Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

DEKONSTRUKSI EQUITABLE PRINCIPLE DALAM HUKUM LAUT INTERNASIONAL Purwanti, Evi
TANJUNGPURA LAW JOURNAL Vol 1, No 1 (2017): VOLUME 1 ISSUE 1, JANUARY 2017
Publisher : Faculty of Law, Tanjungpura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (344.029 KB) | DOI: 10.26418/tlj.v1i1.18332

Abstract

Equitable principle merupakan prinsip yang mendasari proses delimitasi perbatasan maritim antara negara-negara yang berhadapan atau bersebelahan di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen. Saat ini perbatasan maritim antar negara masih banyak yang belum terselesaikan. Percepatan penyelesaian perbatasan maritim merupakan hal penting yang harus dilakukan agar eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan hak kedaulatan di ZEE dan landas kontinen dapat terlaksana dengan baik. Untuk itu perlu pengkajian secara mendalam tentang konsep equitable principle. Substansi equitable principle dapat di dekonstruksi melalui beberapa sudut pandang, yaitu: dari sisi interpretasi, area, orientasi, cakupan serta tujuan equitable principle. Dari analisis kelima kerangka itu dapat disimpulkan bahwa equitable principle merupakan suatu asas yang absolut dalam pencapaian delimitasi serta merupakan suatu bentuk turunan keadilan yang lebih fleksibel dari pengertian keadilan substantif, yang penting adalah para pihak mendapatkan manfaat yang maksimal dari hasil delimitasi yang disepakati.
Export Restrictions of Indonesian Nickel Ore Based on the Perspective of Quantitative Restriction Principles in General Agreement on Tariffs and Trade Doan Mauli Tua Siahaan; Ibrahim Sagio; Evi Purwanti
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 21, No 3 (2021): September Edition
Publisher : Law and Human Rights Policy Strategy Agency, Ministry of Law and Human Rights of The Repub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (366.767 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2021.V21.409-418

Abstract

This study aims to determine whether Indonesia’s nickel ore export restriction policy is in accordance with the principles of international economic law. It is because Indonesia’s actions in implementing quantitative restrictions on the export of nickel ore are deemed to have violated one of the principles in the General Agreement on Tariffs and Trade, namely the principle of prohibiting quantitative restrictions. This principle is contained in Article XI: 1 GATT. Data was collected through library research techniques. Namely by collecting and analyzing writings and literatures that are closely related to the problems that are being researched by the author, and analyzing data with descriptive analytical techniques, so that Indonesia can analyze their export restriction policies with juridical provisions in international trade law. The results shows that Indonesia’s action is in accordance with Article XI: 2 (a), which regulates the exception to Article XI: 1, with certain conditions which is a dispensation from the principle of quantitative restriction. Indonesia’s nickel ore export restrictions were also implemented to protect the environment in order to prevent scarcity and to encourage the battery industry in Indonesia to improve the economy. So that Indonesian policy is valid and can be justified by international law.
Relevansi Delimitasi Perbatasan Maritim Dengan Faktor Lingkungan Evi Purwanti
Balobe Law Journal Vol 1, No 2 (2021): Volume 1 Nomor 2, Oktober 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (715.816 KB) | DOI: 10.47268/balobe.v1i2.650

Abstract

Introductioan: This article discusses the relevance of maritime border delimitation with environmental factors that affect the determination of delimitation.Purposes of the Research: The purpose of this study is to analyze the urgency of the role of the environment in the maritime border delimitation process. Specifically focused on analyzing whether there is a positive relationship between environmental considerations and the development of the delimitation process and to determine the environmental factors that influence the delimitation.Methods of the Research: This research uses normative research with a conceptual approach. Researchers use relevant environmental law concepts in the maritime border delimitation process.Results of the Research: The results of the study show that there is a relevance of environmental factors in determining maritime border delimitation, among others from factors: conservation of wildlife reserves, the principle of natural prolongation, the principle of sustainable development, mineral resources, and fisheries. The relationship between environmental factors and the delimitation process occurs in two ways: First, environmental considerations show a direct influence in the selection of the delimitation method. Here environmental factors are an important motive in the delimitation process. Second, environmental factors affect the delimitation process indirectly where there are a number of delimitation agreements that do not include specific provisions regarding the environment, but the evidence shows that the parties are motivated by environmental factors in negotiating delimitation.
Perkembangan Sistem Pemerintahan dan Konsep Kedaulatan Pasca Revolusi Perancis Terhadap Hukum Internasional Sandy Kurnia Christmas; Evi Purwanti
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jphi.v2i2.222-235

