Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Manajemen krisis Myasthenia: case report Mulyadi, Ezra Michael; Sari, Naomi Ditya; Dewi, Hapsari Kartika; Mufadhdhal, Raihan Adham; Suprabowo, Salomo Hizkia
Health Sciences and Pharmacy Journal Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : STIKes Surya Global Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32504/hspj.v8i2.984

Abstract

Miastenia gravis (MG) merupakan sebuah kondisi autoimun yang diakibatkan oleh antibodi pada asetilkolin (ACh) dimana mempengaruhi kerja dari otot skelet pada tautan otot saraf. Hal ini dapat mengakibatkan kelemahan kerja otot, termasuk kerja dari otot pernafasan. Komplikasi yang dapat terjadi dari MG salah satunya yakni krisis myasthenia yang mengarah terjadinya kegagalan pernafasan. Prevalensi kasus ialah 2-7 kasus tiap 10.000 orang dengan kejadian lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Laporan kasus ini bertujuan untuk menggambarkan kasus myasthenia gravis (MG) pada seorang pasien berusia 38 tahun. Penelitian ini merupakan laporan kasus yang berfokus pada gambaran penatalaksanaan dan permasalahan di RSUD R.A.A. Soewondo Pati terhadap kasus yang diteliti. Subjek dalam laporan ini adalah seorang perempuan berusia 38 tahun yang datang ke instalasi gawat darurat (IGD) dengan riwayat perawatan rutin untuk myasthenia gravis (MG). Pasien mengeluhkan sesak napas, kesulitan menelan, serta kelemahan pada seluruh tubuh. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik, tes Wartenberg, dan tes menghitung (counting test). Analisis data dilakukan menggunakan teknik deskriptif. Hasil laporan menunjukkan bahwa dari pemeriksaan fisik, kondisi umum pasien tampak lemah dengan Glasgow Coma Scale (GCS) E4M6V5. Tanda-tanda vital mencatat tekanan darah 154/90 mmHg, denyut jantung 95 kali/menit, laju pernapasan 26 kali/menit, suhu tubuh 36,6°C, dan saturasi oksigen 95%. Pada Wartenberg test dan counting test, hasil pemeriksaan menunjukkan hasil positif. Pemeriksaan status neurologis mengungkapkan adanya gangguan pada saraf okulomotorius berupa ptosis yang disertai diplopia. Adapun perawatan yang telah dijalani oleh pasien meliputi pemberian Mestinon dan Metilprednisolon.
Embolisme paru pada gagal jantung: case report Yakin, Moh Niko Fajrul; Mulyono, Eddy; Wicaksono, Haryo Nindito; Mufadhdhal, Raihan Adham; Akbar, Alpin Maulana
Health Sciences and Pharmacy Journal Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : STIKes Surya Global Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32504/hspj.v8i2.986

Abstract

Emboli paru merupakan peristiwa infark jaringan paru akibat tersumbatnya pembuluh darah arteri pulmonalis akibat peristiwa emboli. Emboli Paru dan gagal jantung akut tidak hanya memiliki gambaran klinis yang mirip namun juga memiliki banyak faktor risiko dan mekanisme patofisiologi yang sama. Evaluasi pasien gagal jantung dengan dugaan emboli paru akut adalah tantangan karena adanya tumpang tindih gejala dan tanda dari kedua gangguan tersebut. Peningkatan risiko VTE pada gagal jantung disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu penurunan aliran darah yang disebabkan oleh rendahnya curah jantung dan kelainan hemostasis. Jenis penelitian ini adalah laporan kasus yang dilaksanakan berdasarkan Surat Uji Etik yang dikeluarkan oleh UPT RSUD R.A.A Soewondo Pati No. 800/4192/0110 pada tanggal 21 Desember 2023. Laporan ini dilakukan di RSUD R.A.A Soewondo Pati dengan subjek seorang laki-laki berusia 60 tahun yang telah menjalani terapi farmakologis. Alat pemeriksaan yang digunakan meliputi pemeriksaan fisik, EKG, dan CT-Scan Thoraks. Teknik analisis data yang diterapkan adalah analisis deskriptif untuk menggambarkan temuan dari laporan kasus ini. Hasil laporan satu kasus menunjukkan bahwa pasien didiagnosis sebagai emboli paru dengan gagal jantung. Penanganan pada kasus ini dengan memberikan terapi tatalaksana ceftriaxone 1x2gr, Forixstra 1x 2,5mg, Digoxin 2x 0,25mg, Aspilet 1x80mg, Miniaspi 1x80 mg, Nitrocaf 1x2,5 mg, Lansoprazole 1x30mg. Pasien emboli paru dengan gagal jantung mungkin memerlukan agen dengan campuran vasopresor dan sifat inotropik seperti norepinefrin, epinefrin, atau dopamin.
HUBUNGAN ANTARA DURASI MENGEMUDI TERHADAP KELELAHAN AWAK MOBIL TANGKI BBM PT. PERTAMINA TANJUNG GEREM MERAK BANTEN Mufadhdhal, Raihan Adham; Tirtasari, Silviana; Wahyuni, Octavia Dwi
Ebers Papyrus Vol. 28 No. 1 (2022): EBERS PAPYRUS
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/ep.v28i1.19420

Abstract

Lamanya durasi mengemudi akan menyebabkan kelelahan dan menjadi faktor resiko utama dari kecelakaan lalu lintas. Regulasi tersebut sudah diatur dalam UU no.22 Tahun 2009 bahwa durasi mengemudi maksimal 8 jam per hari. Hasil studi sebelumnya, didapatkan durasi mengemudi >8 jam dan rata-rata mencapai 11-12 jam, 68 awak mobil tangki (AMT) sebanyak 47 orang (69,1%) mengalami kelelahan tingkat sedang. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara durasi mengemudi terhadap kelelahan pada awak mobil tangki (AMT) BBM PT. Pertamina (Persero) Tanjung Gerem Merak Banten. Studi ini bersifat analitik dengan desain cross sectional. Sample dalam studi ini adalah 151 awak mobil tangki I (sopir) yang bekerja di Terminal Bahan Bakar di Tanjung Gerem Merak Banten yang diambil menggunakan quota population sampling. Tingkat kelelahan dinilai menggunakan kuesioner subjective self rating test dan data dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil studi menunjukkan bahwa proporsi AMT Terminal BBM PT. Pertamina (Persero) Tanjung Gerem Merak Banten mengalami kelelahan sebesar 65,6%, para AMT Terminal BBM PT. Pertamina (Persero) Tanjung Gerem Merak Banten mayoritas bekerja >8 jam (79,5%), dan terdapat hubungan yang bermakna antara durasi mengemudi terhadap kelelahan pada AMT BBM PT. Pertamina (Persero) Tanjung Gerem Merak Banten dengan nilai p = 0,001 (p<0,05) dan pada asosiasi epidemiologis didapatkan PR 2,58 (1,47-4,52), artinya orang yang bekerja >8 jam memiliki resiko kelelahan 2,58 kali lebih besar dibandingkan yang bekerja ?8 jam.