Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

The Effect of Using Black Tea as an Alternative Diuretic on Multislice Computed Tomography (MSCT) Urography Examination widyasari, dina; Choridah, Lina; Ardiyanto, Jeffry
JHeS (Journal of Health Studies) Vol. 7 No. 2 (2023): September
Publisher : Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31101/jhes.3252

Abstract

The MSCT urography examination requires patient preparation, such as fasting and drinking water.In addition,some hospitals use water,furosemide to accelerate the increase in urine volume.However,Furosemide is a chemical diuretic that is feared to increase the workload of the kidneys. So a natural alternative is needed, namely black tea.This study aims to determine the effect of black tea as an alternative diuretic on the urography MSCT examination. This is quasi-experimental research conducted at RSUD by Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen,Central Java. Respondents in this study consisted of 18 outpatients with an MSCT urography examination. These respondents were divided into three groups, namely the group of mineral water, furosemide,and black tea, and three radiology doctors. The scanning process uses MSCT 128 Slice and then tracks MSCT urography with the Curved Multiplanar Reconstruction (MPR) application.Data obtained from observations,questionnaires,and interviews with radiologists was then processed and analyzed using quantitative methods.Normal distributed data was analyzed using the ANOVA test. The results showed a significant difference from the assessment of kidney HU,liver HU, and ureteral dilatation in the mineral water, furosemide, and black tea test groups with sig values.<0.05.Black tea increases Hounsfield Unit (HU) values in the kidneys,lungs,liver,and ureteral dilation, as a tracking picture shown in the Curved Multiplanar Reconstruction(MPR) application. This confirms that black tea can be used as a natural diuretic alternative for some reasons:effective, fast, easy, and inexpensive.It makes it easier to track kidney stones.The operation of curved multiplanar reconstruction(MPR) applications during reconstruction can display more optimal image results to support more accurate diagnostic information.
ANALISIS PERBANDINGAN KUALITAS CITRA RADIOGRAFI ABDOMEN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI VIRTUAL GRID DAN PHYSICAL GRID Mustafa, Muh Rifki; Liscyaningsih, Ike Ade Nur; Widyasari, Dina
Jurnal Kesehatan Tambusai Vol. 6 No. 1 (2025): MARET 2025
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jkt.v6i1.42395

Abstract

Pemeriksaan radiografi abdomen digunakan sebagai penunjang untuk menegakkan diagnosis. Abdomen adalah objek tebal pada tubuh manusia, sehingga grid sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas citra. Namun, rumah sakit saat ini masih menerapkan physical grid yang memiliki kelemahan seperti penurunan jumlah foton sinar-X sehingga menyebabkan noise. Penelitian dilakukan untuk mengetahui perbandingan kualitas citra abdomen menggunakan physical grid dan virtual grid yang dilakukan di Laboratorium Radiologi Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta pada September 2024 sampai Januari 2025. Subjek penelitian adalah phantom abdomen dengan ukuran dewasa, objeknya adalah hasil radiografi abdomen. Setelah data diperoleh, selanjutnya dilakukan analisis data menggunakan aplikasi SPSS untuk dilakukan pengujian sehingga dapat ditarik kesimpulan. Hasil perhitungan nilai SNR pada citra radiografi abdomen dengan menggunakan physical grid dan Virtual Grid pada dua sampel dari masing-masing ROI dapat diketahui bahwa nilai SNR tertinggi adalah virtual grid sebesar 149,76 dan nilai pada physical grid 60,26. Sedangkan nilai CNR tertinggi terdapat pada penggunaan virtual grid sebesar 56,62 dan nilai pada physical grid 25,35. Selanjutnya dilakukan uji Paired Sample T Test, didapatkan nilai signifikansi atau p-value SNR 0,01 dan CNR 0,03, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kualitas citra SNR dan CNR pada hasil citra abdomen dengan menggunakan jenis grid yang berbeda. Oleh karena itu, virtual grid lebih nyaman dan praktis karena tidak perlu mengatur posisi grid secara manual, serta memberikan peningkatan kualitas citra berupa kontras dan dapat mengurangi radiasi hambur sehingga memudahkan proses kerja dalam pemeriksaan.
PENGGUNAAN PROYEKSI RIGHT LATERAL DECUBITUS (RLD) PADA PEMERIKSAAN THORAX PEDIATRIK DENGAN KASUS DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF) Fifia Meilani, Aura; Widyasari, Dina; Mufida, Widya
Jurnal Kesehatan Tambusai Vol. 6 No. 2 (2025): JUNI 2025
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jkt.v6i2.45088

