Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

DISEMINASI HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA SEBAGAI BAGIAN DARI HAK ASASI MANUSIA DI DESA MEKAR SARI KABUPATEN KUBU RAYA Erwin, Erwin; Bangun, Budi Hermawan; Kinanti, Fatma Muthia; Itasari, Endah Rantau; Thomas, Silvester; Arsensius, Arsensius
Teaching and Learning Journal of Mandalika (Teacher) e- ISSN 2721-9666 Vol. 5 No. 1 (2024)
Publisher : Institut Penelitian dan Pengembangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan deklarasi hukum yang mencakup segala kebutuhan manusia untuk hidup secara utuh. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) tetap menjadi dasar bagi banyak instrumen hak asasi manusia internasional. Upaya untuk memperluas pemahaman tentang hak asasi manusia perlu dilakukan secara terus-menerus di setiap wilayah geografis dan pada berbagai tingkatan masyarakat. Secara khusus, hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya harus diperhatikan sebagai bagian dari hak asasi manusia termasuk di Desa Mekar Sari Kabupaten Kubu Raya. Hasil diseminasi dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan, hak asasi manusia (HAM) adalah pernyataan hukum yang komprehensif dan menyeluruh. Semua hak asasi, baik sipil, budaya, ekonomi, sosial, maupun politik, diakui sebagai hak universal. Pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia, yang merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa, menempatkan manusia pada kedudukan tinggi sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, dengan kesadaran akan kodratnya sebagai individu dan makhluk sosial, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Upaya memperluas pemahaman tentang hak asasi manusia harus terus dilakukan di setiap wilayah geografis dan pada berbagai tingkatan masyarakat, khususnya mengenai hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Organ Trafficking Crime in Indonesia: How is it Implemented and Regulated According to International Law? Selviana, Nana; Kinanti, Fatma Muthia; Bangun, Budi Hermawan; Arsensius, Arsensius
Uti Possidetis: Journal of International Law Vol 5 No 2 (2024): Juni
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/up.v5i2.33237

Abstract

This research discusses the implementation of the United Nations Convention against Transnational Organized Crime regarding organ trafficking in Indonesia by adopting a normative juridical approach to analyse international legal instruments, particularly UNTOC, and Indonesia's national legal regulations following the ratification of UNTOC by Indonesia, including the Indonesian Criminal Code, the Human Trafficking Law, and the Health Law. This research observes primary, secondary, and tertiary data sources. The research findings indicate that UNTOC is applicable to eradicate human organ trafficking in Indonesia. However, its implementation in Indonesia still faces challenges, particularly in the scope of law enforcement and public awareness. This study emphasises the importance of human rights protection, careful clinical evaluation, and transparency in reporting data related to organ transplantation. Moreover, this study suggests to increase international cooperation, strengthen law enforcement, victim protection, and to enhance public awareness to combat the wrongful act of organ trafficking. Also, national regulations and public education must be strengthened to improve the efforts against transnational organized crime.
Sosialisasi Penguatan Kesadaran Hukum Tentang Kenakalan Remaja Di Sekolah Menengah Atas Thomas, Silvester; Itasari, Endah R.; Sagio, Ibrahim; Bangun, Budi H.; Elida, Sri Agustriani; Purwanti, Evi; Wulandari, Ria; Arsensius, Arsensius; Erwin, Erwin; Darajati, Muhammad Rafi; Kinanti, Fatma Muthia
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara Vol. 5 No. 4 (2024): Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) Edisi September - Desembe
Publisher : Lembaga Dongan Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55338/jpkmn.v5i4.4335

