Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Kompleksitas Pelaksanaan Wasiat Wajibah di Pengadilan Agama Mataram Fatahullah; Mansyur, Supardan; Haeratun; M. Alfian Fallahiyan
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 4 No. 2 (2023): Jurnal Risalah Kenotariatan
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/risalahkenotariatan.v4i2.138

Abstract

Wasiat wajibah merupakan sub bagian dari hukum kewarisan Islam. Dalam mengimplementasikan wasiat wajibah peran hakim sangat dominan agar wasiat wajibah dapat mengakomodir kepentingan kerabat yang terhalang untuk menjadi ahli waris tetapi tetap dapat memperoleh bagian atas harta yang ditinggalkan oleh pewaris, misalnya kepada anak dan istri yang berbeda agama. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif empiris yang menggunakan pendekatan perudang-undangan, pendekatan sosiologis dan pendekatan konsep dengan menggunakan data primer dan sekunder. Perluasan makna wasiat wasiat wajibah terkesan bertentangan dengan hukum kewarisan Islam. Akan tetapi Hakim Pengadilan Agama Mataram dalam memutuskan perkara pada umumnya dan wasiat wajibah paad khususnya mempertimbangkan beberapa hal: pertama, pertimbangan kemanusiaan; kedua, pertimbangan kemaslahatan; ketiga, adanya hubungan darah yang sama; dan keempat para pihak telah terikat dalam satu hubungan yang lama. Sebagai lembaga peradilan, Pengadilan Agama Mataram dalam penganganan perkara kewarisan lebih menekankan proses kekeluarga dengan jalan perdamaian, karena perdamaian adalah hukum tertinggi bagi para pihak. Apalagi dalam perkara warisan ini para pihak adalah orang-orang yang memiliki hubungan darah dan/atau perkawinan sebelumnya.
Pelaksanaan Kewarisan Anak Angkat Di Desa Sesela Lombok Barat Fatahullah; Mansyur, Supardan; Salat, Musakir; Haeratun; M. Alfian Fallahiyan
Jurnal Kompilasi Hukum Vol. 8 No. 2 (2023): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v8i2.143

Abstract

Anak angkat merupakan anak yang dimasukkan dalam struktur keluarga dan menjadi bagian yang sama dan memiliki hak dan kewajiban yang seimbang dalam suatu keluarga. System hukum anak angkat di Indonesia sangat dipengaruhi oleh hukum adat dan hukum agama yang dianut oleh Masyarakat. Hak kewarisan anak angkatpun di pengaruhi oleh system hukum tersebut. Pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, walaupun tidak mengatur secara khusus tentang status dan kedudukan anak angkat, akan tetapi anak angkat dapat memperoleh warisan melalui wasiat. Sehingga potensi anak angkat untuk mendapatkan warisan yang sama dengan ahli waris yang lain dalam struktur keluarga. Berbeda halnya dengan hukum agama (Islam) yang membolehkan adopsi dengan syarat tidak manjadikannya sebagai atau sama dengan anak kandung. Sehingga anak angkat dalam hukum kewarisan Islam tidak dapat menjadi ahli waris, akan tetapi masih dapat memperoleh harta peninggalan melalui hibah, wasiat ataupun wasiat wajibah. Sedangkan dalam hukum adat, kedudukan dan hak waris anak angkat sangat tergantung pada hukum adat yang berlaku pada Masyarakat setempat. Pada Masyarakat adat di Desa Sesela Lombok Barat anak angkat disebut dengan anak “akon” yang kedudukannya sama dengan anak kandung, sehingga memiliki hak keperdataan yang sama kecuali dari harta “doe tengaq”. Pembagian warisan pada Masyarakat Desa Sesela juga dipengaruhi oleh hukum Islam sehingga ada ungkapan untuk bagian laki-laki dengan “sepelembah” dan bagian Perempuan dengan “sepersonan”.
Analisis Keabsahan Pencatatan Perkawinan Beda Agama Melalui Penetapan Pengadilan Fatahullah; Haeratun; Jamaludin
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 5 No. 2 (2024): Jurnal Risalah Kenotariatan
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/risalahkenotariatan.v5i2.263

