Dari berbagai literatur dan sejarahnya, pada umumnya ulama banten memiliki dua kelompok santri, santri tersebut diklasifikasikan sesuai potensi. Pertama santri yang mempunyai potensi di bidang ilmu agama sehingga kelak bisa menjadi ulama seperti gurunya, kedua adalah para santri yang mempunyai potensi ilmu bela diri sehingga disebut jawara, Jawara di Banten hadir sebagai pengawal ulama dan membela kebenaran. Terminologi bandit sosial adalah klaim kolonial belanda terhadap partisipasi jawara yang telah melakukan perlawanan terhadapnya. Spektrum ulama banten pada dinamika politik bukanlah prihal baru, akan teteapi di era kesultanan pun sudah ada kegiatan politik, Pun sejak masa kesultanan, ulama menjadi pilar penting dalm kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Dalam kondisi inilah sultan sebagai negarawan memerankan pula tugasnya sebagai panotogomo (penata kehidupan keagamaan), satu konsep yang mempersatukan jiwa ulama dan umaro dalam satu organisasi kekuasaan pemerintah kesultanan. Ulama dan jawara di Banten telah menjadi simbol “kokolot“ yang dituakan dalam memimpin masyarakat baik dalam acara ritual keagamaan maupun acara kemasyarakatan yang lain. Sejatinya kegiatan politik adalah pilihan atau cara yang tepat untuk berupaya meningkatkan produktifitas, ketahan, keamanan, pendidikan, kesehatan dan kualitas hidup berbangsa dan bernegara. Adabnya masyarakat Banten orang yang paling manut dan taat terhadap ulama. Terpilihnya ulama asal banten, yang berketurunan syaikh mumammad nawawi al- bantani yaitu kh. Ma’ruf amin sebagai calon wakil presiden banyak dari kalangan jawara, ulama, santri, pemuda serta masyarakat umum banten mereka berbondong-bondong dan antusias bahkan mendeklarasikan organisasi praktis serta swadaya untuk mendukung pada kontestasi politik yang akan datang. Masyarakat banten merasa dihargai dengan dimunculkannya kh. ma'ruf amin yang asli banten.