Abstract

Kenakalan remaja di Pontianak, yang mencakup pelanggaran aturan sekolah, kejahatan, penyalahgunaan narkoba, dan pergaulan bebas, mencerminkan fenomena sosial dan psikologis kompleks. Penyebabnya meliputi faktor internal seperti perubahan emosional dan sosial, serta faktor eksternal seperti pengaruh lingkungan dan tekanan teman sebaya. Pontianak, dengan ketimpangan sosial dan ekonomi, turut memengaruhi perilaku remaja. Penelitian menunjukkan pentingnya pemahaman psikologis dan sosial dalam mengatasi masalah ini. Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) di SMA 3 Pontianak bertujuan meningkatkan kesadaran tentang kenakalan remaja melalui pendekatan holistik, melibatkan siswa, guru, dan masyarakat. Kegiatan ini mencakup penyuluhan, workshop, dan peningkatan koordinasi antar stakeholder untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan mendukung perkembangan positif. Evaluasi dilakukan melalui wawancara dan antusiasme peserta, dengan harapan program ini dapat memberikan dampak jangka panjang dalam mencegah perilaku negatif dan meningkatkan kualitas pendidikan di Pontianak.
LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KLASTER (CLUSTER MUNITIONS) DALAM KONFLIK BERSENJATA RUSIA-UKRAINA Istigfar, Arif; Sagio, Ibrahim; Arsensius, Arsensius
Tanjungpura Legal Review Vol 2, No 2 (2024): Tanjungpura Legal Review
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlr.v2i2.74449

Abstract

AbstractThis article discusses the legality of Russia's use of cluster munitions in its armed conflict against Ukraine under humanitarian law. The case began when Russia started its invasion of Ukraine on February 24, 2022, to support pro-Russian separatists in Donbass. During the invasion, Russia used weapons called cluster munitions, which have been rejected by many countries worldwide. These weapons are considered dangerous because they cannot distinguish between combatants and civilians. Additionally, cluster munitions pose a long-term threat as they may fail to explode and become landmines, terrorizing all groups of people indiscriminately. Given the impact of cluster munitions, the legality of their use based on humanitarian law and whether their use constitutes a war crime are questionable. The results of this study prove that Russia's use of cluster munitions against Ukraine in the armed conflict that began in 2022 is illegal. The conclusion is based on the fact that the impact of cluster munitions is not in line with the regulations and protections established by the Hague Regulations and Additional Protocol I of 1977, which form part of the customary law of war on land. These rules must be adhered to by all countries involved in an armed conflict on land. Furthermore, it is also proven that Russia's use of cluster munitions constitutes a crime.AbstrakArtikel ini membahas tentang Legalitas Penggunaan Cluster Munitions Oleh Rusia Dalam Konflik Bersenjata Terhadap Ukraina Berdasarkan Hukum Humaniter. Perkara ini dimulai saat Rusia memulai invasinya ke Ukraina pada 24 Februari 2022 untuk membantu para separatis pro Rusia yang berada di wilayah Donbas. Dalam penginvasian yang berlangsung, Rusia menggunakan senjata yang telah ditolak penggunaannya oleh banyak negara di dunia, yaitu cluster munitions. Senjata ini merupakan senjata yang dianggap berbahaya karena tidak dapat membedakan sasarannya antara kombatan dan masyarakat sipil. Selain itu, cluster munitions dinilai dapat menjadi momok berbahaya dalam jangka panjang paska perang karena memiliki kemungkinan gagal meledak dan akan berakhir menjadi ranjau darat yang meneror bagi seluruh golongan masyarakat tanpa pandang bulu. Melihat dampak yang ditimbulkan oleh cluster munitions, maka dipertanyakan bagaimana legalitas dari penggunaan cluster munitions berdasarkan hukum humaniter dan apakah penggunaannya termasuk sebagai kejahatan perang. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan cluster munitions oleh Rusia terhadap Ukraina dalam konflik bersenjatanya yang dimulai tahun 2022 adalah illegal, hal ini didasarkan karena dampak yang ditimbulkan oleh cluster munitions tidaklah sejalan dengan hal-hal yang diatur dan dilindungi oleh Hague Regulation dan Protokol Tambahan I tahun 1977 sebagai hukum kebiasaan perang di darat. Aturan tersebut merupakan aturan yang harus ditaati oleh semua negara jika timbul suatu konflik bersenjata di darat. Selain itu dibuktikan pula bahwa penggunaan cluster munitions oleh Rusia masuk ke dalam kejahatan perang, hal ini dijawab berdasarkan Statute of the International Criminal Court pasal 8(b) yang mana dampak dari penggunaan cluster munitions telah sesuai sebagaimana tindakan-tindakan yang dianggap sebagai kejahatan perang dalam aturan tersebut.
PERLINDUNGAN BENDA BUDAYA DI PALESTINA PADA SAAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT THE HAGUE CONVENTION 1954 FOR THE PROTECTION OF CULTURAL PROPERTY IN THE EVENT OF ARMED CONFLICT Putri, Anandya Ramadhana; Arsensius, Arsensius
Tanjungpura Legal Review Vol 3, No 2 (2025): Tanjungpura Legal Review
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlr.v3i2.88657

