Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN NEW ERA BOOTS DI TELEVISI (KAJIAN SEMIOTIKA ROLAND BARTHES) Noor, Firdaus; Wahyuningratna, Ratu Nadya
IKRAITH-HUMANIORA Vol 1 No 2 (2017): IKRAITH-HUMANIORA vol 1 Nomor 2 Bulan November 2017
Publisher : Universitas Persada Indonesia YAI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (624.009 KB)

Abstract

Iklan televisi merupakan salah satu media komunikasi yang paling efektif dan efisien sebagai media untukmemasarkan produk dan citra suatu perusahaan. Namun saat ini banyak iklan televisi yang menampilkanadegan maupun kata-kata yang kurang senonoh dengan menonjolkan kesan ‘seks’ di dalamnya. Namunternyata menjual seks melalui iklan bukanlah hal yang baru, daya tarik seks mempunyai suatu daya tarikperhatian awal dan dapat bertahan dalam periode yang lama. Dan saat ini juga banyak iklan yangmenampilkan wanita dengan memperlihatkan keseksiannya, aurat maupun bagian berharga ditubuhnya. Padaintinya perempuan banyak direpresentasikan dalam stereotip yang cenderung merendahkan posisi perempuandi hadapan laki-laki. Salah satu iklan yang menggunakan perempuan sebagai salah satu media untuk pesannyayaitu iklan New Era Boots. Iklan yang tayang hanya beberapa hari di 5 stasiun televisi nasional yaitu TransTV, Trans 7, TV One, Metro Tv dan Indosiar akhirnya dicabut setelah mendapat teguran dari KPI padatanggal 16 Februari 2015 lalu. Iklan tersebut menampilkan adegan yang bisa dianggap cukup erotis dankurang layak. Iklan tersebut mengandung unsur sensualitas dan terkesan kurang senonoh sehingga dinilaimengandung unsur pornografi. Penulis menggunakan analisis semiotika dengan tujuan untuk mengeksplorasimakna sosial dan bahasa yang dituangkan dalam film tersebut, baik yang berwujud verbal maupun nonverbal.Semiotika dalam penelitian ini sendiri menggunakan pendekatan melalui gagasan signifikasi dua tahapRoland Barthes (two order of signification). Peneliti juga ingin mengetahui bagaimanakan representasisensualitas perempuan pada iklan tersebut. Dengan menggunakan metodologi penelitian kualitatif yaitumengamati iklan New Era Boots guna memperoleh data yang dibutuhkan.
SINEMATOGRAFI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PROMOSI PARIWISATA DI KAMPUNG NDE, JAWA BARAT Noor, Firdaus; Maryam, Siti; Pro, Fiber
IKRA-ITH ABDIMAS Vol 1 No 2 (2018): IKRAITH-ABDIMAS vol 1 Nomor 2 Bulan November 2018
Publisher : Universitas Persada Indonesia YAI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (562.814 KB)

Abstract

Pengabdian masyarakat ini dilaksanakan berdasarkan latar belakang permasalahan bahwakurangnya akses informasi yang menyangkut potensi pariwisata yang bersifat sinematik dianggapsebagai salah satu faktor yang menjadikan Kampung Nde tidak menjadi destinasi wisata unggulandan ditakutkan akan hilang. Padahal kampung ini menyimpan kekayaan budaya sunda yang masihterjaga. Selain itu, kampung asri yang terletak di kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur inimenyimpan kekayaan alam yang tidak kalah dari wisata lain.Hasil observasi menunjukan bahwa masyarakat, khususnya pemuda, Kampung Ndemasih kesulitan dalam hal teknik merekam, penyuntingan, dan mempublikasikan rekaman merekasebagai alat promosi Wisata Alam dan Budaya Kampung Nde. Proses promosi hanya dilakukandengan cara yang sporadis. Hal tersebut tentu menjadikan Kampung Nde tidak menjadi daerahwisata prioritas bagi para wisatawan dan ditakutkan akan hilang.Tujuan dari pengabdian masyarakat ini adalah untuk memberikan pemahaman yangsistematis mengenai sinematografi sebagai upaya mempromosikan Kampung Nde. Hal tersebutdapat berimbas kepada peningkatan kualitas ekonomi masyarakat setempat.Materi pengabdian masyarakat dilakukan dengan cara tatap muka. Tatap muka sendiridapat memberikan dampak yang signifikan karena masyarakat Kampung Nde akan diberikanpemahaman, latihan, dan pendampingan secara langsung.Masyarakat Kampung Nde merupakan subjek pengabdian masyarakat ini. Penggunaanbuku ajar, perangkat pengajaran, dan hasil sinematografi akan menjadi buku panduan bagimasyarakat di desa lain untuk meningkatkan promosi pariwisata di daerah mereka dengan carasinematografi.
Historiografi drone: Dari militer hingga sinema Firdaus Noor
ProTVF Vol 4, No 2 (2020): September 2020
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/ptvf.v4i2.26722