Abstract

Revolusi Perancis merupakan sebuah peristiwa yang menyebabkan perubahan sosial dan pergeseran budaya politik. Revolusi ini membentuk paham-paham seperti Liberalisme, Demokrasi, dan Nasionalisme yang berdampak pada perubahan sistem pemerintahan dan kedaulatan. Bagaimana pola sistem pemerintahan Pra-Revolusi Perancis, serta apa perubahan yang berdampak membawa perkembangan hukum internasional Pasca Revolusi Perancis. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji secara historis bagaimana sebuah peristiwa sejarah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola sistem pemerintahan yang sampai sekarang digunakan. Metode penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, dimana pengkajian menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan historis. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa paham-paham yang terbentuk saat terjadinya Revolusi Perancis, seperti Liberalisme, Demokrasi, dan Nasionalise berdampak besar terhadap perubahan sistem pemerintahan yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat serta perkembangan hukum internasional. Pola sistem pemerintahan Pra-Revolusi Perancis berbentuk Monarki nyatanya banyak mengalami kegagalan dan dianggap terlalu menekan rakyat. Adanya perubahan terhadap pola sistem pemerintahan yang dipicu oleh Revolusi Perancis dianggap sebagai revolusi rakyat karena banyak menciptakan berbagaii bentuk tatanan konsep negara yang baik yang menjadi cita-cita rakyat yang berpengaruh hingga sekarang.
Penguatan Pemahaman Hak – Hak Konstitusional Perempuan Pada Desa Konstitusi Mekarsari Kabupaten Kubu Raya Fatma Muthia Kinanti; Budi Hermawan Bangun; Erwin Erwin; Evi Purwanti; Sri Agustriani Elida
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara Vol. 4 No. 3 (2023): Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN)
Publisher : Cv. Utility Project Solution

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55338/jpkmn.v4i3.1607

Abstract

Pemerintahan yang berlandaskan pada negara hukum mengamanatkan perlindungan hak dasar manusia dan HAM sebagai hak kodrati yang universal. HAM diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD 1945), memberikan jaminan legal yang kuat terhadap hak-hak individu dan berfungsi sebagai pembatasan terhadap kekuasaan negara. Meskipun begitu, Indonesia masih menghadapi ketidaksetaraan gender dan kekerasan berbasis gender yang tercermin dalam Indeks Pembangunan Gender (IPG) yang tinggi. Desa Mekarsari Kabupaten Kubu Raya, sebagai Desa Konstitusi, menjadi tempat implementasi program penguatan pemahaman hak konstitusional perempuan. Hak konstitusional perempuan diatur dalam pasal 28 A hingga pasal 28 J UUD 1945, dan harus dijalankan tanpa diskriminasi. Meski demikian, implementasi hak ini di lapangan menghadapi tantangan, dan solusi melibatkan peningkatan kesadaran publik dan pemahaman terhadap hak-hak perempuan. Program ini menggunakan metode penyuluhan dengan menyusun booklet berkolaborasi dengan LSM Rumah Perempuan dan Anak Provinsi Kalimantan Barat (RPA Kalbar). Sasaran program adalah masyarakat Desa Mekarsari, dengan tujuan menyebarkan pemahaman tentang hak konstitusional perempuan dan pencegahan pelanggarannya. Di tengah ketimpangan gender yang masih terjadi, program ini memberikan kontribusi dalam upaya pemenuhan dan perlindungan hak konstitusional perempuan.
Implementation of the right to health through vaccination Itasari, Endah Rantau; Erwin; Bangun, Budi Hermawan; Sagio, Ibrahim; Purwanti, Evi; Elida, Sri Agustriani; Wulandari, Ria; Darajati, Muhammad Rafi; Kinanti, Fatma Muthia; Arsensius; Thomas, Silvester
Jurnal Inovasi Hasil Pengabdian Masyarakat (JIPEMAS) Vol 7 No 3 (2024)
Publisher : University of Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/jipemas.v7i3.22170