Abstract

Abstract In the conflict between Palestine and Israel that continues to this day, Israel has attacked the occupied territories in Palestine and carried out deliberate cultural destruction of cultural buildings including archaeological sites, places of worship, and historical buildings in Palestine.The type of research used is normative research. This research will discuss the role of International Humanitarian Law and the legal instruments therein, for example the 1954 Hague Convention and its Additional Protocols in terms of dealing with what form of legal protection and accountability Israel takes for intentionally destroying cultural property in Palestine. The form of this research is prescriptive which is intended to obtain suggestions on what should be done to overcome certain problems. The 1954 Hague Convention and its Second Protocol of 1999 regulate the definition of general, special, and enhanced protection, and regulate 4 forms of respect for cultural property that must be adhered to by war participants because it is the responsibility of the state to respect the principles of IHL. Responsibility for the party committing the violation is regulated in accordance with national law. However, this is also a weakness in holding the party committing the violation accountable, because there is no uniformity regulated by all countries. Therefore, the 1954 Hague Convention should provide a special standard for countries in determining what form of accountability is for parties who intentionally damage cultural property, because the form of accountability of the parties regulated in the 1954 Hague Convention is still too general. Then, each country also needs to regulate its national laws regarding the protection of cultural property during armed conflict, which includes what form of accountability will be imposed on parties who violate them. Abstrak Pada konflik antara Palestina dan Israel yang terus terjadi hingga saat ini, Israel telah menyerang wilayah pendudukan di Palestina dan melakukan pengrusakan budaya yang dilakukan secara sengaja terhadap bangunan budaya termasuk situs arkeologi, tempat ibadah, dan bangunan bersejarah yang ada di Palestina. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian normatif. Penelitian ini akan membahas mengenai perаn Hukum Humaniter Internasional dan instrumen hukum di dalamnya, contohnya Konvensi Den Haag 1954 dan Protokol Tambahannya dаlаm hal menangani seperti apa bentuk pelindungan hukum dan pertanggungjawaban Israel yang melakukan pengrusakan benda budaya secara sengaja di Palestina. Bentuk dari penelitian ini adalah preskriptif yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tertentu. Dalam Konvensi Den Haag 1954 dan Protokol Keduanya tahun 1999 mengatur mengenai definisi pelindungan yang bersifat umum, bersifat khusus, dan pelindungan yang ditingkatkan, serta mengatur mengenai 4 bentuk penghormаtаn terhаdаp bendа budаyа yаng hаrus dipаtuhi oleh pesertа perаng karena merupakan tanggung jawab negara dalam menghormati prinsip prinsip HHI. Tanggung jawab terhadap pihak yang melakukan pelanggaran diatur sesuai dengan hukum nasional. Akan tetapi, hal ini juga menjadi kelemahan untuk meminta pertanggungjawaban pada pihak yang melakukan pelanggaran, karena tidak ada keseragaman yang di atur oleh seluruh negara. Oleh karena itu, sebaiknya Konvensi Den Haag 1954 memberikan standar khusus bagi negara dalam menentukan seperti apa bentuk pertanggungjawaban bagi pihak yang melakukan pengrusakan benda budaya secara disengaja, karena bentuk pertanggungjawaban pihak yang diatur dalam Konvensi Den Haag 1954 masih terlalu umum. Lalu, masing masing negara juga perlu mengatur hukum nasionalnya mengenai pelindungan benda budaya pada saat terjadinya konflik bersenjata yang menyertakan seperti apa bentuk pertanggungjawaban yang dikenakan bagi pihak yang melanggarnya.
PELAKSANAAN KEWAJIBAN PELAPORAN ANNUAL DAN BIENNIAL (IMPLEMENTATION) REPORT CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE OF ENDANGERED SPECIES (CITES) 1973 DI INDONESIA Damayanti, Alfina; Sagio, Ibrahim; Arsensius, Arsensius
Tanjungpura Legal Review Vol 2, No 1 (2023): Tanjungpura Legal Review
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlr.v2i1.73137

