Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

The Influence of Hydrogeological Conditions on Salt Quality Standards In Ambal District, Kebumen Regency, Central Java Radityo, Daniel; Pratomo, Septyo Uji
Jambura Geoscience Review Vol 6, No 1 (2024): Jambura Geoscience Review (JGEOSREV)
Publisher : Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37905/jgeosrev.v6i1.22943

Abstract

Salt (NaCl), also known as halite, has a vital role as an essential ingredient in human life and industry. Kebumen Regency in Central Java, especially along the south coast in Ambal District, is one of the area in Indonesia that produces salt, originating from elongated dome-shaped salt ponds, which are the primary source of salt production in the region. Salt quality standards are regulated by SNI 3556:2016, which provides limits for metal contamination such as cadmium (Cd) 0.5 mg/kg, lead (Pb) 10 mg/kg, mercury (Hg) 0.1 mg/kg, and arsenic (As) 0.1 mg/kg. The conditions of seawater and groundwater used in the salt production process have a significant impact on the quality of the salt produced, which can be determined from hydrogeological studies. The results of measuring residents' wells at 43 points show that the depth of the groundwater level ranges from 4.4 to 14.75 meter below sea level. The results of salt analysis from 2 different salt ponds showed Cd levels ranging between 0.0949—0.1001 mg/kg, Pb between 0.5163—0,755 mg/kg, Hg between 0.01198—0.06203 mg/kg, and negative As levels; with water content ranging from 14.43-14.92% w/w and NaCl content between 72.3-85.8%. The analysis of well water and seawater from 3 samples showed Cd 0.0009 mg/kg, Pb 0.0011-0.0098 mg/kg, Hg 0.0001 mg/kg, and As 0.001 mg/kg. The results of groundwater level mapping show that hydrogeological conditions influence the quality standards for salt on the southern coast of Kebumen, especially by the significant grain size factor that carries groundwater and the elements dissolved in it. Meanwhile, salt produced from 2 salt ponds in Ambal District did not meets quality standards based on SNI 3556:2016.
Slope Stability Analysis Throughout Road Around Bukit Barisan Selatan National Park (BBSNP) using Fellenius Method Radityo, Daniel; Bilal Al Farishi; Rezky Naufan Hendrawan; Alviyanda; Imam Ahmad Sadisun
Journal of Geoscience, Engineering, Environment, and Technology Vol. 9 No. 3 (2024): JGEET Vol 09 No 03 : September (2024)
Publisher : UIR PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25299/jgeet.2024.9.3.14902

Abstract

Bukit Barisan Selatan National Park (BBSNP) is a nature conservation area in Indonesia. The slope stability of the interprovincial roads in BBSNP needs to be assessed for slope stability. This study assesses slope stability using the Fellenius method for the factor of safety calculation. The data utilized consists of geological and structure regional conditions, soil descriptions, soil physical and mechanical properties, water content, liquid limit, plastic limit, plasticity index, specific gravity, soil strength, slope dimensions, and slope weight. The sampling process is conducted un-disturb, followed by laboratory testing. The laboratory tests conducted include soil elasticity and plasticity, soil cohesion, and internal friction angle. The critical slopes at LT-L01 and LT-L23 are compromised due to the low cohesion values, making both slopes susceptible to landslides. The stable slope at LT-R04, LT-L15, LT-L19, and LT-R30 exhibit variability properties across the slopes. The lithology for slope LT-R04 consists of inorganic clay with high plasticity, slopes LT-L15 and LT-R30 have same lithology of silty clay with medium plasticity, while slope LT-L19 has lithology of silty clay with low plasticity. The safety factor values indicate stability due to moderate - high cohesion, contributing to slope stability. Material compaction is required to enhance cohesion values on the slopes. Additionally, need to mitigate water saturation conditions in the slope materials.
Pemetaan Kerawanan Fisik Longsor Kecamatan Petungkriyono Dengan Metode Pembobotan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 Arrisaldi, Thema; Radityo, Daniel; Atmojo, Hasan Tri; Ekasara, Adam Raka
Jurnal Ilmiah Geomatika Vol 2, No 2 (2022): Oktober Jurnal Ilmiah Geomatika
Publisher : Program Studi Teknik Geomatika Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (705.997 KB) | DOI: 10.31315/imagi.v2i2.9415