Abstract

Perkawinan beda agama adalah salah satu isu krusial dan sensitif bagi Masyarakat yang majemuk seperti di Indonesia. Hal ini disebabkan karena setiap agama memiliki dasar hukum masing-masing dalam menilai suatu perkawinan. Secara yuridis formal keabsahan dan pencatatan perkawinan telah diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan. Akan tetapi masalahnya adalah bagaimana apabila terjadi perkawinan antar umat yang berbeda agama sedangkan perkawinan tersebut dilarang oleh agamanya; dan bagaimana melakukan pencatatan dalam registrasi negara terhadap perkawinan yang dilarang oleh agama tersebut. Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan hukum perundang-undangan dan konseptual. Datanya menggunakan data sekunder yang berasal dari kajian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara normatif yuridis keabsahan perkawinan ditentukan oleh hukum dari agama masing-masing mempelai. Sehingga perkawinan beda agama hukumnya dapat berbeda-beda. Pencatatan perkawinan bukanlah penentu keabsahan perkawinan, akan tetapi ketiadaan pencatatan akan menentukan posisi hukum para pihak dikemudian hari. Perkawinan beda agama yang statusnya keabsahannya masih dipertanyakan membutuhkan pencatatan melalui registrasi oleh negara. Pencatatan perkawinan tidak dapat dilakukan oleh negara apabila masalah keabsahan belum selesai. Oleh karena ada kebuntuan pada hukum agama, maka melalui Pasal 35 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 membolehkan pencatatan perkawinan atas dasar penetapan yang dikeluarkan oleh pengadilan. Akan tetapi Pasal 35 tersebut menjadi tumpang tindih (overlapping) dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan. Sehingga seharusnya hakim pengadilan dapat membedakan hukum dari agama yang membolehkan dan yang melarang perkawinan beda agama. Sehingga bagi hukum agama yang melarang, maka hakim harus berani menolak permohonan penetapan pencatatan perkawinan tersebut.
BAITUL MAL AS A SOLUTION OF DISPUTES OVER INHERITANCES OF HEIRS WITHOUT HEIR Haeratun; Gumbira, Seno Wibowo; Apriandhini, Megafury
Moestopo International Review on Social, Humanities, and Sciences Vol. 5 No. 1 (2025)
Publisher : Universitas prof. Dr. Moestopo (Beragama)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32509/mirshus.v5i1.114

Abstract

This article aims to explore the process of economic development through Baitul Mal as a solution for resolving property disputes inherited from deceased individuals who have no heirs in Indonesia. The methodology of this article employs doctrinal or normative legal research, utilizing statutory, conceptual, and comparative approaches. The discussion results indicate that Baitul Mal can serve as a solution in inheritance cases where the deceased does not leave behind any heirs, as well as the allocation of the Baitul Mal portion, which needs to be supported by additional rules. These rules will function as a legal umbrella and a basis for implementation at the national level. Furthermore, positive regulations must always incorporate relevant legal provisions, considering the importance of the principle of legality in decision-making. In conclusion, with a clear legal framework in place, Baitul Mal can significantly contribute to the economic development of the community and the effective management of inherited property.
Legal Consequences and Notary Responsibilities for the Hawalah Contract Deed that Does Not Meet the Provisions of Sharia Law (Study of Decision Number 1922/pdt.g./2020/pa.btm) Haeratun
Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum Vol. 24 No. 1 (2025): Pena Justisia
Publisher : Faculty of Law, Universitas Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31941/pj.v24i1.6126