Abstract

Abstract  Convention On International Trade of Endangered Species (CITES) 1973 as an international treaty aimed at protecting flora and fauna from extinction due to international trade makes a mechanism of control of international trade in species of flora and fauna.  To support the implementation of this trade control system, the state is required to collect reports known as the Annual Report and Biennial (Implementation) Report.  Indonesia, as a member state of CITES, has the obligation to carry out such reporting in accordance with existing regulations. This study aims to identify and analyse the implementation of CITES reporting obligations in Indonesia, especially related to the Annual Report and Biennial (Implementation) Report. These reports play an important role in monitoring Indonesia's compliance with CITE provisions. The research method used is data collection through literature study, document analysis, and policy analysis related to CITES Annual and Biennial (Implementation) Report reporting. The collected data will be analysed to see the extent of Indonesia's compliance in carrying out reporting obligations and what obstacles are faced by Indonesia in its implementation. The results of this study are expected to provide a better understanding of the implementation of CITES reporting obligations in Indonesia. In addition, this research is also expected to provide recommendations and inputs for the government and relevant stakeholders to improve the quality and compliance with reporting obligations as a commitment to protect endangered wildlife through the implementation of CITES.  Abstrak  Convention On International Trade Of Endangered Species (CITES) 1973 sebagai perjanjian internasional yang bertujuan untuk melindungi flora dan fauna dari kepunahan akibat perdagangan internasional membuat suatu mekanisme kontrol perdagangan internasional spesies flora dan fauna. Untuk mendukung terlaksananya sistem kontrol perdagangan ini maka negara diwajibkan untuk mengumpulkan laporan yang dikenal dengan Annual Report dan Biennial (Implementation) Report. Indonesia, sebagai negara pihak anggota CITES memiliki kewajiban melaksanakan pelaporan tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pelaksanaan kewajiban pelaporan CITES di Indonesia, terutama terkait Annual Report dan Biennial (Implementation) Report.. Laporan-laporan ini memiliki peran penting dalam memantau kepatuhan Indonesia terhadap ketentuan CITE. Metode penelitian yang digunakan adalah pengumpulan data melalui studi pustaka, analisis dokumen, dan analisis kebijakan terkait pelaporan Annual dan Biennial (Implementation) Report CITES. Data yang terkumpul akan dianalisis untuk melihat sejauh mana kepatuhan Indonesia dalam melaksanakan kewajiban pelaporan dan kendala apa saja yang dihadapi oleh Indonesia dalam pelaksanaannya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang pelaksanaan kewajiban pelaporan CITES di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan rekomendasi dan masukan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait untuk meningkatkan kualitas dan kepatuhan terhadap kewajiban pelaporan sebagai komitmen perlindungan terhadap satwa liar terancam punah melalui implementasi CITES.