Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Penanganan Sengketa Batas Laut Antara Indonesia dan Malaysia Dalam Sudut Pandang Hukum Internasional Budidarsono, Anya Sitara; Ryanto, Laurencia; Kasslim, Veren
Journal of Law, Education and Business Vol 2, No 2 (2024): Oktober 2024
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/jleb.v2i2.2892

Abstract

Pada tahun 1998, konflik Sipadan dan Ligitan diajukan kepada pihak Mahkamah Internasional. Pada hari Selasa, 17 Desember 2002, ICJ mengeluarkan putusannya mengenai sengketa Sipadan-Ligitan antara Indonesia dan Malaysia. Hasilnya, Malaysia memperoleh 16 suara dalam proses pemungutan suara organisasi-organisasi ini, sementara Indonesia hanya dipilih oleh satu hakim. Dari total 17 hakim tersebut, 15 diantaranya merupakan hakim tetap dari MI, sedangkan dua hakim lainnya masing-masing berasal dari Malaysia dan Indonesia. Oleh karena itu, sangat penting untuk mempertimbangkan Malaysia, sambil menahan diri untuk tidak mengambil keputusan apa pun mengenai laut teritorial dan batas-batas maritim. Studi ini menyelidiki faktor-faktor mendasar yang berkontribusi terhadap tantangan dalam menetapkan batas maritim antara Indonesia dan Malaysia. Selain itu, pertemuan ini juga menjajaki pendekatan alternatif yang paling sesuai untuk menyelesaikan sengketa batas maritim antara kedua negara. Temuan penelitian menunjukkan bahwa permasalahan ini muncul karena adanya kesenjangan dalam konseptualisasi batas maritim antara Indonesia dan Malaysia, ketidaktaatan Malaysia terhadap peraturan KHL tahun 1982, dan pengabaian Pemerintah Indonesia terhadap laut dan pulau-pulau kecil, khususnya yang terletak di wilayah perbatasan.
Asas Pasif Bagi Hakim Perdata Dalam Mengadili Sebuah Perkara Di Pengadilan: Studi Perkara No. 819/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Utr Putra, Moody Rizqy Syailendra; Suni, Indri Elena; Kencana, Ekaprasetya Artha; Kasslim, Veren
Notary Law Journal Vol. 4 No. 2 (2025): April-Juni
Publisher : Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/nolaj.v4i2.114

Abstract

Kepentingan individu dalam kehidupan sosial bersifat dinamis dan tidak terbatas, sehingga sering kali berpotensi menimbulkan konflik dengan kepentingan individu lainnya. Ketika para pihak membuat kesepakatan untuk melindungi kepentingan masing-masing, tetap ada kemungkinan terjadinya penyimpangan yang menimbulkan sengketa. Di Indonesia, penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui berbagai jalur: mediasi, arbitrase, dan litigasi (perdata). Mediasi diutamakan sebagai sarana penyelesaian yang damai dan kekeluargaan, namun apabila tidak membuahkan hasil, pengadilan perdata menjadi langkah terakhir (last resort). Dalam konteks litigasi, hakim memiliki peran strategis dalam mewujudkan keadilan yang substansial, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai hukum serta rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Di sisi lain, hukum acara perdata Indonesia masih menganut asas pasifnya hakim, di mana hakim hanya bersifat menunggu dan memutus berdasarkan apa yang diajukan para pihak. Perkara No.819/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Utr sebagai alat pembanding teori dengan kejadian nyata dalam beracara sehingga metode penelitian yang digunakan adalah normatif-empiris. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam mengenai penerapan asas pasif tersebut dalam sistem hukum Indonesia, serta membandingkannya dengan praktik di negara lain seperti Australia yang menganut sistem berbeda. Kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengevaluasi apakah asas pasif masih relevan dalam konteks peradilan modern yang berorientasi pada pencapaian keadilan substantif.