Yusuf, Muhammad Suaidi
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Bercanda Menurut At-Tabari Yusuf, Muhammad Suaidi; Nasuki, Ahmad
Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 3 No. 2 (2022): Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Wadi Mubarak Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62109/ijiat.v3i2.28

Abstract

  Setiap umat manusia menginginkan keselamatan didunia dan akhirat, Allah subḥanahu wa ta’ālaatelah menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman untuk jalan keselamatannya. Fenomena bercanda atau bersenda gurau kerap kali menjadi salah satu sebab terjadinya perpecahan dan kesnjangan antar sesama umat. Candaan yang seharusnya dijadikan sebagai pemererat persatuan serta menambah keharmonian dalam pesaudaraan malah berujung perpecahan dan permusuhan, lantaran candaan yang dilakukan tidak sesuai dengan tuntutan agama, serta salahnya memahami tentang hakikat senda gurau yang sebenarnya.Al-qur’an menjelaskan serta menyebutkan perbuatan orang-orang terdahulu dalam bersenda gurau, sebagai salah satu pelajaran serta pemahaman yang dapat diambil dalam bersenda gurau, melalui penelitian ini penulis akan membahas ayat-ayat senda gurau dengan metode penelitian kepustakaan (library reseach), dengan penjelasan deskriptif analisis. Senda gurau dalam al-Qur’an disebutkan dalam kata lahwun yang terulang sebanyak sebelas kali dengan siyaq yang berbeda beda. Dari analisis ayat-ayat senda gurau yang telah dilakukan penulis mengambil kesimpulan bahwa senda gurau atau candaan ialah suatu perkataan atau perbuatan dengan tujuan mencari kesenangan yang memiliki dampak positif dan negatif yang dapat melalaikan seseorang dari mengingat Allah dan mengikuti jalannya Abstract Every human being wants salvation in this world and the hereafter, Allah sub-anahu wa ta'ālaaate has made the Qur'an as a guide for the way of his salvation. The phenomenon of joking or joking is often one of the causes of divisions and gaps between people. The jokes that should be used to strengthen unity and increase harmony in brotherhood actually lead to division and hostility, because the jokes are not in accordance with religious demands, and there is a misunderstanding about the true nature of jokes. The Qur'an explains and mentions the actions of people. In the past in joking, as one of the lessons and understandings that can be taken in joking, through this research the author will discuss the verses of joking with the library research method, with a descriptive analysis explanation. Joking in the Qur'an is mentioned in the word lahwun which is repeated eleven times with different siyaq. From the analysis of the joking verses that have been carried out, the author concludes that joking or joking is a word or deed with the aim of seeking pleasure that has positive and negative impacts that can distract a person from remembering Allah and following his path.
Relevansi Kisah Nabi Musa dan Fir’aun menurut Al-Qur’an dengan Islamofobia Gantara, Gilang Eksa; Fiqriadi; Yusuf, Muhammad Suaidi
Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 4 No. 2 (2023): Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Wadi Mubarak Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62109/ijiat.v4i2.44

Abstract

Dengan era globalisasi saat ini, pengaruh Islam bisa tersebar dengan mudah dan cepat. Ekses negatifnya adalah banyak orang yang belum memahami Islam tapi dengan cepat juga merasa fobia terhadap Islam dan ajarannya, atau yang disebut juga dengan Islamofobia. Kebencian terhadap Islam sendiri bukan barang baru dari era globalisasi, tapi sudah ada sejak dulu. Karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkontekstualisasikan kisah Nabi Musa dan Fir’aun dengan tema Islamofobia, serta menjelaskan strategi yang Musa ambil dalam melawan Islamofobia Fir’aun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kisah Nabi Musa melawan Fir’aun apabila dikontekstualisasikan dengan fenomena Islamofobia sangat relevan. Tuduhan-tuduhan Fir’aun yang menunjukkan kebenciannya terhadap Musa dan pengikutnya adalah; penyihir, ingin merusak, ingin berkuasa, bahkan ingin mengusir orang Mesir; padahal Musa hanya ingin membebaskan Bani Israil untuk beribadah. Begitu juga Fir’aun memberikan ancaman penjara, melakukan genosida, pembantaian, perusakan reputasi Musa, juga ancaman pembunuhan terhadap Musa. Dalam menghadapi Islamofobia Fir’aun, Nabi Musa menerapkan tiga strategi kunci, yaitu: mencoba berdialog dengan Fir’aun secara positif dan konstruktif, menguatkan komunitasnya agar tidak terpengaruh oleh Islamofobia Fir’aun, membentuk komunitas yang mandiri dan bebas dari pengaruh kekuasaan Fir’aun. Strategi-strategi ini menjadi landasan penting untuk merespons tantangan Islamofobia dengan bijak dan efektif. Abstract In the current era of globalization, the influence of Islam is easily and rapidly disseminated. However, a negative consequence of this is the emergence of Islamophobia, where many individuals, despite lacking a comprehensive understanding of Islam, quickly develop a phobic attitude towards the religion and its teachings. Nevertheless, the hatred towards Islam is not a novel phenomenon and has persisted over time. This study aims to contextualize the narrative of Prophet Moses and Pharaoh within the theme of Islamophobia, elucidating the strategies employed by Moses to counter Pharaoh's Islamophobic sentiments. The study reveals the resonance of the Prophet Moses' story against Pharaoh with the contemporary phenomenon of Islamophobia. Pharaoh, portraying his animosity towards Moses and his followers, was accusing them of wanting to corrupt, rule, and even expel the Egyptians. Pharaoh also responded Moses’s call with threats of imprisonment, genocide, murder, character assassination against Moses, and even death threats. Faced with Pharaoh's Islamophobia, Prophet Moses implemented three strategic approaches: engaging in constructive dialogue with Pharaoh, fortifying his community to resist the impact of Islamophobia, and establishing an independent community free from Pharaoh's influence. These strategies serve as a crucial foundation for responding wisely to the challenge posed by Islamophobia.
Nilai-nilai Adab Bersosial dalam Surah An-Nur Yusuf, Muhammad Suaidi; Mumtaz, Thoriq
Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 1 No. 1 (2020): Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Wadi Mubarak Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62109/ijiat.v1i1.7

