Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

GENDER DAN PEMBELAJARAN HADIS DI PESANTREN: Analisis Gender dalam Pembelajaran Hadis di Pondok Pesantren al-Khoziny Buduran Sidoarjo Sa’diyah, Fatichatus
RIWAYAH Vol 5, No 2 (2019): Riwayah : Jurnal Studi Hadis
Publisher : ilmu hadis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/riwayah.v5i2.6142

Abstract

al-Qur'an jelas menyebutkan bagaimana Allah mendudukkan perempuan pada kedudukan yang sewajarnya dan meluruskan semua pandangan salah dan keliru yang berkaitan dengan kedudukan dan kemanusiaannya. Di samping itu, praktik kehidupan sosial pada masa Nabi SAW juga diakui telah menempatkan posisi perempuan dalam kedudukan yang setara dengan laki-laki. Struktur patriarki pada masa jahiliyah telah dibongkar Islam dengan memberikan hak-hak kepada perempuan yang pada masa sebelumnya tidak diberikan. Berbeda dengan pembelajaran hadis di pondok pesantren al-Khoziny Buduran Sidoarjo. Penulis menemukan beberapa perbedaan terkait isu gender. Di antaranya tentang konstruksi bangunan, pembiayaan, pengelolaan, dan metodologi pembelajaran hadis. Setelah ditelusuri, beberapa isu yang ditemukan penulis tersebut merupakan sebuah konstruksi sosial. Artinya, perbedaan antara putra dan putri diciptakan oleh masyarakat itu sendiri. Pembentukan ini pada hakikatnya tidak bertujuan untuk merendahkan atau mendiskreditkan santri putri, melainkan untuk menjaga dan memuliakannya.
Tashbi>h Dalam Hadis Nabi (Analisis Tashbi>h Dalam Sunan al-Tirmidhi> Bab Zuhd) Fatichatus Sa’diyah
Prosiding Konferensi Nasional Bahasa Arab No 4 (2018): Prosiding Konferensi Nasional Bahasa Arab IV
Publisher : Prosiding Konferensi Nasional Bahasa Arab

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak: Penelitian terkait Sastra al-Qur’an banyak dibahas. Akan tetapi, pembahasan tentang Sastra Hadis kurang mendapat perhatian. Padahal, Nabi sebagai sumber hadis adalah orang yang paling fasih dari kalangan orang arab. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas hadis-hadis yang mengandung unsur tashbi>h dalam Sunan al-Tirmidhi> Bab Zuhd. Selain menggunakan pendekatan balaghah, penulis juga menggunakan pendekatan historis teks hadis, dan sains. Dalam penelitian ini, ditemukan 9 hadis tashbi>h; tiga hadis dalam tingkat tashbi>h a`la> dan sisanya dalam tingkat wust{a>. Berdasarkan tujuan tashbi>h; baya>n h{a>l mushabbah (tiga hadis), baya>n miqda>r mushabbah (dua hadis), taqri>r h{a>l mushabbah (dua hadis), dan tazyi>n al-musyabbah (dua hadis). 9 Hadis tashbi>h merupakan hadis qawli>, di antaranya berbentuk percakapan. Berdasarkan pendekatan sains, di antara hadis tasybih dijelaskan bahwa masa sebulan di akhirat bagaikan setahun di dunia. Berdasarkan pemikiran Albert Einstein tentang Teori Relativitas yang dijadikan dasar pemikiran bahwa waktu adalah variabel yang bisa dibelokkan, yang berarti waktu bisa berubah-ubah.Kata Kunci: Tashbi>h, Hadis Nabi, Sunan al-Tirmidhi
Upacara Pernikahan Adat Jawa (Kajian Akulturasi Nilai-Nilai Islam dalam Pernikahan Adat Jawa di Desa Jatirembe Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik) Fatichatus Sa’diyah Sa’diyah
AL-THIQAH : Jurnal Ilmu Keislaman Vol 3 No 02 (2020): Oktober
Publisher : LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Darussalam Bangkalan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada umumnya, adat pernikahan Jawa berkiblat pada adat Yogyakarta atau Solo. Masing-masing dari keduanya memiliki karakteristik, dan perbedaan antara satu dengan lainnya. Berdasarkan deskripsi terkait kiblat pernikahan Jawa adat Yogyakarta dan Surakarta, penulis menemukan beberapa perbedaan pelaksanaan pernikahan antara kiblat adat pernikahan Yogyakarta dan Surakarta dengan adat pernikahan yang disaksikan penulis di desa Jatirembe Kecamatan Benjeng kabupaten Gresik. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Berdasarkan tempatnya dan sumbernya, penelitian ini merupakan penelitian lapangan atau field research. Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti tentang bagaimana pelaksaan pernikahan adat Jawa di Desa Jatirembe, nilai-nilai apa yag terkandung dalam upacara tersebut dan apa perbedaan antara pernikahan adat di Jatirembe dengan kiblat pernikahan adat (Yogyakarta dan Surakarta). Berdasarkan hasil penelitian ini, upacara pernikahan adat Jawa di Desa Jatirembe lebih berkiblat pada Mazhab Surakarta, meski terdapat beberapa perbedaan. Adapun akulturasi nilai-nilai Islam yang terdapat dalam upacara pernikahan adat tersebut berhubungan dengan akhlak seorang istri terhadap suaminya yang tercerminkan dalam beberapa upacara, juga akhlak seorang anak kepada kedua orang tuanya. Di mana kedua perintah tersebut sesuai dengan apa yang ada dalam al-Qur’an dan Hadis.
Deoband dan Perannya Bagi Muslim India Fatichatus Sa’diyah
AL-THIQAH : Jurnal Ilmu Keislaman Vol 3 No 01 (2020): April
Publisher : LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Darussalam Bangkalan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Terdapat ada tiga kerajaan besar Islam. Di antaranya adalah Kerajaan `Uthma>ni> di Turki, Kerajaan S{afawi> di Persia (sekarang Iran) dan Kerajaan Mughal di India. Masing-masing dari ketiganya memiliki napak tilas sejarah yang meninggalkan peradaban untuk masing-masing negara. Seperti Kerajaan Mughal. Dalam sejarah, terdapat beberapa peninggalan peradaban dari kerajaan tersebut, di antaranya adalah Madrasah Deoband. Madrasah tersebut memiliki andil yang sangat besar bagi masyarakat India. Dalam artikel berikut ini, akan dikemukakan latar belakang berdirinya Da>r al `Ulu>m Deoband atau Madrasah Deoband dan kontribusinya bagi masyarakat muslim India untuk mengupas sejauh mana bentuk pembaharuan di India ketika itu yang dapat dibilang masih dini. Berdasarkan hasil penelitian ini, Da>r al `Ulu>m inilah yang kemudian mengeluarkan ulama-ulama besar India. Melalui ulama-ulama besar itu, Deoband memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat Islam India, terutama awamnya. Kedudukan Deoband di India sama dengan kedudukan al-Azhar di Mesir. Bentuk pembaharuan yang dihasilkan oleh Deoband adalah pendidikan hingga dapat mendirikan dan mengembangkan madrasah sebesar dan seterkenal ini.
Kaidah Tafsir Fatichatus Sa’diyah
Al-Thiqah : Jurnal Ilmu Keislaman Vol 4 No 1 (2021): April
Publisher : LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Darussalam Bangkalan Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Orang yang menafsirkan al-Qur’an memiliki peranan penting bahkan turut menentukan bagi pemasyarakatan al-Qur’an. Untuk itu, mufasir perlu memiliki syarat-syarat tertentu. Selanjutnya, hendaknya ia jadikan tata cara dan aturan penafsiran al-Qur’an sebagai suluh pandangan dan pemikiran, serta mempergunakannya untuk mengamati berbagai peristiwa yang telah lalu maupun yang akan datang. Dengan berpedoman pada hal tersebut, maka seseorang calon mufasir akan mengetahui dengan jelas betapa tinggi nilai dan kedudukan petunjuk al-Qur’an. Dan kaidah-kaidah yang terdapat dalam tata cara menafsirkan al-Qur’an dapat dimanfaatkan sebagai pedoman untuk menafsirkan ayat al-Qur’an. Kaidah-kaidah yang diperlukan para mufasir dalam memahami ayat al-Qur’an di antaranya terpusat pada kaidah bahasa dan penghayatan uslu>bnya yang banyak diulas dalam ilmu bahasa Arab. Dalam artikel ini penulis akan sedikit menguraikan tentang bagaimana urgensi kaidah tafsir untuk penafsiran al-Qur’an, dan kaidah-kaidah apa saja yang harus dipahami oleh mufasir sebelum menafsirkan. Para ulama sepakat untuk menetapkan bahwa tujuan utama dari kaidah-kaidah tafsir adalah untuk memberikan pedoman bagi mufasir agar tidak menyimpang dari kebenaran ketika menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Kaidah-kaidah itu di antaranya; kaidah jumlah, kaidah ma`rifah dan nakirah, kaidah istifha>m, kaidah soal dan jawab, kaidah i`ra>b, dan kaidah taqdi>m dan ta’khi>r.
PEMIKIRAN HADIS SHÂH WALÎ ALLAH AL-DAHLAWÎ TENTANG METODE PEMAHAMAN HADIS Fatichatus Sa'diyah
Jurnal Studi Ilmu-ilmu Al-Qur'an dan Hadis Vol 20, No 2 (2019): Juli
Publisher : UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (593.328 KB) | DOI: 10.14421/qh.2019.2002-03

Abstract

The problem of understanding the hadith of the Prophet is an urgent question to discuss. This stems from the reality of the hadith as the second source of Islamic teaching after the Quran which in some respects is different from the Quran. One possible way is to conduct a study on the method of understanding the hadith of Shah Walî Allah al-Dahlawî. In this study, it will be elaborated on the method of understanding the hadith based on their forgetting. The results of this study show that epistemologically, the method of understanding hadith according to al-Dahlawî is, among others; the understanding of the hadith based on its validity (knowing its meaning, thus its legal content, ‘illat, harmony, and conditions), the solution of the opposite hadith, and the understanding of the hadith based on historical facts. Ontologically, the method of understanding al-Dahlawî’s hadith is: the hadith is understood based on the position of the Prophet divided into two parts (tablîgh and ghayr al-tablîgh), and the hadith is also understood based on the secrets contained in the text of the hadith. Such al-Dahlawî’s thinking on the method of understanding the hadith has several implications; First, the understanding of the hadith offered opens up the possibility of developing scholars insights later, in which they adopt the same approach as al-Dahlawî. Second, the applications and examples presented by al-Dahlawî have much to do with fiqh. He was a scholar who was able to reconcile the hadith and fiqh, whose thoughts from his works are the answer to the turmoil of thought and the sect that occurred in his time in India. Kata Kunci: Hadis, Hadith Thought, Shâh Walî Allah al-Dahlawî, the method of understanding the hadith
Praktik Mubāhalah di Masyarakat Desa Kajjan Kec. Blega Kab. Bangkalan-Madura Fatichatus Sa'diyah; Maskuroh Makmun
Al-Thiqah : Jurnal Ilmu Keislaman Vol 5 No 1 (2022): April
Publisher : LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Darussalam Bangkalan Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56594/althiqah.v5i1.61

Abstract

The history of the Prophet’s life journey once photographed a moment that was so tense when Muhammad SAW was given revelation by Allah SWT. QS. Ali Imran: 61, for inviting Najran to carry out “mubahalah” by inviting Ali, Fatima, Hasan and Husein. Mubahalah is an oath made by two disputing parties by asking Allah SWT to curse those who lie. This wes happened because the monks of Najran were reluctant to accept the truth about Prophet Isa. They believed that Jesus is the son of Allah swt. Furthermore, hundreds of years after the death of the Prophet Muhammad, the author find the practice of swearing by most of the people of Kajjan Village, Belaga District, Bangkalan Regency, in order to serve as a medium to solve very complicated problems. The author interests in studying intensely related to how the practice of oaths in the Kajjan village. The spirit of this research is living Qur’an research, which is library and field research using interview and documentation methods in data collection. The conclusion of this study is that the people of Kajjan village use practice as a medium to prove the truth of the news or quotes spoken from them, by asking Allah SWT to use the word “Billahi, Wallahi, Tallahi” if they themselves are based on a certain way
PELAKSANAAN SANTUNAN ANAK YATIM PIATU DALAM RANGKA 10 MUHARROM DI DESA DALEMAN GALIS BANGKALAN Fatichatus Sa'diyah
PEDAMAS (PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT) Vol. 1 No. 04 (2023): NOVEMBER 2023
Publisher : MEDIA INOVASI PENDIDIKAN DAN PUBLIKASI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dari hadis dapat diketahui, bahwa Allah sangat menganjurkan kita umat Islam untuk berlomba-lomba melakukan kebaikan terutama pada 10 hari pertama bulan Muharram. Karena dalam bulan tersebut pahala orang yang melakukan kebaikan akan dilipat gandakan oleh Allah. Berangkat dari hal ini, pada 10 Muharram peneliti ingin mengadakan program santunan anak yatim piatu di desa Daleman Galis Bangkalan. Desa Daleman tersebut memiliki banyak anak yatim piatu yang kekurangan, oleh karenanya disisi lain untuk menyambut 10 Muharram program ini sekaligus untuk membuat masyarakat lebih peduli terhadap anak yatim di sekitar mereka. Tujuan dari pembentukan program santunan anak yatim piatu dalam Rangka 10 Muharrom di Desa Daleman ini ialah untuk membantu para anak yatim piatu yang kekurangan. Dan dapat meningkatkat nilai spiritiual dibulan muharram.Program ini dilakukan guna memberitahu masyarakat tentang keutaman berbuat baik di bulan muharram. Oleh karenanya kami mengadakan program santunan anak yatim piatu pada 10 Muharram di Desa Daleman Galis Bangkalan. Program ini dilaksanakan di kediaman bapak kepala desa Daleman dengan mengundang seluruh anak yatim piatu yang ada di Desa tersebut serta mengundang para masyarakat desa. Dari kegiatan pengabdian pada masyarakat ini dapat disimpulkan bahwa, program santunan anak yatim piatu dalam Rangka 10 Muharrom di Desa Daleman, memebrikan pengaruh besar terhadap masyarakat untuk memeperbanyak berbuat baik dan menyantuni para anak yatim.
Genealogi Hukum Islam di Indonesia Fatichatus Sa'diyah; Islamiyah Islamiyah; Muhammad Najib; Abdul Fattah
Al-Thiqah : Jurnal Ilmu Keislaman Vol 6 No 2 (2023): Oktober
Publisher : LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Darussalam Bangkalan Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56594/althiqah.v6i2.149

