Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PENERTIBAN TANAH TELANTAR HAK GUNA BANGUNAN ATAS NAMA PT. DELIMAS SURYAKANNAKA DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NO. 20 TAHUN 2021 TENTANG PENERTIBAN KAWASAN DAN TANAH TELANTAR: Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kabupaten Asahan Naufaldy Surya Darma; Muhammad Yamin; Faisal Akbar; Abd. Rahim Lubis
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 6 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Juni
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i6.613

Abstract

Penertiban tanah terlantar merupakan isu yang penting dalam upaya pengelolaan lahan yang efisien dan berkelanjutan. Tanah terlantar merupakan lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal, baik oleh individu maupun perusahaan. Namun pada kenyataannya, banyak tanah yang tidak diusahakan, dimanfaatkan, dan dipergunakan dengan optimal oleh pemiliknya, dengan kata lain diterlantarkan. Seperti kasus tanah terlantar Hak Guna Bangunan No. 4 seluas 682.600 m2 terdaftar atas nama PT. Delimas Suryakannaka yang ditetapkan sebagai lokasi penertiban tanah terindikasi terlantar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Hak Guna Bangunan atas nama PT. Delimas Suryakannaka ditetapkan sebagai objek tanah terindikasi terlantar, mendeskripsikan pelaksanaan penertiban tanah terlantar Hak Guna Bangunan atas nama PT. Delimas Suryakannaka dan mendeskripsikan penyelesaian yuridis terhadap tanah terlantar Hak Guna Bangunan atas nama PT. Delimas Suryakannaka. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelitian data primer dan sekunder. Selanjutnya, data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kemudian dipaparkan secara deskriptif analisis. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa PT. Delimas Suryakannaka selaku pemegang hak tidak mengusahakan, menggunakan dan memanfaatkan tanahnya sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian haknya, hal ini tentu mengabaikan kewajiban pemegang hak sebagaimana dalam ketentuan Pasal 6, 7, 10, 15, 19 UUPA. Sehingga ditetapkan menjadi lokasi objek penertiban tanah terindikasi terlantar oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumatera Utara. Pelaksanaan penertiban tanah terlantar HGB No. 4/Kapias Batu VIII tidak sampai pada tahapan selanjutnya yaitu penetapan tanah terlantar karena PT. Delimas Suryakannaka telah mengambil langkah untuk pelepaskan hak sebagian dari Sertipikat HGB No. 4/Kapias Batu VIII. Penyelesaian yuridis terhadap objek kegiatan penertiban tanah terlantar berupa diskresi dengan meminta PT. Delimas Suryakannaka melakukan pemisahan dan pelepasan hak atas tanah yang tidak digunakan dan dimanfaatkan oleh pemegang hak, pasca pelepasan hak atas tanah tersebut, penguasaannya menjadi Aset Bank Tanah dengan diberikan Hak Pengelolaan (HPL).
KEDUDUKAN HAK MILIK ATAS TANAH YANG BERADA DI DALAM AREAL HAK GUNA USAHA: Studi Putusan Nomor 07/PDT.G/2013/PN.TB Goklas Mario Sitindaon; Muhammad Yamin; Hasim Purba; Abd. Rahim Lubis
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 6 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Juni
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i6.614

