Over the past few years, there has been a significant increase in air temperatures in regions such as South Sumatera, Riau, and Jambi, posing threats of drought, water resource crises, and erratic weather patterns. In response, developing air temperature forecasting techniques becomes imperative for effective climate change management. This study proposes implementing the Generalized Space Time Autoregressive (GSTAR) model as a practical approach for forecasting air temperatures in these regions using two weighting methods, i.e., inverse distance and normalized cross-correlation weighting. The GSTAR model, an extension of the Space Time Autoregressive (STAR) model, offers enhanced complexity by incorporating specific time and location factors, thereby increasing forecasting flexibility. The result reveals that GSTAR(1,1) with normalized cross-correlation weighting is the most optimal model, with a Root Mean Square Error (RMSE) value of 3.135, indicating high forecasting accuracy. The selection of this model is grounded in the geographical proximity and similarity of environmental characteristics of the three regions. This research contributes novel insights into the underlying mechanisms of air temperature dynamics in neighboring areas, providing a robust foundation for formulating effective policy and mitigation strategies in addressing climate change challenges.Keywords: Air temperatures, Normalized cross-correlation weighting, GSTAR(1,1), Inverse distance weighting. AbstrakDalam beberapa tahun terakhir, suhu udara mengalami peningkatan signifikan di wilayah-wilayah seperti Sumatera Selatan, Riau, dan Jambi, yang mengancam kekeringan, krisis sumber daya air, dan perubahan pola cuaca yang tidak terduga. Menghadapi situasi tersebut, pengembangan teknik peramalan suhu udara diperlukan untuk mengantisipasi dan mengelola dampak ekstrem dari perubahan iklim. Studi ini mengusulkan implementasi model Generalized Space Time Autoregressive (GSTAR) sebagai pendekatan praktis untuk meramalkan suhu udara di wilayah-wilayah tersebut menggunakan dua metode pembobotan yaitu pembobotan invers jarak dan normali korelasi silang. Model GSTAR, sebagai perluasan dari model Space Time Autoregressive (STAR), menawarkan kompleksitas yang lebih baik dengan menggabungkan faktor-faktor waktu dan lokasi tertentu, sehingga meningkatkan fleksibilitas dalam ramalan. Hasil analisis menunjukkan bahwa GSTAR(1,1) dengan pemberian bobot normalisasi korelasi silang merupakan model yang paling optimal, dengan nilai Root Mean Square Error (RMSE) sebesar 3.135, menandakan tingkat akurasi yang tinggi. Pemilihan model ini didasarkan pada kedekatan geografis dan kesamaan karakteristik lingkungan dari ketiga wilayah tersebut. Penelitian ini memberikan wawasan baru dalam mekanisme dinamika suhu udara di wilayah-wilayah yang berdekatan, serta memberikan dasar yang kuat bagi perumusan kebijakan dan strategi mitigasi yang efektif dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.Kata Kunci: Bobot invers jarak, Bobot normalisasi korelasi silang, GSTAR(1,1), Suhu udara. 2020MSC: 62P30