Abstract

Teknik pemeriksaan Thorax Pediatrik pada Kasus Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) di Instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo Barat hanya menggunakan satu proyeksi saja yaitu proyeksi RLD (Right Lateral Decubitus). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan proyeksi RLD pada pemeriksaan Thorax Pediatrik dengan Kasus Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dan untuk mengetahui peran proyeksi RLD pada kasus Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) di Instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo Barat. Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang dilakukan di Instalasi Radiologi RSUD Sidoarjo Barat dilakukan pada bulan September 2024 - Maret 2025. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi, dokumentasi, dan wawancara. Dilakukan dengan 3 radiografer, 1 dokter spesialis radiologi, dan 1 dokter pengirim. Analisis data dilakukan dengan reduksi data, transkrip wawancara,penyajian data, kemudian ditarik kesimpulan. Hasil penelitian di RSUD Sidoarjo Barat menunjukan bahwa teknik pemeriksaan Thorax Pediatrik pada Kasus Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menggunakan satu proyeksi saja yaitu proyeksi RLD. Ada beberapa alasan hanya dilakukan proyeksi RLD saja yaitu pertama karena melakukan sesuai permintaan dari DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan atau dokter pengirim, kedua melihat kondisi pasien nya kooperatif atau tidak kooperatif, ketiga karena efisiensi biaya, dan keempat supaya tidak terlalu lama foto 2 kali. Tujuan dari penggunaan proyeksi RLD yaitu untuk mendeteksi adanya efusi pleura atau menilai adanya kebocoran plasma yang biasanya didapatkan pada penyakit DHF dengan kasus syok hemoragik. Penggunaan satu proyeksi RLD (Right Lateral Decubitus) sudah cukup untuk memberikan informasi dan menggambarkan kelainan diagnosa yang dibutuhkan maka tidak perlu melakukan proyeksi yang lain seperti proyeksi AP (Antero Posterior).
ANALISIS PENGULANGAN FOTO (REPEAT) DI INSTALASI RADIOLOGI RS PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR Athani, Vera Noufalia; Widyasari, Dina; Yusnida, Arnefia Mei
KNOWLEDGE: Jurnal Inovasi Hasil Penelitian dan Pengembangan Vol. 5 No. 3 (2025)
Publisher : Pusat Pengembangan Pendidikan dan Penelitian Indonesia (P4I)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51878/knowledge.v5i3.6956