Abstract

The loss of adab is a core problem that Muslims must fix today. Among the manners that must get more attention in this day and age are social manners, because humans are not only individual creatures but also social beings who need other people in living their lives. The Qur'an as the main guideline for Muslims in carrying out their religious laws has explained several adabs that are closely related to social etiquette, among the letters that contain social values ​​are Surah An-Nūr. This research was conducted using library research, namely research by examining written sources, for example books or books related to the subject matter of Sayyid Qutb. The approach that the author uses is historical analysis. The author then makes the book Fī Zhilāl Al-Qur'ān as a primary data source and books related to adab as a secondary source. The results of this study found that Sayyid Qutb interpreted 27-32 letters of An-Nūr with the Adāb Ijtmā'ī approach which is easier to understand and practice today. The values ​​of social etiquette contained in verses 27-32 are asking for permission, saying greetings and respecting the privacy of the house, lowering the gaze and maintaining the genitals, avoiding tabarruj in dress, avoiding ikhtilāt between men and women, virtues and motivations for marriage. Everything requires at least two sources for the process to occur. These three verses make Him not have anything similar or comparable to Him in every aspect whatsoever, as in the fourth verse. Second, Ibn Taimiyah refuted the arguments of Jews, Christians, and philosophers with the third verse of Surah Al-Ikhlāṣ. As for the scholars of kalam, he denied them for using a new term in religion to understand religion. Abstrak Hilangnya adab (Loss of adab) merupakan masalah inti yang harus diperbaiki umat Islam pada zaman sekarang. Di antara adab yang mesti mendapatkan perhatian lebih di zaman sekarang adalah adab dalam bersosial, karena manusia bukan hanya makhluk individual akan tetapi dia juga makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Al-Qur’an sebagai pedoman utama umat Islam dalam menjalankan syariat agamanya telah menerangkan beberapa adab yang berkaitan erat dengan adab bersosial, di antara surat yang mengandung nilai-nilai adab bersosial adalah surat An-Nūr. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kepustakaan, yaitu penelitian dengan cara mengkaji sumber-sumber tertulis, misalnya kitab atau buku yang berkaitan dengan pokok pembahasan yakni Sayyid Quthb. Pendekatan yang penulis gunakan ialah analisis historis. Penulis kemudian menjadikan kitab Fī Zhilāl Al-Qur’ān menjadi sumber data primer dan buku-buku yang berkaitan dengan adab sebagai sumber sekundernya. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Sayyid Quthb menafsirkan 27-32 surat An-Nūr dengan pendekatan Adāb Ijtmā’ī yang mana hal tersebut lebih mudah dipahami serta dipraktekan pada zaman sekarang. Nilai-nilai adab bersosial yang terkandung dalam ayat 27-32 adalah Meminta izin, mengucapkan Salam dan menghormati privasi rumah, Menundukan pandangan dan memelihara kemaluan, Menjauhi tabarruj dalam berpakaian, Menghindari ikhtilāt antara laki-laki dan perempuan, Keutamaan dan motivasi menikah.
Konsep Persaudaraan Kaum Muhajirin dan Kaum Anshar dalam Al-Qur’an Yusuf, Muhammad Suaidi; Oktaviani, Zalfa Nanda
Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 2 No. 1 (2021): Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Wadi Mubarak Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62109/ijiat.v2i1.13