Abstract

One of the important issues in marriage law in Indonesia that seems to be endlessly discussed is the registration of marriages and divorces in The Religious Courts. This issue is still being hotly discussed not only by Islamic law experts (ulama) but also among ordinary people. The purpose of this study is first, to explain that when a woman has a husband and divorces isn’t in the Court (her marital status is recorded), when she remarries (underhands marriage) with another man and then files for marriage confirmation (itsbat nikah); second, to analyze related to a woman who divorces not in the Court with her ex-husband (underhands marriage), then she remarries (underhands marriage) with another man and then files for marriage confirmation (itsbat nikah). The research method includes, the type of doctrinal legal research. The results of this study are that the Religious Court has the authority to annul a marriage if the marriage is considered invalid (no legal force), or if a marriage is considered not to meet the requirements of a marriage that has been determined, or if the marriage that has been carried out is known to have a legal defect as a result of a lie and mistake or because of coercion. Meanwhile, the data collection technique in this study was carried out using several stages, starting with the collection of secondary data in the form of primary legal materials and secondary legal materials related to marriage registration and the problems of polyandrous marriage confirmation and its legal consequences for the children.
Considerations of Religious Court Judges in Determining Iddah and Mut'ah Post-Divorce Support Haeratun
International Journal of Law Analytics Vol. 2 No. 1 (2024): February 2024
Publisher : MultiTech Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59890/ijla.v2i1.1395

Abstract

The main problem of this research is the view of Islamic law regarding the payment of iddah and mut'ah maintenance for wives who are divorced by their husbands and how religious court judges consider in determining the iddah and mut'ah maintenance of wives after divorce. This research is a type of empirical or non-doctrinal legal research. The results of this research show that Islamic law relating to iddah and mut'ah livelihoods has its legal basis in article 149 letters and b and article 151 KHI. Giving mut'ah is the implementation of Allah SWT's command. To husbands to always associate their wives with the principle of imsakum bil ma'ruf aw tasrihum bi ihhsan (maintaining the marriage bond with kindness or letting go with kindness). The judge determines the amount of iddah and mut'ah support by considering justice and propriety and adapting it to the economic capacity of the ex-husband and the basic needs of the ex-wife and children.
Law Enforcement of Civil Servants Who Violate Marriage/Divorce Permissions Hariati, Sri; Haeratun
International Journal of Law Analytics Vol. 2 No. 1 (2024): February 2024
Publisher : MultiTech Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59890/ijla.v2i1.1492

Abstract

Regarding sanctions for civil servants who divorce without obtaining prior permission, they are applied in terms of law enforcement for civil servants who prohibit divorce permits in Article 15 of Government Regulation Number 45 of 1990 concerning Amendments to Government Regulation Number 10 of 1983 concerning Marriage and Divorce Permits for Civil Servants apparently still very weak, this is proven by two government employees who violated disciplinary regulations because they entered into a second marriage without permission from their superiors, only one person has been sentenced to discipline, and there are two female civil servants who served as first and second wives. Those who divorce without permission from officials have not been given any sanctions by the authorized officials.
Analisis Terhadap Pemidanaan Perkawinan Poligami Siri Di Indonesia Fatahullah, Fatahullah; Haeratun; Jamaludin
JATISWARA Vol. 40 No. 3 (2025): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Salah satu yang menjadi atensi dalam hukum perkawinan adalah kebolehan laki-laki untuk beristri lebih dari satu. Penelitian ini bertujuan menjelaskan kedudukan perkawinan poligami tidak tercatat dalam perspektif hukum perkawinan dan hukum pidana di Indonesia; dan menganalisis pemidanaan terhadap pelaku perkawinan poligami tidak tercatat di Indonesia.  Jenis penelitian normatif yang melihat hukum sebagai bangunan norma yang mengatur kehidupan masyarakat, sehingga pendekatannya adalah perundang-undangan, konseptual dan analitis. Data yang digunakan adalah data kepustakaan yang bersumber dari berbagai literatur yang relevan dengan topik penelitian. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaruh hukum agama, khususnya agama Islam sangat terlihat dalam formulasi pengaturan model perkawinan khususnya tentang pengesahan, pencatatan dan poligami pada Undang-Undang Perkawinan. Masalah poligami menjadi kompleks disebabkan karena tidak ada kesatuan norma hukum dalam memandang pengesahan dan pencatatan perkawinan. Sehingga masalah poligami tidak tercatat merupakan masalah abu-abu yang pada akhirnya penegakan hukum pidananya sangat tergantung pada tafsiran yang dilakukan oleh hakim, seperti pada Putusan Nomor 56/Pid.B/2014/PN.Slk; Putusan Nomor 729/Pid.B/2014/PN.TNG; dan Putusan Nomor 937 K/Pid/2013.