Abstract

This research was motivated by the fact that a repeat analysis of radiographs had never been conducted in the Radiology Department of PKU Muhammadiyah Karanganyar Hospital, even though national standards, according to Minister of Health Regulation No. 129 of 2008, stipulate a repeat tolerance limit of below 2%. This lack of analysis has left the factors causing repeats unidentified, making it difficult to minimize them. Therefore, this study focused on measuring the repeat rate and identifying the primary causal factors. This study used a descriptive quantitative method and was conducted over three months. Data collection was conducted through observation, documentation, and interviews with radiographers, which were then analyzed as percentages. The results showed that the repeat rates for three consecutive months were 1.35%, 1.30%, and 1.43%, respectively. This finding demonstrates that the repeat rate at the hospital remains below the established threshold. The highest contributing factor to repeats was patient positioning errors (39.71%), followed by clipped objects (23.53%). It was concluded that although the repeat rate met the standard, ongoing evaluation focusing on patient positioning techniques is needed to further reduce the repeat rate. ABSTRAKPenelitian ini dilatarbelakangi oleh belum pernah dilakukannya analisis pengulangan foto radiografi (repeat analysis) di Instalasi Radiologi RS PKU Muhammadiyah Karanganyar, padahal standar nasional menurut Permenkes No. 129 Tahun 2008 menetapkan batas toleransi pengulangan di bawah 2%. Ketiadaan analisis ini menyebabkan faktor penyebab pengulangan tidak teridentifikasi sehingga sulit untuk diminimalisir. Oleh karena itu, penelitian ini berfokus untuk mengukur besaran angka pengulangan foto dan mengidentifikasi faktor-faktor penyebab utamanya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif yang dilaksanakan selama tiga bulan. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, dokumentasi, dan wawancara dengan radiografer, yang kemudian dianalisis secara persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka pengulangan foto selama tiga bulan berturut-turut adalah 1,35%, 1,30%, dan 1,43%. Temuan ini membuktikan bahwa tingkat pengulangan radiografi di rumah sakit tersebut masih berada di bawah ambang batas yang ditetapkan. Faktor penyebab pengulangan tertinggi adalah kesalahan dalam memposisikan pasien (39,71%), diikuti oleh objek terpotong (23,53%). Disimpulkan bahwa meskipun angka pengulangan sudah memenuhi standar, perlu adanya evaluasi berkelanjutan yang berfokus pada teknik pemosisian pasien untuk lebih menekan angka pengulangan.
PROSEDUR PEMERIKSAAN CT SCAN KEPALA DENGAN KLINIS STROKE HEMORRHAGIC DI RS PKU MUHAMADIYAH YOGYAKARTA Helmida, Sri Liana; Dewi, Sofie Nornalita; Widyasari, Dina
CENDEKIA: Jurnal Ilmu Pengetahuan Vol. 5 No. 4 (2025)
Publisher : Pusat Pengembangan Pendidikan dan Penelitian Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51878/cendekia.v5i4.7153

Abstract

This study was motivated by variations in head CT scan protocols for hemorrhagic stroke cases. While general practice uses a 5-8 mm slice thickness, PKU Muhammadiyah Hospital Yogyakarta employs a 2 mm slice thickness, accompanied by hemorrhage volume calculations. This discrepancy between general practice and the specific protocol necessitates an in-depth analysis. Therefore, this study focuses on describing the examination procedure, analyzing the rationale for using a 2 mm slice thickness, and understanding the role of hemorrhage volume calculations. This study employed a qualitative method with a case study approach involving three radiographers, one radiologist, and one patient. Data collection was conducted through observation, interviews, and documentation. The results showed that the procedures implemented were in accordance with theoretical standards. Key findings revealed that the use of a 2 mm slice thickness aims to produce higher image detail, allowing for clearer visibility of intracerebral hemorrhage. Furthermore, automatic hemorrhage volume calculations play a crucial role in determining neurosurgical procedures. It was concluded that this specific protocol is effective for diagnosis and treatment planning, but additional fixation and radiation protection of the ocular lens are recommended to optimize patient safety. ABSTRAKPenelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya variasi protokol dalam pemeriksaan CT Scan kepala untuk kasus strok hemoragik, di mana praktik umum menggunakan slice thickness 5-8 mm, sedangkan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta diterapkan slice thickness 2 mm disertai perhitungan volume perdarahan. Kesenjangan antara praktik umum dengan protokol spesifik ini mendorong perlunya analisis mendalam. Oleh karena itu, penelitian ini berfokus untuk mendeskripsikan prosedur pemeriksaan, menganalisis alasan penggunaan slice thickness 2 mm, dan mengetahui peran perhitungan volume perdarahan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang melibatkan tiga radiografer, satu dokter spesialis radiologi, dan satu pasien. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur yang diterapkan telah sesuai dengan standar teori. Temuan utama mengungkap bahwa penggunaan slice thickness 2 mm bertujuan untuk menghasilkan detail citra yang lebih tinggi sehingga perdarahan intraserebral dapat terlihat lebih jelas. Selain itu, perhitungan volume perdarahan secara otomatis berperan krusial dalam menentukan tindakan bedah saraf. Disimpulkan bahwa protokol spesifik ini efektif untuk diagnosis dan perencanaan terapi, namun direkomendasikan penambahan fiksasi dan proteksi radiasi pada lensa mata untuk mengoptimalkan keamanan pasien.