Abstract

Persaudaraan secara umum memiliki makna sebagai orang yang berhubungan keluarga, sekelompok (sepaham, seagama, sekufu), kawan, teman. Fokus pada penelitian ini adalah persaudaraan yang terjalin antara kaum Muhajirin dan Anshar. persaudaraan ini bukan persaudaraan biasa, melainkan persaudaraan yang bersifat khusus. Kaum Muhajirin yang datang ke Madinah bersama Nabi tidak memiliki harta dan bekal apapun. Namun dengan pengorbanan dan rasa kasih sayang dalam dada kaum Anshar, mereka membantu kaum Muhajirin dalam menghadapi kesulitannya. Tidak ada pada mereka sedikitpun rasa dengki pada pembagian harta rampasan perang dan keistimewaan yang Allah lebihkan atas kaum Muhajirin. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui konsep persaudaraan dalam Islam, khususnya persaudaraan yang terjalin antara kaum Muhajirin dan Anshar dalam Al-Qur’an. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan jenis data kualitatif. Hasil penelitian ini adalah bahwa persaudaraan yang terjalin antara kaum Muhajirin dan Anshar adalah persaudaraan yang dilandaskan oleh iman. Kedua kaum tersebut tidak saling mengenal sebelumnya dan tidak ada ikatan darah. Berbeda suku, ras, dan etnis. Namun mereka disatukan oleh iman yang membuat mereka rela saling memberi, membantu, dan meringankan beban.
Pengelolaan Rasa Takut melalui Kisah Nabi Musa dalam Al-Qur’an Maura, Aisyah Safa; Hakim, Luqman Nol; Yusuf, Muhammad Suaidi
Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 6 No. 1 (2025): Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Wadi Mubarak Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62109/ijiat.v6i1.193

Abstract

Kegagalan atau ketidakmampuan seseorang dalam memanajemen emosinya akan berakibat fatal pada kesehatan mentalnya. Pada kasus emosi takut, ketidakmampuan seseorang dalam memanajemen emosinya akan mengakibatkan gangguan mental berupa gangguan kecemasan serta fobia. Al-Qur’an menawarkan solusi permasalahan ini. Maka dari itu, penelitian ini diangkat untuk mengetahui bagaimana manajemen emosi takut yang Allah ajarkan melalui Al-Qur’an, terkhususnya menurut perspektif ayat-ayat kisah Nabi Musa. Penelitian dilakukan dengan pendekatan ilmu tafsir dan ilmu psikologi serta menggunakan metode penelitian kualitatif dengan kajian studi kepustakaan (library research). Perbedaan kajian ini dengan kajian terdahulu adalah pembahasan mengenai manajemen emosi takut serta menggunakan ayat-ayat emosi takut pada kisah Nabi Musa. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan analisis isi (content anaysis) yang sifatnya deskriptif analisis. Setelah itu, kajian menggunakan tiga model manajemen emosi oleh M. Darwis Hude, yaitu model pengalihan (displacement), model penyesuaian kognisi (cognitive adjustment), dan model coping. Setelah dilakukan penelitian, dihasilkan kesimpulan bahwa model manajemen emosi takut yang dicontohkan oleh Nabi Musa dalam Al-Qur’an setidaknya ada dua jenis, yaitu berupa model manajemen emosi pengalihan (displacement) yang dilakukan dengan bentuk berdoa dan model manajemen emosi penyesuaian kognitif (cognitive adjustment) yang dilakukan dalam bentuk prasangka baik (husnu dzann). Abstract A person's failure or inability to manage their emotions can have fatal consequences for their mental health. In the case of fear, the inability to manage their emotions can lead to mental disorders such as anxiety and phobias. The Quran offers a solution to this problem. Therefore, this study aims to determine how God teaches us to manage the emotion of fear through the Quran, specifically from the perspective of the verses in the story of the Prophet Moses. The research was conducted using an exegetical and psychological approach, using qualitative research methods with a library study. The difference between this study and previous studies is the discussion of the management of the emotion of fear and the use of verses related to the emotion of fear in the story of the Prophet Moses. This study employed descriptive content analysis as a data analysis technique. The study then utilized three models of emotion management by M. Darwis Hude: the displacement model, the cognitive adjustment model, and the coping model. After conducting research, it was concluded that the model for managing fear emotions exemplified by the Prophet Moses in the Quran consists of at least two types: a displacement model, which is carried out through prayer, and a cognitive adjustment model, which is carried out through positive assumptions (husnu dzann).