Abstract

Dalam putusan Pengadilan Negeri Tanjungbalai Nomor 07/Pdt.G/2013/PN.TB tanggal 29 Januari 2013, PT. Padasa Enam Utama menggugat Sopian Pohan terhadap tanah seluas ± 4 Ha (kurang lebih empat hektar) yang menurut Penggugat berada di areal Hak Guna Usaha No. 1 Tahun 1980/Desa Sukaraja seluas 954 Ha (sembilan ratus lima puluh empat hektar). Sedangkan menurut Sopian Pohan sebagai Tergugat, ia mendalilkan tidak memiliki tanah seluas ± 4 Ha (kurang lebih empat hektar) karena Sopian Pohan hanya memiliki tanah seluas 11.914 M² (sebelas ribu sembilan ratus empat belas meter persegi) berdasarkan Sertipikat Hak Milik Nomor : 399/Desa Simpang Empat, terbit tahun 2001 atas nama Sopian Pohan. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan studi kasus (case study approach). Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah library research atau studi pustaka. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan penelitian ini bahwa Majelis Hakim memutuskan untuk mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebagian, menyatakan demi hukum areal kebun sawit seluas + 4 Ha (kurang lebih empat hektar) di dalam satu hamparan areal HGU Nomor 1 Tahun 1980/Desa Sukaraja atas nama PT. Padasa Enam Utama adalah sah milik PT. Padasa Enam Utama, dan menyatakan penggarapan yang dilakukan Sopian Pohan merupakan perbuatan melawan hukum sehingga segala surat-surat yang berada di tangan Sopian Pohan yang berhubungan dengan objek perkara tersebut dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Walaupun amar putusan tidak menyebutkan Nomor Sertipikat Hak Milik No. 399 atas nama Tergugat, namun menyatakan tidak sah segala surat-surat yang berada di tangan Tergugat. Dengan kata lain Sertipikat Hak Milik No. 399, terbit tanggal 6 September 2001 atas nama pemegang hak Sopian Pohan seluas 11.914 M2 (sebelas ribu sembilan ratus empat belas meter persegi) juga termasuk yang dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum, berikut segala surat-surat yang menjadi alas hak/dasar penerbitannya sehingga kedudukannya menjadi lebih lemah daripada Hak Guna Usaha Penggugat dan kepastian hukumnya tidak tercapai.
KAJIAN YURIDIS PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA (BMN) TERHADAP PEMANFAATAN ASET TANAH BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) PADA PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) LINTAS JALUR REL KERETA API PERBAUNGAN – TEBING TINGGI Rizky Rumondang; Muhammad Yamin Lubis; Rosnidar Sembiring; Abd. Rahim Lubis
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 8 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Agustus
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i8.726

Abstract

PT Kereta Api Indonesia (Persero) merupakan salah satu BUMN yang menjalankan usahanya di bidang perkeretaapian, salah satunya memanfaatkan aset tanah untuk menjadi nilai tambah pada perusahaan. Namun fakta yang terjadi di lapangan pengelolaan aset PT Kereta Api Indonesia (Persero) tidak berjalan optimal karena adanya dualisme pemahaman kepemilikan aset tanah milik PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan Kementerian Perhubungan c.q Direktorat Jenderal Perkeretaapian. Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah bagaimana status kepemilikan aset tanah antara PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan Kementerian Perhubungan, bagaimana pengelolaan aset tanah milik PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang masih berstatus Grondkaart, dan bagaimana pemanfaatan aset tanah PT Kereta Api Indonesia (Persero) ditinjau dari peraturan perundang-undangan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Data penelitian diperoleh dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan hasil wawancara dengan Senior Manager Penjagaan Aset PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divre I. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan (library research), sementara analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yang bersifat deskriptif analitis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kepemilikan aset tanah antara PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan Kementerian Perhubungan dalam sudut pandang pengelolaan aset merupakan bagian dari kekayaan negara yang dipisahkan berdasarkan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, namun terhadap aset PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang juga diklaim oleh Kementerian Perhubungan, maka secara administrasi pencatatannya harus dilaporkan kepada Kementerian Keuangan. Pemisahan antara status kepemilikan aset PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan Kementerian Perhubungan dapat dilihat pada Pasal 36 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Kedudukan hukum Grondkaart sebagai bukti penguasaan atas tanah perkeretaapian berdasarkan pada Surat Menteri Keuangan/Dirjen Pembinaan BUMN kepada Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. S11/MK.16/1994 tanggal 24 Januari 1995. Pemanfaatan aset tanah PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang dibebani dengan Hak Guna Bangunan secara peraturan perundang-undangan tidak diperbolehkan untuk disewakan