Dalam penerbitan sertifikat sebagai produk pendaftaran tanah sering terjadi kejahatan pemalsuan surat atau dokumen, dengan memalsukan salah satu dokumen persyaratan dalam penerbitan sertifikat. Oknum-oknum yang ikut serta dalam memalsukan surat atau dokumen harus dapat dimintai pertanggungjawbana pidananya. Dengan kata lain, pertanggungjawaban pidana adalah suatu bentuk untuk menentukan apakah seseorang tersebut dibebaskan atau dipidana. Terhadap pertanggungjawaban pidana terdapat dua pandangan, yakni monistis dan dualistis. Pertanggungjawaban dalam penulisan ini mengikuti pandangan dualistis yang memisahkan antara tindak pidana dan kesalahan. Tindak Pidana menunjukkan perbuatannya, sedangkan pertanggungjawaban pidana mencakup dapat atau tidaknya dipidana si pembuat atau si pelaku kesalahan menunjukkan sifat pembuatannya. Dalam sistem hukum pidana KUHP, dapat dipidananya suatu perbuatan pidana apabila terdapat kesalahan baik dolus maupun culpa. Dasar dari tindak pidana adalah asas legalitas, sementara dasar pertanggungjawaban pidana adalah tidak ada pidana tanpa kesalahan atau geen straf zonder schuld atau nulla poena sine schuld. Asas yang digunakan untuk dapat dipertanggungjawabkan pembuatnya adalah asas kesalahan, unsur-unsurnya yakni : kesalahan, kesengajan, kelalaian. bahwa secara jelas dalam Pasal 24 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997 berbunyi Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya. kemudian syarat pendaftaran dan penerbitan sertifikat tanah dapat dilakukan dengan mendatangi kantor BPN terdekat, atau mengajukan permohonan secara online melalui aplikasi Sentuh Tanahku. bahwa pelaku tindak pidana pemalsuan tanda tangan dalam penerbitan sertifikat tanah dapat dimintakan pertanggungjawaban sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP yang berbunyi: ayat (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun ayat (2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian".