This article examines the position and function of the Aceh Qanun within Indonesia’s national legal system and compares it with Sharia-based Regional Regulations (Perda Syariah) in other provinces. The Aceh Qanun is a regional legal product arising from Aceh’s special status as a region granted special autonomy under Law Number 11 of 2006 concerning the Government of Aceh. This special status is the result of a long historical dynamic and a peace process between the Government of Indonesia and the Free Aceh Movement (GAM). Juridically, the Aceh Qanun is equivalent to regional regulations but possesses distinctive substantive characteristics grounded in Islamic Sharia. Employing a juridical-normative approach and comparative method, this study explores the legal basis, substance, and implementation of the Aceh Qanun relative to Sharia-based regional regulations elsewhere. The findings indicate that although both are structurally regional legislative products, the Aceh Qanun has a different legal foundation, judicial review mechanism, and a constitutionally stronger substantive scope. This study contributes to the development of constitutional and Islamic law and serves as a reference for formulating regional regulations that are constitutional, equitable, and responsive to local wisdom.   Abstrak: Artikel ini membahas kedudukan dan fungsi Qanun Aceh dalam sistem hukum nasional Indonesia serta membandingkannya dengan Peraturan Daerah (Perda) Syariah di provinsi lain. Qanun Aceh merupakan produk hukum daerah yang lahir dari kekhususan Aceh sebagai wilayah yang diberi otonomi khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Kekhususan ini merupakan hasil dari dinamika sejarah panjang serta proses damai antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka. Secara yuridis, Qanun Aceh setara dengan perda, namun memiliki karakter substantif yang khas karena berlandaskan syariat Islam. Artikel ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif dan metode komparatif untuk menelusuri dasar hukum, substansi, dan implementasi Qanun Aceh dibandingkan dengan Perda Syariah di daerah lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun secara struktural keduanya merupakan produk legislasi daerah, Qanun Aceh memiliki dasar hukum, mekanisme pengujian, dan lingkup materi yang berbeda dan lebih kuat secara konstitusional. Kajian ini diharapkan memberikan kontribusi terhadap pengembangan hukum tata negara dan hukum Islam, serta menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan regulasi daerah yang konstitusional, adil, dan responsif terhadap kearifan lokal