Abstract

Artikel ini mengkaji ulang bagaimana sejarah hukum Islam di Indonesia serta bentuk konkritnya dalam sebuah lembaga. Pembahasan ini menarik untuk dikaji dengan mempertimbangakan beberapa hal. Pertama, pelacakan terhadap asal usul hukum di Indonesia harus diluruskan untuk menghindari asumsi bahwa hukum positif Indonesia mengabaikan hukum Islam. Kedua, Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, namun tidak menerapkan pancasila sebagai dasar hukumnya. Kajian terhadap sejarah hukum Islam harus dilanjutkan untuk menunjukkan posisi hukum Islam di Indonesia. Penelitian inia dalah penelitian deskriptif-historis dengan menggunaka teori Arnold J Toynbee tentang Challenge dan Opportunities. Pada dasarnya, hukum Islam sudah dipraktikkan di Indonesia sejak zaman kerajaan. Berdasarkan teori Toynbee, keadaan yang berliku saat terancamnya pemberlakuan hukum Islam, hingga saat masa-masa awal Indonesia merdeka merupakan sebuah challenge atau sebuah tantangan dalam pelaksanaan hukum Islam. Terbentuknya hukum Islam dalam sebuah lembaga pengadilan agama dan Majelis Ulama Indonesia merupakan sebuah tanggapan atas fenomena lika-liku tersebut. Kini, pengadilan agama dan Majelis Ulama Indonesia mengalami perkembangan pesat terutama pada struktur, kekuasaan dan prosedurnya yang sama dengan peradilan yang lainnya di Indonesia. Tidak hanya berkembang secara struktur, keduanya telah memiliki produk yang menjadi acuan umat Islam hingga saat ini; Pengadilan Agama dengan Kompilasi Hukum Islamnya dan Majelis Ulama Indonesia dengan Fatwanya.
Syar’i Hijab Culture and Its Implications For Santriwati at Pondok Pesantren Putri Darusshoolah Pusat Pakong Sa'diyah, Fatichatus; Anur, Homuud; Honda, Zein; Jie, Lie; Jixiong, Cai
Journal International Dakwah and Communication Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hikmah Pariangan Batusangkar, West Sumatra, Indonesia.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (350.158 KB) | DOI: 10.55849/jidc.v1i2.155

Abstract

Hijab there are tools used to cover the head, basically this hijab is variegated in shape. There is such a thing as jilboob, khimar, hijab and niqab. This study focused on the syar’i headscarf used in the daily lives of Darussholah’s female students in pakong center. This research uses qualitative methods with a phenomenological approach. The cultural implications of the syar’i hijab show a positive thing for students, even in this pesantren applying this syar’i hijab in their daily lives. Basically, the obligation to wear this hijab has been mandated in the Qur’an and hadith, even it has been practiced by the wives of the Prophet Muhammad saw. The benefits that can be felt when a Muslim woman wears a hijab among them can make the woman avoid distractions, her muruah is awake, maintain chastity and avoid anathema of Allah swt