Abstract

Kecamatan Petungkriyono merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Pekalongan yang memiliki kondisi morfologi berupa pegunungan dan lembah. Hal ini membuat Petungkriyono sering terjadi bencana longsor yang merugikan masyarakat, oleh karena itu pemetaan kerawanan longsor perlu dilakukan pada daerah ini. Metode Pembobotan menggunakan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 mengenai penataan kawasan rawan bencana longsor. Dalam pemetaan kerawanan fisik ini terdiri dari 7 parameter, yaitu : kelerengan (30%), kondisi geologi (20%), kondisi tataguna lahan(10%), densitas aliran air (7%), tebal tanah(15%), kondisi curah hujan (15%), dan kondisi kegempaan (3%). Metode pemetaan yang dilakukan yaitu dengan pemetaan langsung kemudian dilakukan pengolahan data untuk setiap parameter dan analisis overlay menggunakan sistem informasi geografis (SIG). Hasil pengamatan yang dilakukan kondisi kelerngan daerah ini memiliki kelerengan rendah hingga kelerengan tinggi. Kondisi geologi daerah ini dibagi menjadi 4 satuan batuan, yaitu : endapan bongkah andsesit basaltic, satuan vulkanik III (lava dan breksi vulkanik), satuan vulkanik II (lava dan breksi vulkanik), dan satuan vulkanik I (lava dan breksi vulkanik). Kondisi tataguna lahan area ini didominasi oleh hutan dan perkebunan. Kondisi ketebalan tanah menunjukan daerah ini didominasi dengan tabal tanah yang > 1 meter dengan kondisi tidak gembur. Densitas aliran air didominasi oleh densitas aliran air sedang hingga tinggi. Kondisi curah hujan daerah Petungkriyono memiliki curah hujan yang tinnggi (>2000mm/tahun), sedangkan kondisi kegempaan pada daerah ini terletak pada area dengan kegempaan rendah. Setelah mendapatkan kondisi parameter dilakukan pembobotan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 dengan menggunakan SIG hasilnya berupa peta kerawanan fisik longsor. Kondisi kerawanan fisik longsor daerah Petungkriyono terdapat 3 kerawanan fisik yaitu : kerawanan fisik rendah memiliki luasan 0,0228 km2, kerawanan fisik sedang memiliki luasan 73,88 km2, dan kerawanan fisik tinggi memiliki luasan 10,27 km2
ANALISIS SPEKTRAL MINERAL, PORTABLE INFRARED MINERAL ANALYZER (PIMA), PADA SUMUR UJI PEMBORAN BWS-H01, DESA SUMBERBOTO, KECAMATAN WONOTIRTO, BLITAR, JAWA TIMUR Rachmawati, Dwi; Widodo, Wahyu; Radityo, Daniel
Jurnal Inovasi Pertambangan dan Lingkungan Vol 4, No 1 (2024): Jurnal Inovasi Pertambangan dan Lingkungan
Publisher : Syarif Hidayatullah State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/jipl.v4i1.40984

Abstract

Sumur Uji Pemboran BWS-H01 memiliki total of depth (TOD) 451 m dan Inklinasi 90o. Tujuan dari sumur uji ini untuk mengetahui penyebaran mineralisasi secara horizontal, setelah dilakukan pemetaan untuk mengetahui vertikal. Salah satu metode analisis spektral mineral adalah dengan menggunakan Portable Infrared Mineral Analyzer (PIMA) untuk mengetahui mineral-mineral halus yang tidak dapat dideskripsi oleh analisis petrografi. Analisis PIMA dilakukan pada 55 buah conto batuan dan 32 buah conto batuan. Analisis PIMA yang dilakukan saling melengkapi dengan analisis petrografi. Analisis PIMA memberikan hasil analisis mineral lempung pada 55 conto batuan yaitu mineral illite, monmorilonit, kuarsa, serisit, kalsit, palygorskit, phegit, dikit, nakrit, alunit, diaspor, dan epidote. Analisis petrografi dan PIMA menunjukan empat zona mineralisasi yaitu zona Serisit-Kalsit-Kuarsa (Zona Filik), zona Klorit-Kalsit-Epidot (Zona Propilitik), Zona Kaolinit-Dickite-Illite- Monmorilonit- Kuarsa (Zona Argilik), dan zona kuarsa skunder (Zona Silisifikasi). Berdasarkan mineralogi mineral ubahan, penyebaran secara vertikal menunjukan system mineralisasi epitermal sulfida rendah dengan sisa epitermal sulfida tinggi
Landslide Susceptibility Zonation Using Analytic Hierarchy Process Method in the Karangbolong Hills Area, Indonesia Susilowati, Susilowati; Radityo, Daniel; Aminulloh, Dzikru; Rahayu, Ririn Wuri
Journal of Earth and Marine Technology (JEMT) Vol 5, No 2 (2025)
Publisher : Lembaga Penelititan dan Pengabdian kepada Masyarakat - Institut Teknologi Adhi Tama Suraba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31284/j.jemt.2025.v5i2.7346

