Praktik kawin kontrak secara substantif bertentangan dengan ketentuan hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia. Hal ini tidak sejalan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang mensyaratkan pencatatan setiap perkawinan, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (2). Oleh karena itu, kawin kontrak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hukum perkawinan yang ada.Penelitian ini bersifat Kualitatif, spesifikasi dalam penilitian ini adalah deskriptif analisis.Penelitian ini menggunakan pendekatan yang bersifat yuridis normatif. Penelitian normatif diambil sebagai pendekatan utama dalam penelitian ini dikarenakan yang menjadi pehatian utama merupakan ketentuan perundang-undangan yang mengatur terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang dengan modus kawin kontrak di Cisarua Kabupaten Bogor.Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus kawin kontrak telah menjadi isu yang semakin serius di Indonesia, terutama di daerah-daerah wisata seperti Cisarua, Kabupaten Bogor. Praktik ini tidak hanya merugikan perempuan yang terlibat, tetapi juga melanggar hak asasi manusia secara mendasar. Penegakan hukum yang efektif sangat penting untuk menangani masalah ini, mengingat banyaknya perempuan yang terjebak dalam situasi eksploitasi di balik janji pernikahan yang tidak bermakna.Perlindungan korban dalam hukum sangat penting dan sesuai dengan UU No. 21/2007, yang mengharuskan penyediaan rehabilitasi dan reintegrasi bagi korban TPPO. Proses ini membantu korban kembali ke masyarakat dengan dukungan yang diperlukan, termasuk pendidikan dan pelatihan keterampilan.