Abstract

Health is regarded as a basic human need Health is a fundamental right recognized in various international human rights instruments, such as the Universal Declaration of Human Rights and the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights. The World Health Organization (WHO) has declared COVID-19 a global public health pandemic on January 30, 2020. Based on the data collected, there are still members of the community who have not received the Covid-19 Booster vaccine even though it is urgently given as an antiviral. Therefore, as part of an effort to increase the coverage of vaccination, it is necessary to implement a Covid-19 public dedication as the fulfilment of the right to health. The method of community-based participatory research (Community Based Participatory Research, CBPR) is implemented. The results of the vaccination activities carried out at Tanjungpura University Faculty of Law can contribute to the vaccine coverage that exists in the community. As for the number of participants of the activity was 172 (one hundred seventy-two) people consisting of 117 (a hundred seventeen) students and 61 (sixty-one) the general public. In addition, there are students and members of the community who have not received the Covid-19 Booster Vaccine while the delivery is very urgent as an anti-virus, even there are those who have never received the vaccine at all.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANAH ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN SANGGAU Widiyaningsih, Agnes; Purwanti, Evi; Nafsiatun, Nafsiatun
Nestor : Tanjungpura Journal of Law Vol 3, No 2 (2025)
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/nestor.v3i2.93339

Abstract

Abstrak Penelitian ini berfokus pada pelaksanaan pendaftaran tanah ulayat masyarakat hukum adat dan upaya pemerintah dalam perlindungan untuk pendaftaran tanah ulayat, khususnya di Kabupaten Sanggau. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-empiris atau non doktrinal, dengan pendekatan sosio-legal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah ulayat masyarakat hukum adat di Kabupaten Sanggau dilakukan berdasarkan peraturan yang ada. Upaya pemerintah dalam melakukan perlindungan untuk pendaftaran tanah ulayat masyarakat hukum adat di Kabupaten Sanggau ditunjukkan dengan adanya kemauan politik yang kuat dari Pemerintah Kabupaten Sanggau dengan adanya Peraturan Daerah Kabupaten Sanggau No. 1 Tahun 2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat serta beberapa Keputusan Bupati Sanggau serta upaya dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk melakukan sosialisasi, koordinasi hingga pengecekan secara spasial dan lapangan untuk memastikan tanah ulayat masyarakat hukum adat secara jelas dan pasti dapat didaftarkan. Kata Kunci: Masyarakat hukum adat; Perlindungan hukum; Tanah ulayat
Analisis Faktor Kejadian TBC Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pencegahan Tb Paru Dengan Pendekatan Teori Lawrence Green Purwanti, Evi; Winarti, Eko; Haryuni, Sri; Novita Agnes, Yeni Lutfiana
Jurnal Mahasiswa Kesehatan Vol. 5 No. 2 (2024): MARET 2024
Publisher : Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/jumakes.v5i2.5537

