Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

IMPLEMENTASI ASAS PACTA SUNT SERVANDA TERHADAP SEBUAH PERJANJIAN DITINJAU DARI PUTUSAN MA No. 15/Pdt.G.S./2023/PN Ktg Danil Erlangga Mahameru; Nida Syahla Hanifah; Resfa Klarita Trasenda; Amanda Feby Sabrina; Moses Frederick Purba; Dwi Aryanti Ramadhani
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 1 No. 8 (2023): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v1i8.1093

Abstract

Perjanjian merupakan sebuah kesepakatan antara kedua belah pihak yangmana dari hasil perjanjian tersebut dikarenakan adanya keepakatan yang mencapai tujuan bersama sehingga bisa bernetuk perjanjian, perjanjian ada dua macam ada perjanjian tertulis dan tidak tertulis, asas pacta sunt servanda merupakan sebuah asas yang mana ketika dua orang salingmengkiat janji maka janji tersebut harus dipatuhi seperti UU yang mana perjanjian adalah suatu pokok khusus dalam antara dua belah pihak, dalam penelitian ini yang dipakai adalah putusan MA No.15/Pdt.G.S./2023/PN Ktg yang mana dalam putusan ini bahwa pihak pengguat menggugat pihak tergugat karena wanprestasi yang dilakukan oleh pihak tergugat yang mana ia telah melanggar asas pacta sunt servanda ini, pada penelitian ini menggunakan penelitian tinjauan normatif (yuridis) yang mana pendenkatan yang digunakan statue approach dan conseptual approach hasil penelitian didapati bahwa sebenarnya sebelum piha pengguat menggugat tergugat atas wanprestasinya pha pengguat telah meaksanakan asas pacta sunt servanda yang mana ia telah memberikan kompensansi dengan 3 kali surat peringatan namun diabaikan oleh pihak tergugat sehingga pihak pengguat langsung membawa hal tersebut ke jalur hukum, agar efektivitas asas pacta sunt servanda dapat di impilkasikann dan dikembangkan dalam sistem hukum perjanjian Indonesia maka haruslah memenuhi fungsi pokok dalam sistem perjanjian sehingga dengan menerapan yang telah diatur dapat meningkatkan dan meneraturkan perjanjian sesuai asas pacta sunt servanda.
IMPLIKASI KEBERPIHAKAN PEJABAT NEGARA SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN KEADILAN DAN KEDAMAIAN DI PEMILU INDONESIA Danil Erlangga Mahameru; Mochamad Haikal Badjeber; Talitha Atha Shakira; Mouna Suez Sianturi; Aidan Rafif; Yuliana Yuli Wahyuningsih
Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora Vol. 2 No. 7 (2024): Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora
Publisher : Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.572349/kultura.v2i7.1658

Abstract

Penelitian ini mengkaji implikasi keberpihakan pejabat negara dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia, serta upaya untuk mewujudkan keadilan dan kedamaian sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Nomor 16. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang besar harus menjaga persatuan dan mencapai tujuan bersama, termasuk dalam konteks penyelenggaraan pemilu. Namun, keberpihakan pejabat negara, baik secara terang-terangan maupun terselubung, dapat merusak integritas dan legitimasi pemilu, mengarah pada ketidakadilan politik, pelanggaran hak asasi manusia, serta ketidakstabilan politik. Artikel ini menelaah bagaimana regulasi terkait netralitas pejabat negara, seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, berkaitan erat dengan prinsip SDGs Nomor 16 untuk menciptakan masyarakat yang damai, adil, dan inklusif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi pustaka, melakukan analisis terhadap regulasi dan kebijakan terkait netralitas pejabat negara dalam pemilu. Data yang dikumpulkan meliputi peraturan perundang-undangan, dokumen resmi, dan literatur terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberpihakan pejabat negara dapat berdampak signifikan terhadap integritas, transparansi, dan keadilan dalam penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran netralitas pejabat negara dapat mengarah pada ketidakadilan politik, pelanggaran hak asasi manusia, dan ketidakstabilan politik yang berpotensi mengganggu proses menuju pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan integritas dan keadilan dalam proses pemilu di Indonesia, sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.