Perubahan preferensi wisatawan menuju pengalaman yang lebih personal dan autentik telah mendorong pengembangan desa wisata berbasis komunitas di Indonesia. Desa Wisata Tinalah di Kulon Progo, Yogyakarta, menjadi contoh destinasi yang memadukan keindahan alam dan budaya lokal. Namun, pengelola pondok wisata di desa ini menghadapi tantangan dalam keterampilan tata graha, khususnya merapikan tempat tidur dan seni melipat handuk, yang penting untuk meningkatkan kualitas layanan dan kepuasan tamu. Program pengabdian kepada masyarakat ini dirancang untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pengelola pondok wisata melalui pelatihan berbasis ceramah, demonstrasi, dan praktik langsung. Hasil pretest dan posttest menunjukkan peningkatan signifikan dalam pemahaman peserta, dengan rata-rata kenaikan di atas 20% pada berbagai aspek teknis. Peningkatan terbesar terlihat pada penggunaan handuk dalam seni melipat, mencerminkan efektivitas pendekatan berbasis pengalaman. Program ini tidak hanya meningkatkan keterampilan pengelola pondok wisata, tetapi juga mendukung keberlanjutan pariwisata berbasis komunitas. Akademisi disarankan untuk mereplikasi program ini di desa lain, sementara pemerintah diharapkan memberikan dukungan melalui pelatihan serupa guna memperkuat daya saing destinasi wisata lokal. Keberhasilan ini membuktikan pentingnya pemberdayaan masyarakat dalam mendukung pengembangan pariwisata berkelanjutan.