Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Dampak pertambangan batu bara Dampak Pertambangan Batu Bara Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Lokal di Kota Jambi: Dampak Pertambangan Batu Bara Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Lokal Di Kota Jambi Suryani, Nilma; Armansyah, Armansyah; Yetti, Hafiza
UNES Law Review Vol. 7 No. 1 (2024): UNES LAW REVIEW (September 2024)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada mulanya kegiatan perekonomian masyarakat sekitar ditumpu oleh sektor pertanian, namun setelah adanya perusahaan pertambangan batubara di Jambi masyarakat mulai beralih pada sektor jasa yaitu menjadi tenaga kerja dan penyedia barang maupun jasa serta jasa untuk tenaga kerja dan perusahaan pertambangan batubara. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti akan mengkaji bagaimana dampak dari adanya pertambangan batubara terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat local di Jambi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, maka yang diperlukan adalah bahan hukum primer yang bersumber pada sumber primer, yaitu perundang-undangan dan hasil wawancara yang berhubungan dengan perumusan masalah. Tidak dapat di pungkiri bahwa pemerintah mempunyai peran yang penting dalam mencari solusi terhadap dampak dan pengaruh pertambangan batu bara yang ada di indonesia. Pemerintah harus menyadari bahwa tugas mereka adalah memastikan masa depan yang dimotori oleh energi bersih dan terbarukan.
ANALISIS PERUBAHAN BARANG BUKTI MENJADI ALAT BUKTI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2022 TENTANG TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL Suryani, Nilma; Achmad Megantara; Najmuddin
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 10 No 2 (2024): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32520/das-sollen.v10i2.3715

Abstract

Penelitian ini membahas tentang perubahan barang bukti menjadi alat bukti dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Latar belakang masalah yang diangkat adalah tingginya angka kekerasan seksual yang sebagian besar dialami oleh perempuan dan anak-anak di Indonesia, serta tantangan dalam proses pembuktian yang sering kali menjadi hambatan bagi aparat penegak hukum. Pemerintah merespons dengan memperkenalkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 untuk memperbarui ketentuan hukum yang ada, khususnya terkait dengan alat bukti dan barang bukti dalam kasus kekerasan seksual. Perubahan signifikan yang diatur dalam undang-undang ini adalah dimasukkannya barang bukti sebagai alat bukti dalam proses peradilan, yang sebelumnya tidak diakui dalam KUHAP. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan deskriptif, di mana data dikumpulkan melalui studi dokumen dan dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa perubahan status barang bukti menjadi alat bukti diatur secara jelas dalam Pasal 24 UU TPKS, yang memperkuat posisi barang bukti dalam sistem pembuktian hukum di Indonesia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual memberikan pengakuan terhadap barang bukti sebagai alat bukti yang sah, sehingga mempermudah proses pembuktian dalam kasus kekerasan seksual, yang sering kali terkendala oleh kurangnya alat bukti konvensional. Kata kunci: Barang Bukti, Alat Bukti, Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Pembuktian
Women as Victims of Human Trafficking (TPPO) In North Kalimantan Indonesia from Criminal Law and Islamic Law Perspectives Irawan, Aris; wahyuni, Fitri; Suryani, Nilma; Asneliwarni, Asneliwarni
Nagari Law Review Vol 8 No 3 (2025): Nagari Law Review
Publisher : Faculty of Law, Andalas University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/nalrev.v.8.i.3.p.514-530.2025

Abstract

The criminal act of human trafficking (TPPO) is a serious crime that occurs on both national and international scales. It is a crime that is not easily detected because it is carried out in an organized and professional manner. Cases of human trafficking continue to increase every year, both globally and in Indonesia. This clearly proves that various international and national regulations have not been able to eliminate this crime. Therefore, it can be concluded that the high rate of human trafficking is not caused by a lack of regulations established by the government, but rather by the fact that the criminal penalties imposed on the perpetrators have not been effective in deterring them. Additionally, the existing regulations have not been fully effective in preventing the crime. Thus, it is necessary to compare the legal provisions on human trafficking with those found in Islamic criminal law. This research falls under normative legal research, using secondary data and analyzed deductively. Indonesia has regulated human trafficking in the Criminal Code (KUHP), specifically in Article 296, which prohibits human trafficking in the form of sexual exploitation. Similarly, Islamic criminal law prohibits human trafficking. This is based on the primary objectives of Islamic law (Maqāṣid al-Sharī ‘ah), which emphasize the importance of preserving five essential values: religion (dīn), life (nafs), intellect (‘aql), lineage (nasl), and property (māl), as stated in the Qur'an, Surah Al-Isra (17:70). Islamic law strictly forbids all forms of coercion, slavery, and sexual exploitation, as these actions violate the sanctity of human dignity.
Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika oleh Anak di Wilayah Hukum Polresta Padang Saputra, Widi; Yoserwan, Yoserwan; Suryani, Nilma
Ranah Research : Journal of Multidisciplinary Research and Development Vol. 8 No. 1 (2025): Ranah Research : Journal Of Multidisciplinary Research and Development
Publisher : Dinasti Research