Abstract

Saat ini drone berkembang menjadi lebih kecil dan lebih cepat, sama dengan kecepatan rana pada kamera. Di dalamnya ada teknologi untuk terbang, kendali nirkabel, kemampuan mengambil gambar, dan kecanggihan warna. Drone mampu terbang rendah tanpa ada gaya tarik ke bawah seperti yang terdapat pada helikopter, drone juga dapat terbang mengitari objek, memiliki kemampuan bermanuver serta dapat mengambil gambar lurus ke depan maupun lurus ke bawah. Pandangan yang dihasilkan drone awalnya merujuk pada pengintaian secara diam-diam yang dikonstruksi saat penggunaan drone dipakai oleh militer yakni untuk mengamati dari atas. Artikel ini berisi penjelajahan tentang perjalanan historis kendaraan udara nirawak yang bisa terbang secara otomatis dengan sistem pengendali di dalamnya, atau populer disebut drone. Tujuan dari artikel ini yaitu untuk mengetahui sejumlah peristiwa penting dalam evolusi kendaraan udara tanpa awak (drone) serta menjelaskan dan memetakan evolusi perkembangan drone dari waktu ke waktu. Kajian ini dilakukan melalui pendekatan sinkronik dan diakronik model Saussure yakni melihat kejadian-kejadian masa lalu yang diurutkan secara kronologis. Dalam penelusuran terkait historiografi drone, penulis membuka peluang untuk melakukan diskusi lebih lanjut melalui simpulan bahwa drone mengajak kita berpikir lebih jauh dari hanya sekadar representasi tapi juga dapat memberikan gambar hidup tentang realitas yang tidak bisa dijangkau oleh pandangan manusia pada umumnya.
Daur Ulang Film: Intertekstualitas Miracle in Cell No.7 (2022) Noor, Firdaus
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 6, No.2: Oktober 2022
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v6i2.81