Abstract

The highest frequency of landslides in Kebumen Regency is observed in the Ayah Subdistrict and Buayan Subdistrict, which are in the southern part of the Karangbolong Hills. This area are the targets for the construction of the 14.03 km Ayah-Jladri Southern Cross Road (JJLS). Consequently, the objective of this study is to create a landslide susceptibility map utilizing the Analytic Hierarchy Process (AHP) methodology. Some causative factors are used to develop landslide susceptibility maps i.e. elevation, slope gradient, aspect and curvature, lithology and lineament density, distance from streams, land use and distance from roads. A total number of 128 landslide events are considered in the study. This method identified five susceptibility zones based on LSI value: very low (141.79-241.74), low (241.75-293.73), moderate (293.74-334.52), high (334.53-374.89), and very high (374.90-460.50). The landslide susceptibility map was validated, with an AUC value of 0.749, suggesting that the map provides good results.
Geologi Daerah Cipongkor Dan Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat Sofyan, Sony; Rachmawati, Dwi; Radityo, Daniel; Sahmura, Yemina
Jurnal Ilmiah Geologi PANGEA Vol. 11 No. 2 (2024): Jurnal Ilmiah Geologi Pangea
Publisher : PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UPN VETERAN YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/jigp.v11i2.13624

Abstract

Wilayah Sindangkerta dan Cipongkor, dua kecamatan di Kabupaten Bandung Barat yang kaya akan potensi alam, merupakan wilayah yang menarik untuk dipetakan, terletak pada koordinat 6°57'00" sampai dengan 7°00'00" Lintang Selatan dan 107°21'50" sampai dengan 107°24'25" Bujur Timur dengan luas wilayah kurang lebih ±5 km x 5 km. Letak geografisnya yang strategis, dengan perbukitan, sungai, dan lahan pertanian yang subur, menjadikan wilayah ini memiliki karakteristik unik yang perlu dipetakan secara detail. Melalui pemetaan, dapat diketahui potensi sumber daya alam, kawasan lindung, dan kendala yang dihadapi wilayah tersebut, seperti lereng yang terjal atau rawan erosi. Daerah penelitian termasuk dalam Mandala Sedimentasi Cekungan Bogor dan memiliki struktur dengan Pola Meratus dan Pola Sumatera. Satuan Geomorfologi daerah penelitian terbagi menjadi 3 satuan yaitu Dataran Aluvial, Perbukitan Lipatan dan Perbukitan Aliran Lava. Satuan Litologi terdiri dari 5 satuan dimulai dari Satuan Batugamping tertua termasuk dalam Formasi Cilanang berumur Miosen Awal yang diendapkan pada zona peralihan air laut dan daratan, Satuan Batupasir termasuk dalam Formasi Cilanang berumur Miosen Tengah yang diendapkan pada lingkungan laut, Satuan Breksi berumur Miosen Akhir, Satuan Andesit berumur Pliosen, dan Satuan Aluvium berumur Plistosen - Resen. Struktur Geologi yang berkembang pada daerah penelitian teridentifikasi berupa sesar naik dan antiklin. Hasil pengamatan peta DEM, diperoleh informasi bahwa daerah penelitian terdiri dari bentang alam perbukitan terlipat, lembah, dan dataran dengan elevasi antara 600 - 900 mdpl, arah kelurusan antara 0° - 350°, dan gradien lereng antara 0% - 40%.
ANALISIS SPEKTRAL MINERAL, PORTABLE INFRARED MINERAL ANALYZER (PIMA), PADA SUMUR UJI PEMBORAN BWS-H01, DESA SUMBERBOTO, KECAMATAN WONOTIRTO, BLITAR, JAWA TIMUR Rachmawati, Dwi; Widodo, Wahyu; Radityo, Daniel
Jurnal Inovasi Pertambangan dan Lingkungan Vol. 4 No. 1 (2024): Jurnal Inovasi Pertambangan dan Lingkungan
Publisher : Syarif Hidayatullah State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/jipl.v4i1.40984