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/rrj.v8i1.1874

Abstract

Law enforcement cannot be carried out repressively because the juvenile justice system must prioritize the principle of child protection. This is especially true given the increasing number of cases, as evidenced by the police, and the number of cases occurring among them. This research problem is formulated below: How are efforts to prevent drug abuse by children in the Padang Police jurisdiction? This research method uses empirical juridical data. According to the research results, the Padang Police have implemented various structured prevention efforts. Prevention efforts are carried out through the "Police Go to School" program, outreach in areas vulnerable to drug use, and cross-sectoral collaboration, such as with the National Narcotics Agency (BNN), schools, and community leaders. Meanwhile, repressive methods are used firmly, while prioritizing the principle of restorative justice, where diversion and guidance are not prioritized except in serious cases such as the involvement of dealers.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA LUMPUR LAPINDO MASIH JAUH DARI HARAPAN Suryani, Nilma
Bina Hukum Lingkungan Vol. 1 No. 1 (2016): Bina Hukum Lingkungan, Volume 1, Nomor 1, Oktober 2016
Publisher : Asosiasi Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.859 KB)

Abstract

Tanggal 29 Mei 2016 yang akan datang genap 10 tahun kasus semburan Lumpur Lapindo yang disebabkan pengeboran gas alam oleh PT Lapindo Brantas di Kabupaten Sidoarjo. Berdasarkan pernyataan dari DPR bahwa semburan lumpur tersebut bukan kesalahan dari PT. Lapindo Brantas tapi karena pengaruh dari Gempa Yogyakarta yang terjadi pada tanggal 26 Mei 2006 dan putusan pengadilan perdata yang diajukan YLBHI dan WALHI kandas serta dihentikannya penyidikan oleh Kepolisian Jawa Timur sehingga PT. Lapindo Brantas tidak bisa dipidana. Hal ini sangat melukai hati rakyat Porong Sidoarjo yang menjadi korban dari semburan lumpur tersebut dan bahkan Aburizal Bakri sebagai pemilik PT. Lapindo Brantas dinyatakan sebagai orang terkaya di Asia Tenggara. Tidak dipidananya PT. Lapindo Brantas menggambarkan cerminan buruknya penegakan hukum pidana lingkungan di Indonesia. Sudah jelas 42 ahli menyatakan bahwa lumpur lapindo bukan bencana alam tapi murni kesalahan dari PT. Lapindo Brantas dalam melakukan pengeboran. Dan polisi sebagai penyidik, jaksa sebagai penuntut umum dan hakim yang menjatuhkan putusan seharusnya menyidangkan perkara ini dan menghukum PT. Lapindo Brantas berdasarkan Pasal 116 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) bahwa sanksi pidana bisa dijatuhkan kepada badan usaha. Dalam hukum pidana terhadap badan usaha dapat dijatuhkan pidana berupa denda atau tindakan administratif, atau penutupan sebagian atau seluruh perusahaan atau sesuai dengan asas pencemar membayar tapi tidak bisa dipidana penjara karena pengurus adalah kumpulan orang. Dengan ditegakannya hukum pidana bagi pelaku lingkungan hidup maka tujuan dari pemidanaan akan tercapai yaitu pelaku jera dan tidak mengulangi perbuatannya serta tidak dicontoh oleh orang lain.
Tanggung Jawab Pidana Rumah Sakit Terhadap Penerapan Patient Safety Dalam Pelaksanaan Asuhan Keperawatan dari Perspektif Hukum Pidana Sagita, Agnesia Wettry; Sabri, Fadillah; Elvandari, Siska; Syofyan, Syofirman; Rias, A. Irzal; Suryani, Nilma
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 3 (2023): Unes Journal of Swara Justisia (Oktober 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i3.378