Abstract

How are textual relationships smuggled into recycled film? when and where does this process stop? If it ends, what is the recycled film like after being fucked with meaning? It is these questions that the writer poses in analyzing the inter-text relationships contained in the film Miracle in Cell No. 7 original version (South Korea) and Indonesian version remake. The Indonesian version of Hanung Bramantyo’s work is the result of recycling activities while broadening and deepening the elements of the original source, while still guarding his personal aesthetic corridor. By using a qualitative paradigm, the approach is carried out by using textual studies on recycled films, especially in the structure that is produced compared to the narrative findings of the original film model. This paper attempts to provide a broad and systematic approach to the phenomenon of cinematic remake based on the theory of intertextuality. The research results reveal a fundamental proposition about the conception of film recycling. The results of the study also show that every time a recycled film is created, there will actually be a change in the original text such as a quote that is grafted into a new context through a cultural background that forms narrative and cinematic content, and thus it is inevitable that the work will be reflected and then disseminated.Bagaimana hubungan antarteks diselundupkan ke dalam film daur ulang? kapan dan di mana proses ini berhenti? Jika berakhir, seperti apakah film daur ulang setelah disetubuhi makna? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang penulis ajukan dalam menganalisis hubungan antarteks yang termuat dalam film Miracle in Cell No. 7 versi asli (Korea Selatan) dan remake versi Indonesia. Karya Hanung Bramantyo versi Indonesia tersebut merupakan hasil kegiatan mendaur ulang sembari memperluas dan memperdalam unsur-unsur sumber aslinya, sekaligus tetap mengawal koridor personal estetiknya. Dengan menggunakan paradigma kualitatif, pendekatan dilakukan dengan menggunakan kajian tekstual pada film daur ulang, khususnya di bagian struktur yang diproduksi dibandingkan dengan penemuan naratif model film aslinya. Tulisan ini berusaha memberikan pendekatan yang luas dan sistematis terhadap fenomena remake sinematik berdasarkan teori intertekstualitas. Hasil penelitian menyingkap satu proposisi mendasar tentang konsepsi daur ulang film. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa setiap terciptanya daur ulang film sejatinya akan terjadi pengubahan teks asli seperti sebuah kutipan yang dicangkokkan ke dalam konteks baru melalui latar budaya yang membentuk konten naratif maupun sinematik, dan dengan demikian tidak terelakkan karya tersebut akan direfleksikan lalu disebarluaskan.
Jugong as Traditional Fishermen's Formal Aesthetics in Karangtalun Village, Cilacap Rochyat, Indra Gunara; Noor, Firdaus; Yusuf, Adisti Ananda; Wiyono, Erina
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 39 No 2 (2024)
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v39i2.2691

Abstract

Jugong is a traditional fishing boat that holds great significance for the fishing community in Karangtalun Village, Cilacap. It is valued for its aesthetic qualities that are expressed through its unique characteristics. This paper explores the functional value of the jugong, the process of its creation by the fishermen, and the artistic expression involved in its design, with the ultimate goal of revealing the aesthetic value of the jugong in general. In order to approach, understand, and reveal the aesthetic values of the jugong, which comes from the village fishermen as cultural actors, this research uses the ethnoart perspective as a method. In order to reveal the functional values, we use functional aesthetic theory as an approach method. In addition, to understand how fishermen create jugong, we use mimetic style theory and the aesthetic theory of expression to reveal the fishermen's attitude and behavior during the process of jugong creation. The study results show that the aesthetic value of the jugong is reflected in the traditions that impose strict rules on the fishermen. The community also appreciates the sensitive attitude of the fishermen towards their cultural products by respecting their identity and pride, which includes their aesthetics.
Discourse in curriculum: A focus on film, television, and media studies Firdaus Noor; Nuril Ashivah Misbah; Dede Suprayitno; Putrawan Yuliandri
Inovasi Kurikulum Vol 21, No 2 (2024): Inovasi Kurikulum, May 2024
Publisher : Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jik.v21i2.67536

