Penelitian ini menganalisis perbandingan sistem arbitrase Indonesia dan Malaysia dalam konteks penyelesaian sengketa komersial bilateral. Intensifikasi hubungan ekonomi kedua negara yang mencapai USD 19,2 miliar pada tahun 2022 menciptakan kebutuhan mendesak akan mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif dan dapat diprediksi. Menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan hukum, penelitian ini mengkaji framework hukum arbitrase kedua negara melalui analisis komprehensif terhadap UU No. 30/1999 Indonesia dan Arbitration Act 2005 Malaysia. Hasil penelitian mengungkapkan perbedaan fundamental dalam pendekatan filosofis, dimana Indonesia menerapkan sistem hibrida yang memadukan UNCITRAL Model Law dengan karakteristik civil law dan nilai hukum nasional, sementara Malaysia mengadopsi pendekatan adopsi langsung dengan prinsip minimal intervention. Disparitas signifikan teridentifikasi dalam konsep arbitrabilitas, persyaratan formal perjanjian arbitrase, dan mekanisme pelaksanaan putusan. Indonesia menerapkan pendekatan restriktif dengan pengawasan pengadilan intensif, sedangkan Malaysia menggunakan pendekatan liberal dengan sistem terpadu. Perbedaan kapasitas institusional antara BANI dan AIAC juga menciptakan tantangan dalam harmonisasi praktik arbitrase bilateral. Penelitian ini merekomendasikan pengembangan protokol arbitrase bilateral, pembentukan panel arbitrase bersama, dan harmonisasi kerangka hukum untuk meningkatkan efektivitas penyelesaian sengketa komersial Indonesia-Malaysia.