Abstract

Topik baru di dalam ilmu kesehatan Indonesia melahirkan pertanyaan terhadap kedudukan rumah sakit untuk bertanggungjawab secara pidana terhadap penerapan sistem patient safety dalam menyelenggarakan asuhan keperawatan. Patient safety atau dikenal dengan keselamatan pasien menjadi topik penting dalam menghindari bahaya atau kemungkinan cedera pada pasien selama masa rawatan inap di rumah sakit. Rumah sakit sebagai korporasi bertanggungjawab atas kelalaian yang dilakukan oleh stafnya berdasarkan hubungan kerja yang terjalin di antara keduanya. Saat ini, dalam menetepkan tanggung jawab pidana rumah sakit dilakukan dengan melakukan proses penemuan hukum berdasarkan ketentuan Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Rumah Sakit, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan kebijakan hukum lainnya yang memiliki relevansi. Dalam penerapannya, patient safety sudah diatur secara hukum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 1691/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien yang diperbaharui dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien. Perawat dalam melaksanakan praktik keperawatannya dilakuaan dengan pemberian asuhan keperawatan yang telah diatur dalam Undang-Undang Keperawatan.
The Behind Discourse on the Extension of the President's Term of Office Putra, Azhari M. Hadi; Suryani, Nilma
Nagari Law Review Vol 7 No 2 (2023): Nagari Law Review
Publisher : Faculty of Law, Andalas University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/nalrev.v.7.i.2.p.420-429.2023

Abstract

Abstract: since the beginning of the 2024 simultaneous General Election (Election) stage, even before that, there have been sideways issues regarding the implementation of the election, among which the most dominant is the issue or discourse about extending the term of office of the president and postponing the 2024 election. These two discourses have become polemic in the midst of Indonesian society because some of them support it and others clearly reject it for the main reason, namely the constitutional mandate must be the basis for organizing the state. the government as the ruler is then strengthened by an analysis of academic theory according to the study of scientist C. Wright Mills an American sociologist who wrote The Power Elite in 1956 in which he gave rise to an understanding of elite theory. An understanding of the election law can realize that the legal loophole for extending the term of office of the president has been closed so that this discourse is not appropriate to continue to be put forward because it violates the constitution, as well as delaying elections which are considered to violate the constitution. As for the decision of the Central Jakarta District Court (PN), it is considered that the decision is categorized as flawed in the constitutional law rules as explained by several legal experts. In conclusion, the emergence of discourses as mentioned above is nothing but an attempt by interested parties, in this case, the ruling elites who are in the current government circle to remain in their seats of office. To prevent this, it is mandatory for the community to understand and adhere to constitutional rules in carrying out the life of the nation and state. Keywords: Delaying the 2024 Election ; Legal Basis for Elections; Elite Theory; Central Jakarta District court Decision; Elite Interests
PENEGAKAN HUKUM PIDANA LUMPUR LAPINDO MASIH JAUH DARI HARAPAN Suryani, Nilma
Bina Hukum Lingkungan Vol. 1 No. 1 (2016): Bina Hukum Lingkungan, Volume 1, Nomor 1, Oktober 2016
Publisher : Asosiasi Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.859 KB)