Abstract

 Indonesia merupakan negara kedua yang memiliki kasus TBC terbanyak di dunia. Salah satuprovinsi di Kalimantan yang memiliki kasus TBC tertinggi adalah Kalimantan Barat. Kalimantan Baratmenjadi salah satu provinsi yang memiliki angka penyelesaian terendah. Rendahnya angka penyelesaiankasus TBC di Kalimantan Barat menyebabkan kasus TBC semakin meningkat. Penelitian ini dilakukanuntuk mengetahui faktor kejadian TBC yang berhubungan dengan perilaku pencegahan TBC paru. Jenispenelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan jumlah sampel sebanyak 96 responden. Respondendalam penelitian ini adalah masyarakat Dusun Tanah Merah, Desa Sungai Kelik, Kecamatan NangaTayap, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat yang memiliki keluarga mengidap TBC. Data penelitiandikumpulkan menggunakan teknik kuesioner dan dianalisis menggunakan analisis univariat, bivariat,multivariat, uji asumsi klasik, dan uji hipotesis. Adapun grand theory yang digunakan dalam penelitianini adalah teori Lawrence Green (1980). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pengetahuantidak berpengaruh (0,129 > 0,05) terhadap perilaku pencegahan TBC paru, perilaku kesehatanberpengaruh signifikan (0,043 < 0,05) terhadap perilaku pencegahan TBC paru, sikap berpengaruhsignifikan (0,013 < 0,05) terhadap perilaku pencegahan TBC paru, tindakan berpengaruh signifikan(0,032 < 0,05) terhadap perilaku pencegahan TBC paru, persepsi berpengaruh signifikan (0,049 < 0,05)terhadap perilaku pencegahan TBC paru.
Kedudukan Hukum Tenaga Honorer Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Di Kabupaten Kubu Raya Dionesius, Dionesius; Purwanti, Evi; Azzaulfa, Anisa
NOLAN - Noblesse Oblige Law Journal Vol. 2 No. 1 (2025): June 2025
Publisher : Faculty of Law, Universitas OSO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fenomena keberadaan tenaga honorer yang masih menjadi bagian tak terpisahkan dalam dinamika pemerintahan daerah, meskipun status hukumnya tidak lagi diakui dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Kondisi ini menciptakan ketidakpastian hukum bagi tenaga honorer yang telah lama mengabdi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kedudukan hukum tenaga honorer dalam struktur kepegawaian pemerintahan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan mengkaji implementasi kebijakan terkait tenaga honorer dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kabupaten Kubu Raya. Rumusan masalah yang diangkat mencakup bagaimana kedudukan hukum tenaga honorer dalam struktur kepegawaian pemerintahan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, serta bagaimana implementasi kebijakan terkait tenaga honorer dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kabupaten Kubu Raya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan sifat deskriptif analitis dalam kajian perundang-undangan. Hasil penelitian ini melihat kedudukan hukum tenaga honorer dalam pemerintahan daerah Indonesia telah mengalami perubahan signifikan seiring perkembangan regulasi. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menjadi titik balik penting, dengan hanya mengakui Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), secara implisit menghapus pengakuan terhadap tenaga honorer. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 semakin mempertegas kebijakan penghapusan ini, mewajibkan semua tenaga honorer menyelesaikan status kepegawaiannya paling lambat tahun 2023 melalui mekanisme pengangkatan PPPK. Analisis menyimpulkan bahwa tenaga honorer kini berada dalam posisi transisi menuju penghapusan, tanpa landasan hukum yang kuat dalam sistem kepegawaian negara dan hanya diberikan masa transisi untuk beralih menjadi PPPK atau keluar dari sistem kepegawaian pemerintah.
Baselines Issues In Determining The Delimitation Of Indonesia's Maritime Boundaries With Neighboring States Purwanti, Evi; Anhari, Radifan
Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum Vol. 24 No. 1 (2025): Pena Justisia
Publisher : Faculty of Law, Universitas Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31941/pj.v24i2.6493

Abstract

Maritime boundaries play a strategic role in determining a state's sovereignty limits, managing natural resources, and maintaining national security and stability. The establishment of a baseline is a crucial element in maritime boundary delimitation, especially for archipelagic states such as Indonesia. This study aims to identify the legal effects of the baseline and analyze the challenges Indonesia faces in applying the maritime delimitation provisions under the 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Based on the analysis, the findings reveal two primary factors influencing Indonesia's application of baseline provisions under UNCLOS 1982. First, the supporting factors include: the legal certainty of a maximum 12-nautical-mile territorial sea; the legal guarantee for the exploration and exploitation of marine natural resources that better fulfills the element of equity for developing countries; and UNCLOS 1982’s flexibility in accommodating the geographical and geological uniqueness of coastal states through various baseline classifications and state types. Second, there are challenges in implementation, including: vague interpretations of several UNCLOS provisions, which lead to divergent state practices in drawing baselines; the absence of sanctions or formal reprimands for violations, leaving such deviations uncorrected unless resolved through international adjudication; and technical inconsistencies in determining maritime boundary coordinates, which complicate consensus between neighboring states. This study underscores the importance of adopting innovative legal approaches and enhancing coordination among national and international institutions to ensure the legitimate and sustainable enforcement of Indonesia’s maritime boundaries.