-banyaknya berupa jurnal, buku, dan lain sebagainya. Hasilnya, di dalam hadis telah diatur mengenai batas-batas kewenangan seorang pemimpin, salah satunya, amanah. Seorang pemimpin yang amanah memegang peran yang sangat penting, karena berjalan atau tidaknya suatu negara itu tergantung pada, salah satunya, pemimpin.
Amanah sebagai Batas Tanggung Jawab Pemimpin: Analisis Penerapan Isi Hadis tentang Batasan Kewenangan Pemimpin Aji , Michelle Salma Khotom; Purwanti, Unsa Elen; Khamim, Khamim
Verfassung: Jurnal Hukum Tata Negara Vol 3 No 1 (2024)
Publisher : Program Studi Hukum Tata Negara (HTN), Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30762/vjhtn.v3i1.415

Abstract

Pemimpin merupakan unsur penting dalam suatu tatanan negara, sebab tanpa adanya seorang pemimpin, maka suatu negara tidak akan berjalan dengan baik. Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku dan batasan-batasan kewenangan. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan hadis yang berisi tentang batas-batas kewenangan seorang pemimpin dan peran apa saja yang dilakukan seorang pemimpin yang amanah. Artikel ini menggunakan metode kajian studi pustaka, yaitu dengan cara mengumpulkan referensi sebanyak-banyaknya berupa jurnal, buku, dan lain sebagainya. Hasilnya, di dalam hadis telah diatur mengenai batas-batas kewenangan seorang pemimpin, salah satunya, amanah. Seorang pemimpin yang amanah memegang peran yang sangat penting, karena berjalan atau tidaknya suatu negara itu tergantung pada, salah satunya, pemimpin.
Pemidanaan terhadap Perbedaan Pemahaman: Analisis Hak Asasi Manusia atas Perkara Penodaan Agama di Indonesia Rizal, Moch. Choirul; Aji, Michelle Salma Khotom; Firmansyah, Muhamad Atji; Purwanti, Unsa Elen
Jurnal HAM Vol 16, No 2 (2025): August Edition
Publisher : Badan Strategi Kebijakan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/ham.2025.16.135-150

Abstract

The right to have different interpretations of mainstream religious teachings in Indonesia can lead to criminal penalties. In practice, judges often rely on expert testimony to gain confidence that “those who are different” have committed the crime of blasphemy. The research method employed in this article is the Human Rights (HAM) research method, which emphasizes the study of court decisions related to criminal acts of blasphemy in Indonesia, particularly regarding the spread of beliefs that differ from the mainstream as blasphemy. The court decisions are analyzed using a human rights approach, especially the right to freedom of religion or belief (FoRB). As a result, 3 (three) of the 11 (eleven) court decisions reviewed still ignore the principle of impartiality in testing differences in interpretations of mainstream religious teachings. Judges do not open up space for dialogue to explore expert testimony from the defendant's perspective. This criminal justice practice, in turn, will undermine FoRB as a meaningful concept. In the future, differences in interpretation of mainstream religious teachings will not be a matter of criminalization, but rather of dialogue. Even if criminalization is necessary, what is prohibited is the crime of broadcasting religious hatred, the judicial process for which is carried out independently and impartially.