Abstract

Tanggal 29 Mei 2016 yang akan datang genap 10 tahun kasus semburan Lumpur Lapindo yang disebabkan pengeboran gas alam oleh PT Lapindo Brantas di Kabupaten Sidoarjo. Berdasarkan pernyataan dari DPR bahwa semburan lumpur tersebut bukan kesalahan dari PT. Lapindo Brantas tapi karena pengaruh dari Gempa Yogyakarta yang terjadi pada tanggal 26 Mei 2006 dan putusan pengadilan perdata yang diajukan YLBHI dan WALHI kandas serta dihentikannya penyidikan oleh Kepolisian Jawa Timur sehingga PT. Lapindo Brantas tidak bisa dipidana. Hal ini sangat melukai hati rakyat Porong Sidoarjo yang menjadi korban dari semburan lumpur tersebut dan bahkan Aburizal Bakri sebagai pemilik PT. Lapindo Brantas dinyatakan sebagai orang terkaya di Asia Tenggara. Tidak dipidananya PT. Lapindo Brantas menggambarkan cerminan buruknya penegakan hukum pidana lingkungan di Indonesia. Sudah jelas 42 ahli menyatakan bahwa lumpur lapindo bukan bencana alam tapi murni kesalahan dari PT. Lapindo Brantas dalam melakukan pengeboran. Dan polisi sebagai penyidik, jaksa sebagai penuntut umum dan hakim yang menjatuhkan putusan seharusnya menyidangkan perkara ini dan menghukum PT. Lapindo Brantas berdasarkan Pasal 116 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) bahwa sanksi pidana bisa dijatuhkan kepada badan usaha. Dalam hukum pidana terhadap badan usaha dapat dijatuhkan pidana berupa denda atau tindakan administratif, atau penutupan sebagian atau seluruh perusahaan atau sesuai dengan asas pencemar membayar tapi tidak bisa dipidana penjara karena pengurus adalah kumpulan orang. Dengan ditegakannya hukum pidana bagi pelaku lingkungan hidup maka tujuan dari pemidanaan akan tercapai yaitu pelaku jera dan tidak mengulangi perbuatannya serta tidak dicontoh oleh orang lain.
Analisis Kriminologis terhadap Penyebaran Konten Pornografi LGBT di Dunia Maya (Studi Putusan Pengadilan Nomor: 343/Pid.Sus/2020/Pn.Pbr) Yaswirman, Yaswirman; Suryani, Nilma; Yulian Benni, Vivi Dwi
UNES Law Review Vol. 6 No. 1 (2023)
Publisher : Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i1.783

Abstract

In essence, social media gave birth to new concerns, including the emergence of the development of the spread of pornography with pornographic sites in sharing various types of site views which are very tempting and have a major influence on the nation's morals and personality which will have a negative impact on Indonesia so that it threatens life and social order. Indonesian society. The development of pornography in society has also resulted in an increase in immoral acts. Related to the Internet and communication tools, of course very closely related to Cybercrime (Crime in cyberspace). According to the Organization of European Community Development (OECD) Cybercrime is all forms of illegal access to a data transmission. That is, all types of illegal activity in a computer system is a crime. In this thesis entitled "Criminological Analysis of the Spread of LGBT Pornographic Content in Cyberspace (Study of Court Decisions Number: 343/Pid.Sus/2020/PN.Pbr)".)" discusses the problem, namely: What are the factors that cause the spread of LGBT pornographic content in cyberspace and what is the modus operandi of perpetrators in spreading LGBT pornographic content in cyberspace. The method used to answer the problems mentioned above. In terms of the type of data studied, this study uses two types of research, namely normative juridical research that is analytically descriptive by reviewing court decisions and analyzing them. The results of the research namely; the factors that led to the spread of LGBT pornographic content in cyberspace were technological sophistication, sexual needs, lack of attention in the field of religion, and weak attention from the government. The perpetrator's modus operandi in spreading LGBT pornographic content is none other than because the perpetrator wants to vent his sexual desires and inform social media that he is gay.
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Keluarga yang Meminta untuk Dilakukan Euthanasia Ditinjau dalam Perspektif KUHP Indonesia dan Relevansinya Terhadap Hak Asasi Manusia Suryani, Nilma; Huda, Habibiellah
UNES Law Review Vol. 6 No. 1 (2023)
Publisher : Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i1.1026

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap keluarga yang meminta untuk dilakukan euthanasia ditinjau dari perspektif KUHP dan untuk mengetahui euthanasia dipandang dalam perspektif hak asasi manusia. Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan hasil penelitian yang berhubungan dengan pertanggungjawaban pidana terhadap keluarga yang meminta untuk dilakukan euthanasia ditinjau dalam perspektif kuhp indonesia dan relevansinya terhadap hak asasi manusia, dengan menggunakan metode yuridis normatif dan data sekunder sebagai data utama. Adapun hasil penelitian ini yaitu pertanggungjawaban pidana terhadap keluarga yang meminta untuk dilakukan euthanasia dapat dikenakan Pasal 345 KUHP Indonesia dengan pidana penjara maksimal empat tahun. Pasal ini dianggap mendekati dengan euthanasia pasif dengan hukum pidana penjara maksimal 4 (empat) tahun. Kemudian eutanasia dari perspektif hak asasi manusia bertentangan dengan Pasal 28A, Pasal 28G ayat (2), dan Pasal 28I ayat (1). Selanjutnya Pasal 4, Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Jadi, jika dipandang dalam perspektif hak asasi manusia, euthanasia sangat bertentangan dan melanggar Undang-Undang Dasar 1945 dan juga Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.