Abstract

Sumur Uji Pemboran BWS-H01 memiliki total of depth (TOD) 451 m dan Inklinasi 90o. Tujuan dari sumur uji ini untuk mengetahui penyebaran mineralisasi secara horizontal, setelah dilakukan pemetaan untuk mengetahui vertikal. Salah satu metode analisis spektral mineral adalah dengan menggunakan Portable Infrared Mineral Analyzer (PIMA) untuk mengetahui mineral-mineral halus yang tidak dapat dideskripsi oleh analisis petrografi. Analisis PIMA dilakukan pada 55 buah conto batuan dan 32 buah conto batuan. Analisis PIMA yang dilakukan saling melengkapi dengan analisis petrografi. Analisis PIMA memberikan hasil analisis mineral lempung pada 55 conto batuan yaitu mineral illite, monmorilonit, kuarsa, serisit, kalsit, palygorskit, phegit, dikit, nakrit, alunit, diaspor, dan epidote. Analisis petrografi dan PIMA menunjukan empat zona mineralisasi yaitu zona Serisit-Kalsit-Kuarsa (Zona Filik), zona Klorit-Kalsit-Epidot (Zona Propilitik), Zona Kaolinit-Dickite-Illite- Monmorilonit- Kuarsa (Zona Argilik), dan zona kuarsa skunder (Zona Silisifikasi). Berdasarkan mineralogi mineral ubahan, penyebaran secara vertikal menunjukan system mineralisasi epitermal sulfida rendah dengan sisa epitermal sulfida tinggi
Pemetaan Kerawanan Fisik Longsor Kecamatan Petungkriyono Dengan Metode Pembobotan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 Arrisaldi, Thema; Radityo, Daniel; Atmojo, Hasan Tri; Ekasara, Adam Raka
Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 2 No. 2 (2022): Oktober Jurnal Ilmiah Geomatika
Publisher : Program Studi Teknik Geomatika Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/imagi.v2i2.9415

Abstract

Kecamatan Petungkriyono merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Pekalongan yang memiliki kondisi morfologi berupa pegunungan dan lembah. Hal ini membuat Petungkriyono sering terjadi bencana longsor yang merugikan masyarakat, oleh karena itu pemetaan kerawanan longsor perlu dilakukan pada daerah ini. Metode Pembobotan menggunakan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 mengenai penataan kawasan rawan bencana longsor. Dalam pemetaan kerawanan fisik ini terdiri dari 7 parameter, yaitu : kelerengan (30%), kondisi geologi (20%), kondisi tataguna lahan(10%), densitas aliran air (7%), tebal tanah(15%), kondisi curah hujan (15%), dan kondisi kegempaan (3%). Metode pemetaan yang dilakukan yaitu dengan pemetaan langsung kemudian dilakukan pengolahan data untuk setiap parameter dan analisis overlay menggunakan sistem informasi geografis (SIG). Hasil pengamatan yang dilakukan kondisi kelerngan daerah ini memiliki kelerengan rendah hingga kelerengan tinggi. Kondisi geologi daerah ini dibagi menjadi 4 satuan batuan, yaitu : endapan bongkah andsesit basaltic, satuan vulkanik III (lava dan breksi vulkanik), satuan vulkanik II (lava dan breksi vulkanik), dan satuan vulkanik I (lava dan breksi vulkanik). Kondisi tataguna lahan area ini didominasi oleh hutan dan perkebunan. Kondisi ketebalan tanah menunjukan daerah ini didominasi dengan tabal tanah yang > 1 meter dengan kondisi tidak gembur. Densitas aliran air didominasi oleh densitas aliran air sedang hingga tinggi. Kondisi curah hujan daerah Petungkriyono memiliki curah hujan yang tinnggi (>2000mm/tahun), sedangkan kondisi kegempaan pada daerah ini terletak pada area dengan kegempaan rendah. Setelah mendapatkan kondisi parameter dilakukan pembobotan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 dengan menggunakan SIG hasilnya berupa peta kerawanan fisik longsor. Kondisi kerawanan fisik longsor daerah Petungkriyono terdapat 3 kerawanan fisik yaitu : kerawanan fisik rendah memiliki luasan 0,0228 km2, kerawanan fisik sedang memiliki luasan 73,88 km2, dan kerawanan fisik tinggi memiliki luasan 10,27 km2