Abstract

This article using discourse theory, popularized by Foucault, is used to examine the production and use of knowledge and practices relevant to the discourse that applies to the film, television, and media studies study program curriculum. This research uses the interpretive phenomenology method (Interpretative Phenomenological Analysis), and the classification and framing of data are carried out through focused group discussions. The purposeful sampling technique was chosen through a maximum variation sampling strategy involving eight research subjects to understand the various experiences of campuses that already have similar programs and are considered the most "oriented" stakeholders. The result is that the curriculum discourse produces four themes: scientific vision and mission, graduate profile, learning outcomes, and curriculum structure. In the experience model, participants express discourse themes with actual social reality. In the end, how discourse speaks is expected to be a critical dimension in forming the Film, Television, and Media Studies program curriculum.  AbstrakArtikel ini menggunakan teori Diskursus yang dipopulerkan oleh Foucault digunakan dengan tujuan untuk melihat produksi dan penggunaan pengetahuan dan praktiknya yang relevansinya dengan wacana yang berlaku untuk kurikulum prodi kajian film, televisi, dan media. Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi interpretatif (Interpretative Phenomenological Analysis), klasifikasi dan pembingkaian data dilakukan melalui kegiatan diskusi terpumpun/Focus Group Discussion. Teknik purposeful sampling dipilih melalui strategi maximal variation sampling dengan melibatkan delapan subjek penelitian untuk memahami beragam pengalaman dari kampus-kampus yang sudah memiliki program serupa dan dianggap paling "berorientasi" sebagai pemangku kepentingan. Hasilnya bahwa diskursus kurikulum menghasilkan empat tema yaitu visi misi keilmuan, profil lulusan, capaian pembelajaran, dan struktur kurikulum. Model pengalaman, partisipan mengungkapkan tema wacana dengan realitas sosial yang sesungguhnya. Pada akhirnya cara diskursus berbicara diharapkan menjadi dimensi kunci dalam pembentukan kurikulum pada program studi Kajian Film, Televisi, dan Media.Kata Kunci: Diskursus kurikulum; fenomenologi interpretatif; foucault; kajian film, televisi, dan media
PENGUATAN KARAKTER BELA NEGARA GENERASI MUDA MELALUI WORKSHOP FILM PENDEK Noor, Firdaus; Nuril Ashivah Misbah; Fajar Edyana
Abdi Seni Vol. 15 No. 2 (2024)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bagaimana tepatnya nasionalisme dapat memiliki pengaruh kuat dalam film serta mencerminkan atau mengungkap suatu "esensi" kebangsaan dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kesempatan bagi generasi muda untuk berkolaborasi dalam produksi film pendek yang mengangkat nilai-nilai bela negara adalah tujuan yang ingin dicapai dalam program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM). Melalui metode pendampingan dan mentoring berupa praktik kolaboratif, mitra sebagai generasi muda dari latar belakang seni teater diberikan pengetahuan dan keterampilan melalui tiga tahap, yaitu tahap perencanaan, implementasi, dan refleksi guna menerjemahkan identitas kebangsaan dalam bentuk film pendek. Hasil yang didapat adalah workshop produksi film pendek dinilai berhasil sebagai penggerak kreativitas kepiawaian aktor dalam seni akting ke medium film serta menjadi momen evaluatif untuk menumbuhkan kesadaran terhadap penguatan karakter Bela Negara melalui medium film pendek.
Dialog Antar Budaya: Interpretasi Video Musik Wonderland Indonesia Firdaus Noor; Della Bagusnur Hidayah
KOMUNIKATIF : Jurnal Ilmiah Komunikasi Vol. 11 No. 1 (2022)
Publisher : Fakultas Ilmu Komunikasi UKWMS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33508/jk.v11i1.3728

