Penertiban tanah terlantar merupakan isu yang penting dalam upaya pengelolaan lahan yang efisien dan berkelanjutan. Tanah terlantar merupakan lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal, baik oleh individu maupun perusahaan. Namun pada kenyataannya, banyak tanah yang tidak diusahakan, dimanfaatkan, dan dipergunakan dengan optimal oleh pemiliknya, dengan kata lain diterlantarkan. Seperti kasus tanah terlantar Hak Guna Bangunan No. 4 seluas 682.600 m2 terdaftar atas nama PT. Delimas Suryakannaka yang ditetapkan sebagai lokasi penertiban tanah terindikasi terlantar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Hak Guna Bangunan atas nama PT. Delimas Suryakannaka ditetapkan sebagai objek tanah terindikasi terlantar, mendeskripsikan pelaksanaan penertiban tanah terlantar Hak Guna Bangunan atas nama PT. Delimas Suryakannaka dan mendeskripsikan penyelesaian yuridis terhadap tanah terlantar Hak Guna Bangunan atas nama PT. Delimas Suryakannaka. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelitian data primer dan sekunder. Selanjutnya, data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kemudian dipaparkan secara deskriptif analisis. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa PT. Delimas Suryakannaka selaku pemegang hak tidak mengusahakan, menggunakan dan memanfaatkan tanahnya sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian haknya, hal ini tentu mengabaikan kewajiban pemegang hak sebagaimana dalam ketentuan Pasal 6, 7, 10, 15, 19 UUPA. Sehingga ditetapkan menjadi lokasi objek penertiban tanah terindikasi terlantar oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumatera Utara. Pelaksanaan penertiban tanah terlantar HGB No. 4/Kapias Batu VIII tidak sampai pada tahapan selanjutnya yaitu penetapan tanah terlantar karena PT. Delimas Suryakannaka telah mengambil langkah untuk pelepaskan hak sebagian dari Sertipikat HGB No. 4/Kapias Batu VIII. Penyelesaian yuridis terhadap objek kegiatan penertiban tanah terlantar berupa diskresi dengan meminta PT. Delimas Suryakannaka melakukan pemisahan dan pelepasan hak atas tanah yang tidak digunakan dan dimanfaatkan oleh pemegang hak, pasca pelepasan hak atas tanah tersebut, penguasaannya menjadi Aset Bank Tanah dengan diberikan Hak Pengelolaan (HPL).