Abstract

August 17, 2021, coinciding with the 76th Independence Day of the Republic of Indonesia, a music video with a duration of 08 minutes 15 seconds appeared on the Alffy Rev’s Youtube channel, which managed to top trending number 1 on Youtube. Wonderland Indonesia, which is used as the material object of this research, is a collaborative work that compiles nine folk songs and one national anthem mixed with Electronic Music Dance elements. This study examines the dialectic of the combination of technology, communications, and culture until an intercultural dialogue is finally found that offers an encounter with local cultures. The music video in this object study is visually used as a cultural code, including myths displayed in the form of a music video arrangement that imagines the wonders of Indonesia. The methodology in this study uses a descriptive qualitative approach which includes the interpretation meaning of the presence of images, music, and lyrics in the Wonderland Indonesia music video. This study found that the elements of motion and sound in Alffy Rev’s Wonderland Indonesia music video can play a role in presenting a cultural code that communicates with local cultural identity to the global realm. Likewise, it also offers intercultural dialogue for creating music videos in the Revolutionary era of 4.0. 17 Agustus 2021, bertepatan dengan hari raya kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-76 muncul video musik berdurasi 08 menit 15 detik di kanal Youtube Alffy Rev yang berhasil memuncaki trending nomor 1 di Youtube. Wonderland Indonesia yang dijadikan objek material dalam penelitian ini merupakan sebuah karya kolaboratif yang mengkompilasikan sembilan lagu daerah dan satu lagu nasional, dan diramu dengan elemen musik Electronic Music Dance. Kajian ini bertujuan menelaah dialektika perpaduan antara teknologi, komunikasi, dan budaya, hingga akhirnya ditemukan dialog antarbudaya yang menawarkan perjumpaan budaya lokal. Video musik dalam objek material kajian ini dijadikan kode kultural secara visual mencakup mitos yang ditampilkan dalam wujud sebuah tatanan musik video yang membayangkan keajaiban Indonesia. Dengan memakai pendekatan kualitatif deskriptif yang mencakup interpretasi makna dari kehadiran gambar, musik, dan lirik dalam video musik wonderland Indonesia. Hasil penelitian ini bahwa elemen-elemen gerak dan bunyi dalam video musik Wonderland Indonesia karya Alffy Rev dapat dapat berperan menghadirkan kode kultural yang mengkomunikasikan identitas kultural lokal ke ranah global, selain juga menawarkan dialog antarbudaya bagi penciptaan karya video musik di era Revolusi 4.0.
PENGUATAN KARAKTER BELA NEGARA GENERASI MUDA MELALUI WORKSHOP FILM PENDEK Noor, Firdaus; Nuril Ashivah Misbah; Fajar Edyana
Abdi Seni Vol. 15 No. 2 (2024)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33153/abdiseni.v15i2.6097

Abstract

Exactly how nationalism can have a strong influence in films and reflect or reveal a national "essence" in increasing knowledge, skills, andopportunities for the younger generation to collaborate in the production of short films that highlight the values of defending the country are the goals to be achieved in this community service program (PKM). Through the mentoring method in the form of collaborative practice, partners as young people from a theater arts background are given knowledge and skills through three stages, namely the planning, implementation, and reflection stages, to translate national identity in short films. The results were that the short film production workshop was considered successful in driving the creativity of actors' sk Karakter, Nasionalisme, Teater, Film Pendek ills in the art of acting into the medium of film and being an evaluative moment to raise awareness of strengthening the character of National Defense through the medium of short films.
Vertical and panoramic views: a new vocabulary of drone shots in cinematography Noor, Firdaus; Widyastutieningrum, Sri Rochana; Sutrisno , Mudji; Ajidarma , Seno Gumira
Gelar: Jurnal Seni Budaya Vol. 23 No. 1 (2025)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33153/glr.v23i1.6513

Abstract

This study aims to reveal how drones have entered the language of film, which essentially means how drones can contribute to new vocabulary in cinematography, especially regarding the type of shot in camera angles and framing. This study uses a qualitative approach with a post-phenomenological descriptive analysis method developed by Don Ihde. The data presented are moving image documentation produced by drone technology in twelve documentary films from the Ekspedisi Indonesia Biru series, each lasting approximately 50 minutes. The observation results of the number of drone shots analyzed in this study totaled 193 (one hundred ninety-three). The analysis process was then compared using Bordwell, Thompson, and Mascelli's theory to conceptualize film vocabulary as formal and stylistic techniques used in drone cinematography in the twelve documentary films of Ekspedisi Biru Indonesia. Two important findings were identified based on indicators not found in the basic rules, vocabulary, and cinematographic language practices that have become industry standards. First, two new words were found in the drone camera angle variable: Vertical and Panoramic. Second, in the framing variable based on size and distance, drone cinematography language still refers to cinematographic grammar practices established in a global consensus. The striking difference lies in the height of the camera position, which has become a distinctive visual style of drone cinematography. Further research is needed to develop drone technology to realize new linguistic efforts, particularly from the perspective of camera movement, which challenges the dominance of existing film language. In the future, drone technology will incorporate more advanced artificial intelligence algorithms to enhance real-time camera movement maneuvers and add non-human factors such as energy efficiency, collision avoidance, flight restrictions, and bandwidth improvement.